30 March 2013

ASKEP EKLAMSIA



A.    Konsep Dasar Penyakit
1.      Definisi / Pengertian
Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD  (S > 180 mmHg, D > 110 mmHg), proteinuria, oedema, kejang dan/atau penurunan kesadaran.
Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria. (Obsetri Patologi ; UNPAD).
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika pre eklampsia memburuk menjadi kejang (Helen Varney ; 2007).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan yaitu eklampsia adalah suatu keadaan dimana pre eklampsia tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria serta kejang.


2.      Epidemiologi / Insiden Kasus
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 % – 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira-kira 6% dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yakni 42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal. Sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang sering diduga, eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian/lebih, tidak lebih tinggi daripada mereka yang hamil tanpa eklampsia.


3.      Etiologi / Penyebab

Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain: 

a.       Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b.      Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c.       Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas  pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.

d.      Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila   ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada  eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e.       Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis. Gambaran  kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f.       Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding  7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g.      Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.


4.      Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.


5.      Pathway



6.      Tanda dan Gejala Klinis
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
a.       Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
b.      Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c.       Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik  nafas seperti mendengkur.
d.      Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma (Muchtar Rustam, 1998: 275).


7.      Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:
a.       Eklampsia gravidarum
·  Kejadian 50% sampai 60%
·  Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b.      Eklampsia parturientum
·  Kejadian sekitar 30% sampai 35%
·  Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu
c.       Eklampsia puerperium
·  Kejadian jarang yaitu 10%
·  Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir


8.      Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada eklampsia :
a.       Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang  menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b.      Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c.       Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d.      Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
e.       Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f.       Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
g.      Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.
h.      Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i.        Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j.        Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)
k.      Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.


9.      Pemeriksaan Diagnostik / penunjang
Pada umumnya diagnosa pre eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias gejala utama. Uji diagnostik yang dilakukan pada pre eklamsia menurut Prawirohardjo, S, 1999  adalah :
·  Uji Diagnostik Dasar diukur melalui :
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem, pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.
·  Uji Laboratorium Dasar

a.       Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi).

b.      Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino transferase, dan lain-lain).

c.       Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).

·  Uji Untuk Meramalkan Hipertensi

a.             Roll over test.

     Cara memeriksa :
Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik, kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT (+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika perbedaan < 15 mmHg.

b.            Pemberian infus angiotensin II

c.             Mean Arterial Pressure yaitu : tekanan siastole + 2 tekanan diastole

                                                                                                      3
Hasil (+)  : > 85


10.  Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:
·  Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
·  Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
·  Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. 
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.











B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :
a.       Data subyektif :
-          Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
-          Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
-          Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
-          Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
-          Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan
-          Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya

b.      Data Obyektif :
-          Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
-          Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi edema
-          Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk mengetahui adanya fetal distress
-          Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika refleks + )
-          Pemeriksaan penunjang ;
·  Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
·  Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
·  Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
·  Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
·  USG ; untuk mengetahui keadaan janin
·  NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin


2.      Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a.       Ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang
b.      Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta
c.       Risiko cedera pada janin  berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
d.      Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan


3.      Rencana Tindakan Keperawatan
a.       Diagnosa keperawatan 1
ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas maksimal.
Kriteria Hasil :
· Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau aspirasi dicegah
Intervensi:
1)      Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu atau alat yang lain untu menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.
R/ menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
2)      Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3)      Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4)      Lakukan penghisapan sesuai indikasi
R/ menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
5)      Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.
R/ dapat menurunkan hipoksia cerebral
.

b.      Diagnosa keperawatan 2
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasenta
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil :
    • DJJ ( + ) : 12-12-12
    • Hasil NST : Normal
    • Hasil USG : Normal
Intervensi :
1.      Monitor DJJ sesuai indikasi
      R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta
2.      Kaji tentang pertumbuhan janin
      R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR
3.      Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,  perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )
      R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin
4.      Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
      R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin
5.      Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
      R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

c.       Diagnosa keperawatan 3 :
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
Tujuan : agar cedera tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1.                                                                  Istirahatkan ibu
R/ dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun dan peredaran darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2 untuk janin dapat dipenuhi
2.                                                                  Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/ dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke placenta menjadi lancar
3.                                                                  Pantau tekanan darah ibu
R/ untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke placenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.
4.                                                                  Memantau bunyi jantung ibu
R/ dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurukan  menandakan suplai O2 ke placenta berkurang sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya.
5.                                                                  Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load jantung dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke placenta menjadi adekuat.






d.      Diagnosa keperawatan 4
Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
    • Ibu tampak tenang
    • Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
    • Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi :
      1. Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif
3.  Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati



4.      Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan






5.      Evaluasi
·  Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau aspirasi dicegah
    • Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
    • Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
    • Dx 4 :
Ibu tampak tenang
Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekaran




DAFTAR PUSTAKA


Heller, Luz. 1988. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakrta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Wiknojosatro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo