14 May 2011

Keadaan Kenyang dan Puasa serta Proses Eliminasi Sisa Pencernaan


Selama makan, kita memasukkan karbohidrat, lemak, dan protein, yang kemudian dicerna dan diserap. Sebagian bahan makanan ini digunakan dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP, untuk memenuhi kebutuhan energi segera. Kelebihan konsumsi bahan bakar yang melebihi kebutuhan energi tubuh dibawa ke depot bahan bakar, tempat bahan tersebut disimpan. Selama periode dari permulaan absorpsi sampai absorpsi selesai, kita berada dalam keadaan kenyang atau keadaan absorptif. Setelah makan diet tinggi karbohidrat, pankreas akan terangsang untuk mengeluarkan insulin dan pelepasan glukosa terhambat.
ü      Karbohidrat
Karbohidrat dalam makanan dicerna menjadi monosakarida oleh enzim pencernaan. Monosakarida kemudian diserap oleh sel epitel usus dan dilepaskan ke dalam vena porta hepatika. Sesampainya di hati, sebagian glukosa dioksidasi dalam jalur-jalur yang menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi segera sel-sel hati. Sebagian lagi diubah menjadi glikogen dan triasilgliserol. Simpanan glikogen dalam hati mencapai maksimum sekitar 200-300 gram. Setelah simpanan glikogen mulai penuh, hati mengubah glukosa yang diterimanya menjadi triasilgliserol. Triasilgliserol dikemas bersama protein, fosfolipid, dan kolesterol dalam bentuk kompleks lipoprotein yang dikenal sebagai lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL) yang kemudian disekresikan ke dalam aliran darah. Asam-asam lemak VLDL sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi sel, tetapi sebagian besar disimpan sebagai triasilgliserol di jaringan adipose.
Glukosa dari usus, yang tidak dimetabolisis oleh hati, akan mengalir di dalam darah menuju ke jaringan perifer, tempat glukosa tersebut mungkin dioksidasi untuk menghasilkan energi. Glukosa adalah bahan bakar yang dapat digunakan oleh semua jaringan. Banyak jaringan menyimpan glukosa dalam jumlah kecil dalam bentuk glikogen, terutama otot.
Insulin sangat meningkatkan transpor glukosa ke dua jaringan yang memiliki massa terbesar di dalam tubuh yaitu jaringan otot dan adiposa. Efek insulin terhadap transpor glukosa ke jaringan lain rendah. Metabolisme glukosa di jaringan lain diantaranya :
1.      Otak dan jaringan saraf lain sangat bergantung pada glukosa untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kecuali pada keadaan kelaparan, glukosa adalah satu-satunya bahan bakar utama yang dibutuhkan sebanyak 150 gram setiap hari.
2.      Sel darah merah hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar karena sel ini tidak memiliki mitokondria. Glukosa mengalami glikolisis di dalam sitoplasma. Hasilnya yaitu piruvat dapat dilepaskan secara langsung ke dalam darah atau diubah menjadi laktat kemudian dibebaskan.
3.   Otot rangka yang sedang bekerja dapat menggunakan glukosa dari darah atau dari simpanan glikogennya sendiri, untuk diubah menjadi laktat melalui glikolisis atau menjadi CO2 dan H2O. Otot yang sedang bekerja juga menggunakan bahan bakar lain dari darah, misalnya asam lemak. Setelah makan, glukosa digunakan oleh otot untuk memulihkan simpanan glikogen yang berkurang selama otot bekerja.
4.   Insulin merangsang penyaluran glukosa ke dalam sel-sel adiposa serta ke dalam sel-sel otot. Adiposit mengoksidasi glukosa untuk menghasilkan energi, dan sel-sel tersebut juga menggunakan glukosa sebagai sumber untuk membentuk gugus gliserol pada triasilgliserol yang mereka simpan.

ü      Protein
Protein dalam makanan dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian diserap ke dalam darah. Asam amino mungkin mengalami oksidasi untuk menghasilkan energi atau digunakan oleh jaringan untuk biosintesis. Sebagian besar asam amino yang digunakan untuk biosintesis diubah menjadi protein; sisanya digunakan untuk membentuk bermacam-macam senyawa bernitrogen, misalnya sebagai neurotransmiter, hormon, hem, serta basa purin dan pirimidin pada DNA dan RNA.

ü      Lemak
Triasilgliserol adalah lemak utama dalam makanan. Bahan ini dicerna menjadi asam-asam lemak dan 2-monoasilgliserol, yang disintesis ulang menjadi triasilgliserol di dalam sel epitel usus, kemudian dikemas dalam kilomikron, dan disekresikan melalui limfe ke dalam darah. Dalam keadaan kenyang, terbentuk dua jenis lipoprotein, kilomikron dan VLDL. Fungsi utama kedua lipoprotein ini adalah untuk mengangkut triasilgliserol dalam darah. Saat lipoprotein masuk ke dalam pembuluh darah di jaringan adiposa, triasilgliserol yang terdapat di dalamnya diuraikan menjadi asam lemak dan gliserol.
Asam lemak masuk ke dalam sel adiposa dan bergabung dengan sebuah gugus gliserol yang dibentuk dari glukosa darah. Triasilgliserol yang terbentuk disimpan sebagai butir-butir lemak besar di dalam sel adiposa. Sisa kilomikron dibersihkan dari darah oleh hati. Sisa VLDL dapat dibersihkan oleh hati, atau membentuk lipoprotein densitas rendah (LDL).

1.      PUASA
Glukosa merupakan bahan bakar utama untuk jaringan misalnya otak dan susunan saraf, serta satu-satunya bahan bakar bagi sel darah merah. Kadar glukosa darah memuncak pada sekitar 1 jam setelah makan, dua jam setelah makan, kadar kembali ke rantang puasa (antara 80-100 mg/dL) seiring dengan oksidasi atau pengubahan glukosa menjadi bentuk simpanan bahan bakar oleh jaringan. Penurunan glukosa menyebabkan penurunan sekresi insulin. Hati berespon terhadap hal ini dengan memulai degradasi simpanan oksigen dan melepaskan glukosa dalam darah. Namun, apabila kita terus-terusan berpuasa selama 12 jam, kita masuk ke status basal yang juga dikenal sebagai keadaan pasca absorptif. Seseorang umumnya dianggap pada keadaan basal setelah berpuasa semalam; tidak makan lagi sejak malam terakhir.
Pada awalnya, simpanan glikogen diuraikan untuk memasok glukosa ke dalam darah, tetapi simpanan ini terbatas. Walaupun kadar glikogen hati dapat meningkat sampai 200-300 g setelah makan, hanya sekitar 80 g yang masih tersisia setelah puasa 1 malam. Hati memiliki mekanisme lain untuk menghasilkan glukosa darah. Proses ini yang dikenal sebagai glukoneogenesis yang menggunakan sumber-sumber karbon berupa laktat (glikolisis di dalam sle darah merah), gliserol (lipolisis triasilgliserol adiposa), dan asam amino (pemecahan protein otot).
Asam lemak tidak dapat menyediakan karbon untuk glukoneogenesis. Dari simpanan energi makanan triasilgliserol jaringan adiposa yang berjumlah besar, hanya sebagian kecil terutama gugus gliserol yang dapat digunakan untuk menghasilkan glukosa dalam darah. Setelah beberapa jam puasa glukoneogenesis mulai menambah glukosa yang dihasilkan glikogenolisis di hati. Bila puasa berlanjut, glukoneogenesis menjadi lebih penting sebagai sumber glukosa darah. Setelah sekitar 30 jam berpuasa, simpanan glikogen hati habis dan glukoneogenesis menjadi satu-satunya sumber glukosa darah. Pasokan minimal glukosa mungkin diperlukan dalam jaringan ekstra hepatik untuk mempertahankan konsentrasi oksaloasetat dan bentukan siklus asam sitrat. Disamping itu, glukosa merupakan sumber utama gliserol 3 fosfat dalam jaringan yang tidak mempunyai energi gliserol kinase seperti jaringan adipose.

Peran Jaringan Adiposa Selama Puasa
Triasilgliserol merupakan sumber utama energi selama puasa. Sewaktu kadar insulin menurun dan kadar glukagon darah meningkat, triasilgliserol adiposa dimobilisasi oleh suatu proses lipolisis. Pemecahannya menghasilkan gliserol dan asam lemak. Asam lemak berfungsi sebagia bahan bakar untuk jaringan misalnya otot, ginjal yang mengoksidasinya menjadi asetil koA dan kemudian menghasilkan energi dalam bentuk ATP. Sebagian besar asam lemak masuk ke hati diubah menjadi benda keton. Benda keton ini dapat dioksidasi lebih lanjut oleh jaringan misalnya otot dan ginjal. Di jaringan tersebut asetoasetat dan beta-hidroksibutirat diubah menjadi asetil KoA dan kemudian menjadi CO2 dan H2O disertai pembentukan energi.
Pada intinya kadar glukosa dipertahankan dalam rentang 80-100 mg/dL dan kadar asam lemak serta benda keton meningkat. Otot menggunakan asam lemak, benda keton, dan (sewaktu sedang olahraga dan saat pasokan masih ada) glukosa dari glikogen otot. Banyak jaringan yang menggunakan campuran asam lemak dan benda keton.

Perubahan Metabolik Selama Puasa Jangka Panjang
Apabila penggunaan bahan bakar yang terjadi selama puasa terus berlangsung untuk jangka lama, protein tubuh akan cepat dikonsumsi sampai suatu ketika fungsi kritis terganggu. Untungnya, perubahan metabolik yang terjadi selama puasa tidak menghabiskan protein otot. Setelah berpuasa 4 sampai 5 hari, otot mengurangi penggunaan benda keton dan terutama bergantung pada asam-asam lemak untuk memasok energi. Namun, hati terus mengubah asam lemak menjadi benda keton. Hasilnya adalah bahwa konsentarsi benda keton dalam darah meningkat.
 Otak mulai menyerap benda keton dan mengoksidasinya menjadi energi. Glukosa tetap dibutuhkan sebagai sumber energi untuk sel darah merah dan otak terus menggunakan glukosa dalam jangka waktu terbatas. Glukosa tersebut dioksidasi menjadi energi dan digunakan sebagai sumber karbon untuk sintesis neurotransmitter. Namun, glukosa tetap dihemat penggunaannya sehingga hati lebih sedikit menghasilkan glukosa selama puasa jangka panjang dibandingkan selama puasa singkat.
Karena simpanan glikogen dalam hati habis dengan puasa sekitar 30 jam, glukoneogenesis adalah satu-satunya proses yang digunakan hati untuk memasok glukosa ke dalam darah. Asam amino yang dihasilkan oleh penguraian protein otot terus berfungsi sebagai sumber utama karbon untuk glukoneogenesis. Namun, karena kecepatan glukoneogenesis menurun selama puasa jangka panjang, protein otot juga dihemat, yakni tidak banyak protein otot yang digunakna untuk proses glukoneogenesis.
Akibatnya, karena produksi glukosa menurun, produksi urea juga berkurang selama puasa jangka panjang dibandingkan dengan produksi pada puasa singkat. Besarnya jumlah jaringan adiposa dalam tubuh kita menjadi penentu utama seberapa lama kita dapat berpuasa, karena jaringan adiposa merupakan pasokan energi utama bagi tubuh. Namun, glukosa masih digunakan dalam tingkat waktu tertentu bahkan selama puasa jangka panjang. Walaupun kita mengalami berbagai masalah, misalnya kehabisan bahan bakar, protein menjadi sangat kurang sehingga jantung, ginjal dan jaringan vital lainnnya berhenti berfungsi, atau kita terserang infeksi segingga tidak cukup mengadakan respon imun. Akhirnya kita meninggal akibat kelaparan.

Pengaturan Metabolisme Karbohidrat dan Lemak Selama Puasa
·     Mekanisme di Hati yang Berfungsi Mempertahankan Kadar Glukosa Darah
Selama puasa, rasio insulin/glukagon menurun. Glikogen hati diurai untuk menghasilkan glukosa darah. Enzim untuk penguraian glikogen diaktifkan melalui fosforilasi yang diarahkan oleh cAMP. Glukagon merangsang adenilat siklase untuk membentuk cAMP, yang kemudian mengaktifkan protein kinase A. Protein kinase A melakukan fosforilasi terhadap fosforilasi kinase, yang kemudian melakukan fosforilasi dan mengaktifkan glikogen fosforilase. Protein kinase A juga memfosforilasikan glikogen sintase. Tetapi, enzim tersebut menjadi inaktif
·     Mekanisme yang mempengaruhi lipolisis di jaringan adipose
Selama puasa, sewaktu kadar insulin darah turun dan kadar glukagon meningkat, kadar cAMP di dalam sel adiposa meningkat. Akibatnya, protein kinase A diaktifkan dan menyebabkan fosforilasi lipase peka hormon. Enzim bentuk terfosforilasi ini menjadi aktif dan memutuskan asam lemak dari triasilgliserol.

·     Mekanisme yang mempengaruhi pembentukan badan keton oleh hati
Setelah dibebaskan dari jaringan adiposa selama puasa, asam lemak mengalir dalam darah dalam bentuk kompleks dengan albumin. Asam lemak ini dioksidasi oleh berbagai jaringan, terutama otot. Di hati, asam lemak dipindahkan ke dalam mitokondria karena asetil KoA karboksilase inaktif, kadar malonil KoA rendah, dan CPTI aktif. Asetil KoA, yang dihasilkan oleh iksidasi-β, diubah menjadi badan keton.
·     Metabolisme saat kerja fisik
Saat latihan ringan (seperti berjalan) sampai latihan sedang (seperti lari-lari kecil atau berenang), sel-sel otot mampu membentuk cukup ATP melalui fosforilasi oksidatif untuk memenuhi kebutuhan energi. Untuk mempertahankan terjadinya fosforilasi oksidatif, dibutuhkan cukup oksigen dan nutrient.
Pada kontraksi yang hampir maksimal, pembuluh darah yang masuk ke otot tertekan dan hampir tertutup oleh kontraksi yang kuat, sehingga oksigen sulit masuk ke serat otot. Meskipun oksigen berhasil masuk, fosforilasi oksidatif yang prosesnya relatif lambat tidak dapat memenuhi kebutuhan ATP dengan cukup cepat. Konsumsi energi otot rangka pada latihan berat dapat mencapai 100 kali konsumsi energi pada keadaan istirahat. Karena itu, otot bergantung pada glikolisis untuk menghasilkan ATP meskipun jumlah ATP yang dihasilkan lebih sedikit. Namun, glikolisis adalah proses yang kurang efisien (satu molekul glukosa hanya bisa menghasilkan 2 ATP) dan ada asam laktat yang dihasilkan (menyebabkan pegal) sehingga latihan anaerobik hanya bisa dilakukan pada durasi yang pendek.

SIKLUS  ASAM  SITRATI 3
Siklus ini merupakan tahap akhir dari proses metabolisme energi glukosa. Proses konversi yang terjadi pada siklus asam sitrat berlangsung secara aerobik di dalam mitokondria dengan bantuan 8 jenis enzim. Inti dari proses yang terjadi pada siklus ini adalah untuk mengubah 2 atom karbon yang terikat di dalam molekul Acetyl-CoA menjadi 2 molekul karbondioksida (CO2), membebaskan koenzim A serta memindahkan energi yang dihasilkan pada siklus ini ke dalam senyawa NADH, FADH dan GTP. Selain menghasilkan CO2 dan GTP, dari persamaan reaksi dapat terlihat bahwa satu putaran Siklus Asam Sitrat juga akan menghasilkan molekul NADH & molekul FADH . Untuk melanjutkan proses metabolisme energi, kedua molekul ini kemudian akan diproses kembali secara aerobik di dalam membran sel mitokondria melalui proses Rantai Transpor Elektron untuk menghasilkan produk akhir berupa ATP dan air (H2O).
Molekul Acetyl CoA yang merupakan produk akhir dari proses konversi Pyruvate kemudian akan masuk kedalam Siklus Asam Sitrat. Secara sederhana persamaan reaksi untuk satu siklus Asam Sitrat (Citric Acid Cycle) dapat dituliskan :
Acetyl-CoA + oxaloacetate + 3 NAD + GDP + Pi +FAD --> oxaloacetate + 2 CO + FADH + 3 NADH+3H+GTP

·     Reaksi Anapleorotik
Agar siklus asam trikarboksilat terus berputar, jaringan harus menyediakan zat antara 4-karbon yang cukup untuk mengganti keluarnya zat tersebut ke jalur lain, misalnya glukoneogenesis atau sintesis asam lemak. Di setiap jaringan, jalur metabolic bersilangan dnegan siklus asam trikarboksilat dan menyebabkan keluarnya zat antara dari siklus, misalnya sitrat dan malat. Di jaringan saraf, alpha ketoglutarat diubah menjadi glutamate kemudian menjadi GABA. Di hati suksinil KoA dikeluarkan untuk sintesis hem.
Oksaloasetat selalu mengalami regenerasi di dalam siklus tersebut. Reaksi yang menyediakan zat antara 4-karbon kepada sikluas asam trikarboksilat adalah reaksi anapleorotik atau filling up. Salah satu reaksi anapleorotik utama adalah perubahan piruvat dan CO2 menjadi oksaloasetat dan piruvat karboksilase. Enzim ini mengandung biotin. Piruvat karboksilase banyak ditemukan di hati dan jaringan saraf karena jaringan-jaringan ini selalu memiliki efluks zat antara yang konstan. Selain itu, piruvat dehidrogenase ini juga merupakan bagian dari glukoneogenik yang mampu mengubah alanin dan laktat menjadi glukosa.


2.      RASA LAPAR
Rasa lapar sebenarnya dipicu oleh peningkatan hormon Ghrelin dalam darah yang diproduksi oleh sel-sel dilambung. Puasa menyebabkan peningkatan produksi hormon Ghrelin ini di lambung. Ghrelin dalam penelitian menunjukkan efek positip terhadap sekresi dan kerja insulin.  Ghrelin yang meningkat menyebabkan kerja insulin lebih bagus. Pada orang gemuk Ghrelin dalam darah rendah dan disinyalir memperburuk sinyal insulin. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ghrelin baik untuk membantu kerja insulin. Ini salah satu alasan tambahan mengapa rasa lapar itu penting untuk kita rasakan. Rasa lapar dan puasa akan cenderung meningkatkan produksi Ghrelin yang pada akhirnya penting untuk kesehatan metabolisme.

Mekanisme Lapar
Fisiologi Lapar
Pusat saraf yang mengatur asupan makanan
ü      Nukleus lateral hipotalamus, berfungsi sebagai pusat makan
ü      Nukleus ventromedial hipotalamus berperan sebagai pusat kenyang
ü      Nukleus paraventrikular, dorsomedial, dan arkuata

Faktor-faktor yang mengatur jumlah asupan makanan
Pengaturan jumlah asupan makanan dapat dibagi menjadi :
Ø      Pengaturan jangka pendek, yang terutama mencegah perilaku makan yang berlebihan di setiap waktu makan
Ø      Pengisian saluran cerna menghambat perilaku makan, Bila saluran cerna teregang, terutama lambung dan duodenum, sinyal inhibisi yang teregang akan dihantarkan terutama melalui nervus vagusn untuk menekan pusat makan,sehingga nafsu makan berkurang.
Ø      Faktor hormonal saluran cerna menghambat perilaku, Kolesistokinin terutama dilepaskan sebagai respon terhadap lemak yang masuk ke duodenum dan memiliki efek langsung ke pusat makan untuk mengurangi perilaku makan lebih lanjut.
Selain itu,adanya makanan dalam usus akan merangsang usus tersebut mensekresikan peptide mirip glucagon, yang selanjutnya akan meningkatkan sekresi insulin terkait glukosa dan sekresi dari pancreas, yang keduanya cendrung untuk menekan nafsu makan.  
Ø      Ghrelin, suatu hormone gastrointestinal meningkatkan perilaku makan, Kadar Ghrelin meningkat disaat puasa, meningkat sesaat sebelum makan, dan menurun drastic setelah makan yang mengisyaratkan bahwa hormone ini mungkin berperan untuk meningkatkan nafsu makan.
Ø      Reseptor mulut mengukur jumlah asupan makanan, Berkaitan dengan perilaku makan, seperti mengunyah, salivasi, menelan, dan mengecap yang akan “mengukur” jumlah makanan yang masuk, dan ketika sejumlah makan telah masuk, maka pusat makan dihipotalamus akan dihambat.
Ø      Pengaturan jangka panjang, yang terutama berperan untuk mempertahankan energy yang disimpan di tubuh dalam jumlah normal.

3.      PROSES BUANG AIR BESAR (DEFEKASI)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. 'Perdapat dua pusat yang momguasai refieks untuk defe:kasi, yang te:rletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendor dan usus besar mengucup. Reflek defe;kasi dirangsang untuk buang air beaar, kemudian sfingter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendor. Selama defekasi berbagai otot lain membantu proses itiu, seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. feaes yang normal terdiri atas masa padat, berwarna coklat karena disebabkan ole;h mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu pertama, refieks, defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus, lalu pada saat sfingter interna relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Kedua, refieks defekasi parasimpatis. Adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang ke kolon desenden, ke;mudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sfingte:r interna, maka terjadilah proses defekasi saat sfingter interna berelaksasi.

Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
a.      Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
b.  Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan darichym e
c.       Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
d.      Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras
e.      Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk mengobati diare
f.        Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
g.      Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan
pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkteran.

Masalah Eliminasi Fekal
 Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu :
a.       Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
b.      Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
c.       Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
d.      Inkontinensia fecal yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
e.       Flatulens yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
f.        Hemoroid yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal).Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun.Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
g.       Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.

Enzim


1.      Pengertian Enzim
Dengan pastinya hakikat kimia enzim sebagai protein, enzim didefinisikan oleh Dixon dan Webb sebagai suatu protein yang bersifat katalis. Definisi ini, disebabkan oleh kemampuannya untuk mengaktifkan senyawa lain secara spesifik.
Beberapa kata kunci dari definisi enzim ialah (menurut abjad) aktif, katalis, protein dan spesifik. Di sekitar empat kata kunci inilah biasanya paradigma enzim berkembang dan berbagai penyelidikan tentang enzim dilakukan. Oleh karena itu, keempat kata kunci ini perlu diperjelas lagi, walaupun secara singkat saja.
Pertama yang tercakup dalam definisi enzim ialah senyawa yang bersifat protein. Dengan demikian, senyawa yang bukan protein namun mempunyai kemampuan katalis tidak termasuk ke dalam lingkup pembicaraan enzim.
Enzim adalah katalis untuk reaksi-reaksi dalam sistem biologi (biokatalisator), yaitu substansi yang dapat mempercepat atau membantu suatu reaksi kimia tanpa harus ikut terlibat di dalam reaksi itu sendiri. Enzim ditemukan dalam setiap sel hidup, mulai dari organisme bersel tunggal sederhana sampai organisme multiseluler yang kompleks, termasuk manusia.
Enzim tersusun atas protein (Apoenzim), tersedia di alam dan mengontrol pembentukan dan dekomposisi bahan-bahan penting yang ada di sayuran, buah-buahan dan hewan. Reaksi biokimia yang paling sering saat mengaplikasian enzim secara industri adalah peruraian hidrolitik komponen bahan pangan yang memiliki berat molekul (BM) tinggi seperti pati, protein, selulosa, dan sebagainya.
Gugus Prostetik (Kofaktor), yaitu bagian enzim yang tidak tersusun dari protein, tetapi dari ion-ion logam atau molekul-molekul organik yang disebut Koenzim. Molekul gugus prostetik lebih kecil dan tahan panas (termostabil), ion-ion logam yang menjadi kofaktor berperan sebagai stabilisator agarenzim tetap aktif.

2.      Sifat dan Fungsi Enzim
a.      Sifat Enzim
Enzim mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1)      Biokatalisator yaitu mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
2)      Thermolabil yaitu mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil.
3)      Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada enzim.
4)      Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat dan dapat digunakan berulang-ulang.
5)      Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim), contoh ektoenzim: amilase, maltase.
6)      Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, meng-katalisis pembentukan dan penguraian lemak.
7)      Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif (permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan substrat tertentu.
8)      Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan yang disebut kofaktor.
9)      Sebagai katalis, enzim mirip dengan katalis lain, yang umumnya senyawa yang jauh lebih kecil, seringkali berupa senyawa anorganik dan bahkan berupa logam. Sifat inilah yang memungkinkan aneka reaksi dapat berlangsung di dalam sel. Dalam mengkatalisis suatu reaksi, diasumsikan enzim berikatan lebih dulu dengan substrat. Akibat ikatan ini, terbentuklah suatu senyawa baru, yang dinamai kompleks enzim-substrat saja, yang dapat disingkat sebagai kompleks ES atau ES saja

b.      Fungsi Enzim
·     Enzim berperan dalam transduksi signal dan regulasi sel
·     Enzim juga berperan dalam menghasilkan pergerakan tubuh
·     Enzim juga terlibat dalam fungs-fungsi yang khas, seperti lusiferase yang menghasilkan cahaya pada kunang-kunang
·     Enzim juga berfungsi memecah molekul yang besar (seperti pati dan protein) menjadi molekul yang kecil, sehingga dapat diserap oleh usus.
·     Enzim menentukan langkah-langkah apa saja yang terjadi dalam lintasan metabolisme.


c.       Jenis-jenis Enzim
1)      Koenzim : komponen bukan protein yang membantu aktivitas enzim dalam bentuk senyawa organik
2)      Kofaktor : komponen bukan protein yang membantu aktivitas enzim dalam bentuk senyawa anorganik
3)      Apoenzim : bagian dari enzim yang berupa protein
4)      Holoenzim : seluruh bagian enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis bersama koenzim/kofaktor.
5)      Gugus prostetik : kofaktor/koenzim yang terikat kuat pada enzim

3.      Mekanisme Kerja Ensim
a.      Mekanisme Kerja Enzim
§      Enzim berikatan dengan substrat dan mengarahkannya tepat untuk bereaksi.
§      Enzim mengkatalisis suatu reaksi kimia dengan berikatan dengan substrat membentuk kompleks enzim substrat
§      Reaksi berlangsung di suatu daerah dinamis yang berukuran relatif kecil, yaitu tempat aktif enzim atau tempat katalitik. Tempat di luar tempat aktif disebut allosteris site.
§      Tempat aktif ini juga mengandung kofaktor.
§      Enzim dan substrat yang telah diaktifkan membentuk kompleks berenergi tinggi yang tidak stabil dengan konfigurasi elektronik yang tegang antara substrat dan produk.
§      Kompleks stadium transisi kemudian terurai menjadi produk dan melepaskan diri dari enzim.
§      Enzim bebas kemudian mengikat set substrat lain dan mengulang proses tersebut
§      Ikatan enzim enzim substrat yang demikian spesifik dapat dijelaskan melalui 2 teori yaitu :
Ø      Teori Kunci-Gembok (Lock and Key Theory)
Menurut teori kunci-gembok, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Berbeda dengan teori kunci gembok.
Ø      Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory).
Menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel.
§         Model pengikatan ini terus berkembang sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan tentang proses terjadinya inhibisi terhadap kerja enzim.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja Enzim
1)      Pengaruh pH:
Enzim mempunyai pH optimum (rentang pH) dimana enzim mempunyai aktivitas maksimal di atas atau di bawah pH optimum aktivitas enzim berkurang. Contoh: enzim pepsin, karena bekerja di lambung yang bersuasana asam, memiliki pH optimal 2. Enzim ptialin, karena bekerja di mulut yang bersuasana basa, memiliki pH optimal 7,5-8.
2)      Pengaruh suhu:
Semua reaksi kimia dipengaruhi suhu, makin tinggi suhu makin tinggi kecepatan reaksi. Pada reaksi enzimatik, suhu tinggi dapat menyebabkan denaturasi enzim dan aktivitas enzim akan berkurang. Suhu saat enzim mempunyai aktivitas maksimal dinamakan suhu optimum.
3)      Aktivator dan Inhibitor
Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase.
Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, contohnya sianida bersaing dengan oksigen dalam pengikatan Hb. Sementara itu, inhibitor nonkompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim.
4)      Konsentrasi enzim dan substrat
·      Semakin tinggi konsentrasi enzim akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi.
·      Jika sudah mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi.
5)      Konvensi penamaan
Nama enzim sering kali diturunkan dari nama substrat ataupun reaksi kimia yang ia kataliskan dengan akhiran -ase. Contohnya adalah laktase, alkohol dehidrogenase (mengatalisis penghilangan hidrogen dari alkohol) dan DNA polimerase.
International Union of Biochemistry and Molecular Biology telah mengembangkan suatu tatanama untuk enzim, yang disebut sebagai nomor EC; tiap-tiap enzim memiliki empat digit nomor urut sesuai dengan ketentuan klasifikasi yang berlaku. Nomor pertama untuk klasifikasi teratas enzim didasarkan pada ketentuan berikut:

11 May 2011

Tanda dan Gejala Kecukupan Nutrisi

BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Masalah gizi tidak terlepas dari masalah makanan karena masalah gizi timbul sebagai akibat kekurangan atau kelebihan kandungan zat gizi dalam makanan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang melebihi kecukupan gizi menimbulkan masalah gizi lebih yang terutama terjadi di kalangan masyarakat perkotaan.
Dengan meningkatnya taraf hidup sebagian masyarakat yang tinggal baik di perkotaan maupun di pedesaan akan memberikan perubahan pada gaya hidup. Pemilihan makanan yang cenderung menyukai makanan siap santap dimana kandungan gizinya tidak seimbang. Rata-rata makanan jenis ini mengandung lemak dan garam tinggi, tetapi kandungan serat yang rendah. Disamping itu masih banyak masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan dimana pemenuhan kebutuhan makanan kurang sehingga timbul masalah gizi kurang. Oleh karena itu dalam paper ini akan dibahas tentang penilaian status gizi yaitu dari pengukuran indeks massa tubuh, body massa index, lingkar lengan atas, dan head to toe.

1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu :
1.      Bagaimanakah penilaian status gizi itu?
2.      Apakah yang dimaksud dengan IMT ?
3.      Bagaimanakah Body Massa Index yang normal?
4.      Bagaimanakah lingkar lengan atas?
5.      Bagaimanakah head to toe itu?

1.3  Tujuan
Tujuan yang ingin penulis capai yaitu untuk dapat mengetahui tentang penilaian status gizi, IMT, Body Massa Index, LLA, dan head to toe.

1.4  Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai yaitu kita lebih memahami tentang tentang penilaian status gizi, IMT, Body Massa Index, LLA, dan head to toe.


BAB II
PEMBAHASAN

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktifitas kerjanya. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan. Berikut akan dijelaskan mengenai tanda dan gejala kecukupan nutrisi.

2.1 Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, yaitu penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung.
a.      Penilaian secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut :
1.      Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :
a)  Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004)

b)   Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).
c)    Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004). Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi.

2.      Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. 

3.      Biokimia
Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. 

4.      Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.

b.      Penilaian secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi . Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. 
2.      Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. 
3.      Ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll.

2.2  Indeks Massa Tubuh
Dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal, kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
IMT  =  Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan2 (m)
Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah: 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defesiensi kalori ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategorigemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalam klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :

Kategori IMT yaitu sebagai berikut :
Kurus yaitu :
·  Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
·  Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0- 18,4
·  Normal 18,5-25,0
Gemuk yaitu :
·  Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,- 27,0
·  Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0

Jika seseorang termasuk kategori :
1.      IMT < 17,0 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.
2.      IMT 17,0 - 18,4 : keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.
3.      IMT 18,5 - 25,0 : keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.
4.      IMT 25,1 - 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan.
5.      IMT > 27,0 : keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat


2.3   Body Massa Index (BMI)
BMI ialah ukuran statistik terhadap skala lemak badan berdasarkan kepada tinggi dan berat ideal. Ia terdiri dari 5 kategori seperti berikut :

Kategori
BMI (kg/m)
Kebuluran / kurang berat keterlaluan
kurang daripada 15
Kurang berat
dari 15 ke 18,5
Normal
dari 18,5 ke 25
Berat berlebihan
dari 25 ke 30
Obesiti / kegemukan
lebih daripada 30

Daripada jadual diatas, BMI seharunya kurang daripada 25. Formula BMI : BMI boleh dikira seperti berikut :
BMI= berat badan (kg)/ tinggi badan (m)
Contoh :
Katakan berat seseorang itu ialah 75 kg dan tingginya 157 cm. Maka BMI orang itu ialah:
157 cm dijadikan m yaitu 157/100= 1,57 m
BMI = berat(kg) / tinggi(m) = 75 / (1.57) = 30.4 kg/m

2.4     Lingkar Lengan Atas
Disribusi lemak dalam tubuh dapat diketahui dengan menggunakan  pengukuran lingkar lengan atas (LLA), pengukuran  lingkar panggul / pinggang, dan melihat ciri fisik bentuk tubuh.
Lemak yang berada di sekitar perut memberikan resiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan lemak di daerah paha atau bagian tubuh.yang lain. Suatu metoda yang sederhana namun cukup akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah lingkar pinggang.
Pengukuran
Pria
Wanita

Resiko Meningkat
 Resiko sangat meningkat            
Resiko meningkat
Resiko sangat   meningkat
Lingkar pinggang
>94 cm
>102 cm
>80 cm
>88cm


Pengukuran lingkar lengan atas (LLA)  pada wanita usia subur (20-45 th)
LLA (cm)
Kriteria
25,7 - 28,5
Normal
28,5 - 34,2
Obesitas
28,5 - 39,7
Obesitas Berat
>39,7
Obesitas Sangat Berat


Bentuk tubuh berdasarkan ciri fisik dan resiko sebagai berikut :
Bentuk Tubuh
            Ciri Fisik   
Resiko
Gynoid (Bentuk Peer)
Lemak   disimpan di sekitar pinggul dan bokong Tipe ini cenderung dimiliki wanita.
Resiko   terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya kecil, kecuali resiko terhadap   penyakit arthritis dan varises vena (varicose veins).
Apple Shape (Android)
  
Biasanya   terdapat pada pria. dimana lemak tertumpuk di sekitar perut. Pria kurus   dengan perut gendut lebih beresiko dibandingkan dengan pria yang lebih gemuk   dengan perut lebih kecil
Resiko   kesehatan pada tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe Gynoid, karena   sel-sel lemak di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam   pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel lemak di tempat lain.
Ovid (Bentuk Kotak Buah)
  
Ciri   dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid   umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetic
Resiko   sama dengan tipe Gynoid.



2.5  Head To Toe
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon  terhadap terapi tersebut.
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan atau membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.

a.      Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan pathologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala kecil (Mikrosefalus).
b.      Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini, tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu, hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai indicator dalam menetukan KEP pada anak balita.
c.       Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme termasuk daya tahan terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit atau pada kaki dan tangan. Perubahan metabolisme ini memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Untuk melihat hal tersebut, ukuran yang telah umum digunakan adalah rasio pinggang dengan pinggul. 

Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah sebagai berikut :
a.       Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain.
Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar).
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.
Setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.

b.      Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan.
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi cirri-ciri jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

c.       Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di bawahnya.
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas atau  lokasi dan konsistensi jaringan.

d.      Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh. 
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. 
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
1.   Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika ada.
2.   Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya menutup pintu atau jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien.
1.      Komunikasi (penjelasan prosedur)
2.      Privacy dan kenyamanan klien
3.      Sistematis dan konsisten ( head to toe, dari eksternal ke internal, dari normal ke abnormal)
4.      Berada di sisi kanan klien
5.      Efisiensi
6.      Dokumentasi

A.     Tujuan Pemeriksaan Fisik
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
1.   Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2.   Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3.   Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4.   Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5.   Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.

B.     Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2.   Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3.    Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4.   Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

C.     Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
1.   klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat.
2.   Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
3.   Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

D.     Prosedur pemeriksaan fisik
Persiapannnya adalah sebagai berikut :
1.      Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop, Tensimeter atau spighnomanometer, Thermometer, Arloji atau stopwatch, Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di periksa.
2.      Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup pintu atau jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
3.      Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

Prosedur Pemeriksaan :
1.   Cuci tangan
2.   Jelaskan prosedur
3.   Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien dan pasang handschoen bila di perlukan
4.   Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk atau berbaring
Cara : inspeksi
1.      Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal : Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri / atau sulit bernafas)
2.      Tanda-tanda stress atau  kecemasan (Normal) : Relaks, tidak ada tanda-tanda cemas atau takut)
3.      Jenis kelamin
4.      Usia dan Gender
5.      Tahapan perkembangan
6.      TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
7.      Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
8.      Cara berpakaian (Normal : Benar / tidak terbalik)
9.      Postur dan cara berjalan
10.  Bentuk dan ukuran tubuh
11.  Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
12.  Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
13.  Dokumentasikan hasil pemeriksaan.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan yaitu:
o       Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Disebutkan bahwa batas ambang normal untuk laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah : 18,7-23,8.
o       BMI ialah ukuran statistik terhadap skala lemak badan berdasarkan kepada tinggi dan berat ideal
o       Disribusi lemak dalam tubuh dapat diketahui dengan menggunakan  pengukuran lingkar lengan atas (LLA), pengukuran  lingkar panggul / pinggang, dan melihat ciri fisik bentuk tubuh
o       Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis

3.2  Saran
Pola makan yang tidak sehat dapat menyebabkan kekurangan gizi maupun bisa menyebabkan obesitas, maka diharapkan untuk mengatur kebutuhan gizi sesuai dengan yang dianjurkan.