03 May 2011

Gejala Kecukupan Oksigen

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pernapasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernapasan ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan napas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
Kompliansi merupakan kemampuan paru distensi atau mengembang sebagai respon terhadap peningkatan tekanan intraalveoral. Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar, interstisial, fibrosis pleura dan kelainan struktur traumatik atau congenital, seperti kifosis atau fraktur iga.
Surfaktan merupakan zat kimia yang diproduksi di paru oleh sel tipe dua alveolar yang mempertahankan tegangan permukaan alveoli dan mencegah dari kolaps.
Tahanan jalan napas merupakan perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli terkait dengan kecepatan aliran gas yang diinspirasi. Tahanan jalan napas dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi jalan napas, penyakit di jalan napas kecil (seperti asam), dan edema trakeal. Jika tahanan meningkat, jumlah udara yang melalui jalan napas anatomis menurun.
Otot buntu pernapasan dapat meningkatkan volume paru selama inspirasi. Klien yang mengalami penyakit pulmonar obstruksi kronik, khususnya emfisema, seringkali menggunakan otot ini untuk meningkatkan volume paru. Selama pengkajian perawat dapat mengobservasi peningkatan klavikula klien selama inspirasi.
Kompliansi yang meningkat, tahanan jalan napas yang meningkat, ekspirasi yang aktif, atau penggunaan otot bantu napas meningkatkan kerja pernapasan, menyebabkan penggunaan energi meningkat. Untuk memenuhi penggunaan energi ini, tubuh meningkatkan kecepatan metabolismenya dan kebutuhan akan oksigen, sama seperti eliminasi karbon dioksida. Rangkaian ini merupakan siklus sebab akibat pada klien yang mengalami kerusakan ventilasi, pada keadaan lebih lanjut akan menyebabkan penurunan status pernapasan dan kemampuan oksigenasi yang adekuat. Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi ventilasi atau transport oksigen. Kelima perubahan primer tersebut adalah hipoksia, hipokapnia, hiperkapnia, hipoventilasi, dan heperventilasi.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah yaitu :
1.      Apakah yang dimaksud dengan hipoksia?
2.      Apakah yang dimaksud dengan hipokapnia?
3.      Apakah yang dimaksud dengan hiperkapnia?
4.      Apakah yang dimaksud dengan hipoventilasi?
5.      Apakah yang dimaksud dengan hiperventilasi?

1.3  Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk dapat mengetahui dan memahami tentang hipoksia, hipokapnia, hiperkapnia, hipoventilisasi, hiperventilisasi.

1.4  Manfaat
Manfaat yang diharapkan penulis kepada pembaca yaitu supaya kita dapat mengetahui dan memahami tentang hipoksia, hipokapnia, hiperkapnia, hipoventilisasi, hiperventilisasi


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan atau defisiensi oksigen karena berkurangnya kadar oksigen dibandingkan kadar normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ.  Istilah ini lebih tepat bila dibandingkan dengan anoksia karena ketiadaan O2 di jaringan jarang dijumpai.
Secara umum, hipoksia dibagi dalam empat jenis. Berbagai klasifikasi lain telah digunakan, tetapi system empat jenis ini tetap sangat berguna bila definisi tiap-tiap istilah tetap diingat. Keempat kategori hipoksia adalah sebagai berikut :
a.       Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), yaitu bila PO2 darah dari arteri berkurang
b.      Hipoksi anemik yaitu bila PO2 darah arteri normal namun jumlah hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut O2 berkurang.
Saat istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat karena terdapat peningkatan kadar 2,3-BPG di dalam sel darah merah, kecuali bila defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun begitu, penderita anemia dapat mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan aktivitas fisik karena adanya keterbatasan kemampuan untuk meningkatkan pengangkutan O2 ke jaringan yang aktif.
c.       Hipoksia stagnan atau iskemik yaitu, bila aliran darah ke jaringan sangat rendah sehingga O2 yang dihantarkan ke jaringan tidak cukup, meskipun PO2 dan konsentrasi hemoglobin normal. Hipoksia akibat sirkulasi yang lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada jeadaan normal, aliran darah ke paru-paru sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka panjang untuk menimbulkan kerusakan yang berarti. 
d.      Hipoksia histotoksik yaitu, bila jumlah O2 yang dihantarkan ke jaringan memadai, namun oleh karena kerja suatu agen toksik, sel jaringan tak mampu menggunakan O2 diberikan.
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering disebabkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidase dan mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan membentuk methemoglobin, yang akan bereaksi dengan sianida, menghasilkan sianmethemoglobin, yakni suatu senyawa non-toksik. Kemampuan pengobatan dengan menggunakan senyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat terbentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik juga dapat bermanfaat.

Hipoksia dapat disebabkan oleh yaitu sebagai berikut :
1.   Penurunan kadar hemoglobin dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen
2.   Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
3.   Ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah, seperti yang terjadi pada kasus keracunan sianida
4.   Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti pada kasus pneumonia
5.   Perfusi darah yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk, seperti yang terjadi pada syok
6.   Kerusakan ventilasi, seperti yang terjadi pada fraktur iga multiple atau trauma dada.

Tanda Hipoksia yaitu sebagai berikut :
·     Gelisah                                                                                                               
·     Rasa takut, ansietas
·     Disorientasi
·     Penurunan kemampuan berkonsentrasi
·     Penurunan tingkat kesadaran
·     Peningkatan keletihan
·     Pusing
·     Perubahan perilaku
·     Peningkatan frekuensi nadi
·     Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan
·     Peningkatan tekanan darah
·     Disritmia jantung
·     Pucat
·     Sianosis, Clubbing, Dispnea

Klien yang mengalami hipoksia tidak mampu berbaring, tampak letih dan gelisah. Perubahan tanda vital meliputi peningkatan frekuensi nadi dan peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan. Selama tahap awal hipoksia, tekanan darah meningkat, kecuali jika kondisi tersebut disebabkan syok. Seiring dengan semakin memburuknya hipoksia, maka frekuensi pernapasan menurun sebagai akibat keletihan otot pernapasan.

 

Gejala hipoksia

Gejala-gejala hipoksia umum tergantung pada tingkat keparahan dan percepatan onset. Dalam kasus penyakit ketinggian, dimana hipoksia mengembangkan secara bertahap, gejala-gejala termasuk sakit kepala, kelelahan, sesak napas, perasaan euforia dan mual.
Pada hipoksia berat, atau hipoksia onset yang sangat cepat, perubahan tingkat kesadaran, kejang, koma, priapisme, dan kematian terjadi. parah hipoksia menginduksi perubahan warna biru pada kulit, yang disebut sianosis.
Karena hemoglobin merah gelap bila tidak terikat untuk oksigen (deoxyhemoglobin), yang bertentangan dengan warna merah kaya yang telah ketika terikat oksigen (oksihemoglobin), jika dilihat melalui kulit ini memiliki kecenderungan meningkat untuk memantulkan cahaya biru kembali ke mata. Dalam kasus di mana oksigen dipindahkan oleh molekul lain, seperti karbon monoksida, kulit mungkin muncul 'ceri merah' bukan cyanotic.

Pengobatan hipoksia

Untuk mengatasi pengaruh dari-ketinggian penyakit tinggi, tubuh harus kembali arteri PO2 menuju normal. Aklimatisasi, cara-cara yang tubuh beradaptasi dengan ketinggian yang lebih tinggi, hanya sebagian mengembalikan PO2 ke tingkat standar. Hiperventilasi, tubuh yang paling umum respon terhadap kondisi ketinggian-tinggi, meningkatkan alveolar PO2 dengan meningkatkan kedalaman dan tingkat pernapasan. Namun, sementara PO2 tidak membaik dengan hiperventilasi, tidak kembali normal. Studi penambang dan astronom yang bekerja di 3000 meter dan di atas menunjukkan peningkatan alveolar PO2 dengan aklimatisasi penuh, namun tingkat PO2 tetap sama dengan atau bahkan di bawah ambang batas untuk terapi oksigen terus-menerus untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Selain itu, ada komplikasi terlibat dengan aklimatisasi. Polycythemia, di mana tubuh akan meningkatkan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi, mengental darah, meningkatkan bahaya bahwa jantung tidak dapat memompa itu.
Dalam kondisi ketinggian tinggi, pengayaan oksigen hanya dapat menangkal efek hipoksia. Dengan meningkatkan konsentrasi oksigen di udara, efek dari tekanan udara rendah yang balas dan tingkat PO2 arteri dipulihkan terhadap kapasitas normal. Sejumlah kecil oksigen mengurangi ketinggian setara di kamar iklim yang dikontrol. Pada 4000 m, menaikkan tingkat oksigen konsentrasi dengan 5 persen melalui konsentrator oksigen dan sistem ventilasi yang ada memberikan setara ketinggian 3000 m, yang jauh lebih lumayan untuk meningkatnya jumlah rendah pendarat yang bekerja di dataran tinggi. Dalam sebuah penelitian para astronom yang bekerja di Chili pada 5050 m, oksigen konsentrator meningkatkan tingkat konsentrasi oksigen oleh hampir 30 persen (yaitu, dari 21 persen menjadi 27 persen). Hal ini mengakibatkan produktivitas pekerja meningkat, kelelahan kurang, dan tidur ditingkatkan.
konsentrator Oksigen secara unik cocok untuk tujuan ini. Mereka membutuhkan sedikit perawatan dan listrik, menyediakan sumber oksigen yang konstan, dan menghilangkan mahal, dan sering berbahaya, tugas mengangkut tabung oksigen ke daerah-daerah terpencil. Kantor dan perumahan sudah memiliki kamar iklim-dikendalikan, di mana suhu dan kelembaban disimpan pada tingkat yang konstan. Oksigen dapat ditambahkan ke sistem ini dengan mudah dan relatif murah.

2.2 Hipokapnia
Hipokapnia adalah penurunan kadar CO2 dalam darah, biasanya terjadi akibat hiperventilasi (pernafasan cepat) dan penghembusan CO2 mnyebabkan terjadinya alkalosis (jumlah bikarbonat berlebih). Saat melakukan hiperventilasi volunter, PCO2  darah arteri akan turun dari 40 mmHg sampai serendah 15 mmHg, sementara PO2 alveolus meningkat sampai 120-140 mmHg
Pengaruh hipokapnia kronis dapat dilihat pada penderita neurotik dengan hiperventilasi menahun. Aliran darah serebrum dapat berkurang sebesar 30% atau lebih akibat efek hipoksia langsung berupa kontriksi pembuluh darah otak. Iskemia serebrum menyebabkan rasa ringan dikepala, rasa pening dan kesemutan (parestesia). Hipokapnia juga meningkatkan curah jantung. Hipokapnia memiliki efek kontriksi langsung pada berbagai pembuluh darah perifer. Namun menimbulkan depresi pusat vasomotor sehingga tekanan darah umumnya tidak berubah atau sedikit meningkat.
Akibat lain dari hipokapnia adalah alkalosis respiratorik, dengan peningkatan Ph darah mencapai 7,5 atau 7,6. Meskipun kadar HCO3 plasma rendah, tetapi reabsorpsi HCO3 berkurang karena sekresi asam dihambat oleh PCO3 yang rendah diginjal. Kadar kalsium total dalam plasma tidak berubah, tetapi kadar Ca2+ dalam plasma turun dan individu dengan hipokapnia mengalami spasme karpopedal, tanda Chvostek positif, serta gejala tetani lainnya.
Tanda dan gejala yang sering berkaitan dengan hipokapnia adalah sering mendesah dan menguap, pusing, palpitasi, tangan dan kaki kesemutan dan baal, serta kedutan otot. Hipokapnia hebat (PaCO2  < 25 mmHg) dapat menyebabkan kejang.

2.3 Hiperkapnia
Hiperkapnia adalah peningkatam kadar CO2 dalam cairan tubuh dan sering disertai dengan hipoksia. Jika CO2 berlebih akan meningkatkan respirasi dan konsentrasi ion hydrogen yang akan menyebabkan asidosis (kadar asam berlebihan). Retensi CO2 di dalam tubuh (hiperkapnia) pada awalnya akan merangsang pernapasan. Retensi CO2 dalam jumlah yang lebih besar menimbulkan gejala akibat depresi system saraf pusat : gangguan mental (confusion), penurunan ketajaman sensorik, dan kemudian koma dengan depresi pernapasan serta kematian. Pada penderita dengan gejala tersebut didapatkan peningkatan PCO2 yang tinggi, asidosis respiratorik berat, dan kadar HCO3 plasma yang dapat melebihi 40 meq/L. Sejumlah besar HCO3 akan diekskresikan, namun HCO3 yang direabsorpsi lebih banyak lagi sehingga HCO3 plasma meningkat dan mengkompensasi sebagaian asidosis.
            CO2 jauh lebih mudah larut dibandingkan O2 sehingga hiperkapnia jarang sekali menjadi masalah pada penderita fibrosis paru. Namun, keadaan ini timbul pada ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, dan apapun penyebabnya, ventilasi alveolus menjadi tidak adekuat pada berbagai bentuk kegagalan pompa. keadaannya diperberat bila pembentukan CO2 meningkat. Contohnya, pada penderita demam, terjadi peningkatan pembentukan CO2 sebesar 13% untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1oC, dan tingginya asupan karbohidrat meningkatkan pembentukan CO2 akibat peningkatan RQ. Pada keadaan normal, ventilasi alveolus bertambah dan lebih banyak CO2 yang diekspirasikan, namun CO2 akan menumpuk jika ventilasi terganggu.
Penyeabab utama hiperkapnia adalah penyakit obstruktif saluran napas, obat-obat yang menekan fungsi pernapasan, trauma dada atau pembedahan abdominal yang mengakibatkan pernapasan menjadi dangkal, dan kehilangan jaringan paru. Tanda klinik yang dikaitkan dengan hiperkapnia adalah : kekacauan mental yang berkembang menjadi koma, sakit kepala (vasodilatasi serebral), asteriksis atau tremor kasar pada tangan yang teregang (flaping tremor), dan volume denyut nadi yang penuh disertai tangan dan kaki yang terasa panas dan berkeringat (akibat vasodilatasi perifer karena hiperkapnia). Hiperkapnia kronik akibat penyakit paru kronik dapat mengakibatkan pasien sangat toleran terhadap PaCO2 yang tinggi, sehingga pernapasan terutama dikendalikan oleh hipoksia. Dalam keadaan ini, bila diberikan oksigen, pernapasan akan dihambat sehingga hiperkapnia bertambah berat.
Beberapa mekanisme yang dapat menyebabkan hiperkapnia adalah Drive respiratori yang insufisien, defek ventilatori pump, beban kerja yang sedemikian besar sehingga terjadi kecapaian pada otot pernafasan dan penyakit intrinsik paru.

2.4 Hipoventilasi
Hipoventilasi merupakan penyebab hiperkapnia yang paling sering. Selain meningkatnya PaCO2 juga terdapat asidosis respirasi yasng sebanding dengan kemampuan bufer jaringan dan ginjal. Menurunnya VA, pertama dapat disebabkan oleh karena menurunnya faktor minute ventilation (VE) yang sering disebut sebagai hipoventilasi global atau kedua, karena meningkatnya dead space (VD). Penyebab hipoventilasi global adalah overdosis obat yang menekan pusat pernafasan.
Kurangnya ventilasi dibandingkan dengan kebutuhan metabolic ,sehingga terjadi peningkatan P karbon dioksida dan asidosis. Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun ,maka PaCO2 akan meningkat. Atelektasis akan menghasilkan hipoventilasi. Atelektasis merupakan koalps alveoli yang mencegah pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam pernapasan. Karena alveoli koalps, maka paru yang diventilasi lebih sedikit dan menyebabkan hipoventilasi.
Pada klien yang menderita penyakit obstruksi paru, pemberian oksigen yang berlebihan dapat mengakibatkan hipoventilasi. Klien ini beradaptasi terhadap kadar karbon dioksida yang tinggi dan kemoreseptor yang peka pada karbon dioksida yang tinggi dan kemoreseptor yang peka pda hakikatnya tidak berfungsi. Klien ini terstimulus untuk bernapas jika PaO2 menurun. Apabila jumlah oksigen yang diberikan berlebihan, maka kebutuhan oksigen dipenuhi dan stimulus untuk bernapas negative. Konsentrasi oksigen yang tinggi (misalnya lebih besar dari 24% sampai 28% ,1 sampai 3 Liter/menit) mencegah penurunan  PaO2 dan menghilangkan stimulus untuk bernafas, sehingga terjadi hipoventilasi. Retensi CO2 yang berlebihan menyebabkan nafas terhenti.

Tanda dan gejala hipoventilasi alveolar
Ø      Pusing
Ø      Nyeri kepala (dapat dirasakan di daerah oksiptal hanya saat terjaga)
Ø      Letargi
Ø      Disorientasi
Ø      Penurunan kemampuan mengikuti instruksi
Ø      Disritmia jantung
Ø      Ketidakseimbangan elektrolit
Ø      Konvulsi
Ø      Koma
Ø      Henti jantung
Apabila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, maka kondisi klien akan menurun dengan cepat. Akibatnya dapat terjadi kebingungan,tidak sadar,dan kematian.Terapi untuk menangani hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasari gangguan tersebut,kemudian tingkatkan oksigenasi jaringan, perbaiki fungsi ventilasi dan upayakan keseimbangan asam basa.

2.5 Hiperventilasi
Hiperventilasi adalah pernafasan cepat dan dalam. Alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.

Penyebab Dan Mekanisme
Biasanya disebabkan oleh tekanan psikis / stres psikis misalnya histeria, takut yang berlebihan, sedih yang berlebihan atau marah. Napas yang berlebihan menyebabkan perubahan kimiawi darah yaitu meningkatkan level pH menjadi alkalis.
Penyebab terjadinya hiperventilasi adalah pernafasan yang sangat cepat dan dalam yang menyebabkan terlalu banyak jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Jika cemas berkurang dan napas kembali normal, maka hiperventilasi akan mereda.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik : rasa nyeri, sirosis hati, kadar oksigen darah rendah, demam, over doosis aspirin. Gejala alkalosis respiratorik dapar membuat penderita cemas dan dapat menyebabkan rasa gatal pada sekitar bibir dan wajah. Jika keadaan makin memburuk bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
Diagnosa pada penderita hiperventilasi ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar karbondioksida dalam darah arteri. PH darah sering meningkat. Pengobatan yang dibutuhkan adalah perlambatan pernafasan jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafaan dapat meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, berikan obat pereda rasa nyeri. Atau menghembuskan nafas dalam kantong kertas, dapat membantu meningkatkan karbondioksida, setelah penderita menghirup karbondioksida yang telah dihembuskan sebelumnya. Pilihan ini adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafas selama mungkin. Kemudian menarik nafas dangkal dan menahan nafas kembali hal ini dilakukan berulang kali dalam satu rangkaian sebanyak 6 kali sampai 10 kali. Apabila kadar karbondioksida mulai meningkat itu berarti gejala hiperventilasi mulai membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

Cara mengenali
Tanda pasti
  • Terlihat bernapas cepat dengan tarikan napas yang dalam
Mungkin ada
  • Kecemasan
  • Sakit kepala
  • Prilaku mencari perhatian (misal berteriak-teriak)
  • Kram pada tangan dan kaki
  • Tangan terasa kaku, kesemutan, bergetar
  • Jari-jari tangan menguncup dan lentik, biasanya tidak bisa digerakkan.

Penanganan
Tujuan penanganan
  • Mengurangi tekanan psikis yang di alami penderita
  • Mengembalikan pH darah menjadi normal
Langkah Penanganan
Bernapas dengan kantong kertas
  • Tenangkan korban dengan berbicara dengan lembut
  • Dengarkan jika penderita menceritakan masalahnya
  • Ajak penderita ke tempat yang lebih sepi, temani maksimal 2 orang saja
  • Jika timbul kram atau jari-jari yang menguncup, maka usahakan penderita bernapas dengan kantong kertas (untuk meningkatkan kadar CO2 sehingga pH darah menjadi normal)
  • Sarankan untuk menemui dokter
Jangan Lakukan
  • Berusaha ingin tahu masalah yang dihadapi penderita
  • Jangan dikerubungi
Tujuan ventilasi ialah menghasilkan tegangan karbon dioksida di arteri yang normal dan mempertahankan tegangan oksigen di arteri yang normal. Hiperventilasi dan hipoventilasi berkaitan dengan ventilasi alveolar dan bukan berkaitan dengan frequensi pernapasan klien. Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal di vena,yang diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh :
ü    Ansietas (kecemasan)
ü    Infeksi
ü    Obat-obatan
ü    Ketidakseimbangan asam basa
ü    Hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok
Ansietas akut dapat mengarah kepada hiperventilasi dan menyebabkan kehilangan kesadaran akibat ekshalasi karbon dioksida yang berlebihan. Demam menyebabkan hiperventilasi. Untuk setiap peningkatan satu derajat Fahrenheit, terdapat peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 7%, sehingga  menyebabkan  peningkatan produksi karbon dioksida. Respons klinis yang dihasilkan ialah peningkatan frequensi dan kedalaman pernapasan.
Hiperventilasi juga disebabkan kimiawi. Keracunan salsilat (aspirin) memyebabkan kelebihan stimulus pada pusat pernapasan karena tubuh berusaha mengompensasi kelebihan karbon dioksida. Amfetamin juga meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan produksi karbon dioksida. Hiperventilasi juga dapat terjadi ketika tubuh berusaha mengompensasi asidosis metabolic dengan memproduksi alkalosis respiratorik. Ventilasi meningkat untuk menurunkan jumlah karbon dioksida yang tersedia untuk membentuk asam karbonat.
Hiperventilasi alveolar menghasilkan banyak tanda dan gejala yang dapat dikaji. Tanda dan gejala hiperventilasi alveolar adalah :
ü      Takikardia
ü      Napas pendek
ü      Nyeri dada
ü      Pusing
ü      Sakit kepala ringan
ü      Disorientasi
ü      Paretesia
ü      Baal ( pada ekstremitas,sirkumolar)
ü      Tinnitus
ü      Pengelihatan yang kabur
ü      Tetani

Hemoglobin tidak membebaskan oksigen ke jaringan dengan mudah sehingga terjadi hipoksia jaringan. Apabila gejala memburuk, klien menjadi lebih terganggu yang pada tahap lanjut akan meningkatkan frequensi pernapasan dan menyebabkan alkalosis respiratorik


BAB III
PENUTUP

3.2  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat di simpulkan :
ü      Hipoksia adalah kekurangan O2 ditingkat jaringan atau defisiensi oksigen karena berkurangnya kadar oksigen dibandingkan kadar normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ. 
ü      Hipokapnia adalah penurunan kadar CO2 dalam darah, biasanya terjadi akibat hiperventilasi (pernafasan cepat) dan penghembusan CO2 mnyebabkan terjadinya alkalosis (jumlah bikarbonat berlebih).
ü      Hiperkapnia adalah peningkatam kadar CO2 dalam cairan tubuh dan sering disertai dengan hipoksia. Jika CO2 berlebih akan meningkatkan respirasi dan konsentrasi ion hydrogen yang akan menyebabkan asidosis (kadar asam berlebihan).
ü      Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbon dioksida secara adekuat.
ü      Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebihan, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolism selular. Heperventilasi dapat disebabkan oleh ansietas, infeksi, obat-obatan, ketidakseimbangan asam basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau syok.

3.2  Saran
Sayangilah sistem pernapasan kita dengan cara berorahraga teratur, menjaga pola makan yang teratur dan seimbang. Agar pernapasan kita selalu dalam keadaan yang cukup oksigen.
Untuk menangani hiperventilasi dan hipoventilasi dimulai dengan mengobati penyebab yang mendasari gangguan tersebut, kemudian tingkatkan oksigenasi jaringan, perbaiki fungsi ventilasi dan upayakan keseimbangan asam basa.

 
Daftar Pustaka

Ensiklopedia Keperawatan / editor, Chris Brooker ; alih bahasa, Andry Hartono, Brahm U. Pendit, Dwi Widiarti ; editor edisi bahasa Indonesia, Etsu Tiar. Jakarta : EGC, 2008.
Harrison. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Potter & Perry.2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC
W .F. Ganong. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta : EGC
http://udayatimade.blogspot.com/2011/05/gejala-kecukupan-oksigen.html
www.scribd.com/doc/54311055/Tanda-Dan-Gejala-Kecukupan-Oksigen-PRINT