A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Definisi / Pengertian
Eklamsia kelainan akut pada
ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang
atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia (Hipertensi,
oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu
komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (S > 180 mmHg, D > 110 mmHg), proteinuria, oedema, kejang dan/atau penurunan
kesadaran.
Eklampsia adalah akut dengan
kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalam nifas disertai dengan
hipertensi, edema, dan proteinuria. (Obsetri Patologi ; UNPAD).
Eklampsia adalah suatu
keadaan dimana didiagnosis ketika pre eklampsia memburuk menjadi
kejang (Helen Varney ; 2007).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan yaitu
eklampsia
adalah suatu keadaan dimana pre eklampsia tidak dapat diatasi sehingga mengalami
gangguan yang lebih lanjut yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria serta
kejang.
2.
Epidemiologi / Insiden Kasus
Eklampsia selalu menjadi
masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan paling berbahaya dalam
kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat kematian akibat eklampsia
mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun terakhir, dengan persentase 10 %
– 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira-kira 6% dari seluruh
kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya mencapai 207
kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre eklamsia berat
harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu hamil. Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta
korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui kematian
ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi,
yakni 42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil.
Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan
oleh kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal. Sebab kematian bayi
terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan dengan yang
sering diduga, eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun. Ditemukan bahwa
pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan pertama, frekuensi
hipertensi 15 tahun kemudian/lebih, tidak lebih tinggi daripada mereka yang
hamil tanpa eklampsia.
3.
Etiologi / Penyebab
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a.
Teori Genetik
Eklamsia
merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak
wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b.
Teori Imunologik
Kehamilan
sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing
karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh
ibu. Adaptasi
dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak
dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon
imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam
adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c.
Teori Iskhemia Regio Utero
Placental
Kejadian
eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta menimbulkan
bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso
konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin
angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar
yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya
akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan
proteinuria dan oedem lebih jauh.
d.
Teori Radikal Bebas
Faktor
yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas
merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat
reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau
dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak
berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan
kerusakan sel. Pada eklamsia sumber
radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia
mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang
banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada
eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi
radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e.
Teori Kerusakan Endotel
Fungsi
sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar
tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh
vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya
radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak
jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa
sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh
darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada
glumerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis”.
Gambaran kerusakan endotel pada ginjal
yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f.
Teori Trombosit
Placenta
pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik
secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero placenta
menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak
jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan
pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi
kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga
berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin
yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah
karena gangguan sirkulasi.
g.
Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan kalsium,
kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan
kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga
menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya
strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari
otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi
dan meningkatkan tekanan darah.
4.
Patofisiologi
Eklampsia dimulai dari
iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu
diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang
berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin
yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta
mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang
belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan
aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan
semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air
dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat
penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan
ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal
unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi
vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial.
Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari
sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ
tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya
gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin
Growth Retardation.
5.
Pathway
6.
Tanda dan Gejala Klinis
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20
minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4
tingkat, meliputi :
a.
Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35
detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata
dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
b.
Stadium kejang tonik
Seluruh otot
badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam,
pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit,
berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c.
Stadium kejang klonik
Semua otot
berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan
menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka
kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti
dan penderita tidak sadar, menarik nafas
seperti mendengkur.
d.
Stadium koma
Lamanya
ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran
timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma (Muchtar
Rustam, 1998: 275).
7.
Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi:
a. Eklampsia gravidarum
·
Kejadian 50% sampai 60%
·
Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
·
Kejadian sekitar 30% sampai 35%
·
Batas dengan eklampsia gravidarum sukar
ditentukan terutama saat mulai inpartu
c. Eklampsia puerperium
·
Kejadian jarang yaitu 10%
·
Terjadi serangan kejang atau koma
setelah persalinan berakhir
8.
Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian
ibu dan janin. Usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di
bawah ini biasanya terjadi pada eklampsia :
a. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi
pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23%
hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara
berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat
kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau
destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab
utama kematian maternal penderita eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk
sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya
satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada
eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas
untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan
sel-sel hati juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnyz.
h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver
enzymes, dan low platelet.
i.
Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis
glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
j.
Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan
fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC
(dessiminated intravaskuler coogulation)
k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.
9.
Pemeriksaan Diagnostik /
penunjang
Pada umumnya diagnosa
pre eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias gejala utama. Uji diagnostik
yang dilakukan pada pre eklamsia menurut Prawirohardjo, S, 1999 adalah :
· Uji
Diagnostik Dasar diukur melalui :
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine,
pemeriksaan oedem, pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.
· Uji
Laboratorium Dasar
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi).
b. Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino transferase, dan lain-lain).
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
· Uji
Untuk Meramalkan Hipertensi
a. Roll over test.
Cara memeriksa :
Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik,
kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu
bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT (+) jika
perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika perbedaan < 15 mmHg.
b. Pemberian infus angiotensin II
c. Mean Arterial Pressure yaitu : tekanan siastole + 2 tekanan diastole
3
Hasil (+) : > 85
10. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada
pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk
menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi
diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang dapat
mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan
yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan
bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar
penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan
lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa
obat, misalnya:
· Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan
kejang dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini
mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat
diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya
kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan
sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
· Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan
saraf pusat pada hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari
susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah,
meningkatkan dieresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang
diberikan ialah 8g dalam larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6
jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau
lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml per hari; selain intramuskulus,
sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang
diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara
perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam
10 ml sebagai antidotum.
· Lytic cocktail yang terdiri atas petidin
100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5%
500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan
keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit
dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran
dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia
harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti
keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia
adalah :
a.
Data subyektif :
-
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20
tahun atau > 35 tahun
-
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi,
oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
-
Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,
vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM
-
Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
-
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan
pokok maupun selingan
-
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat
menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
b.
Data Obyektif :
-
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
-
Palpasi : untuk mengetahui TFU
(tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi edema
-
Auskultasi : mendengarkan DJJ
(denyut jantung janin) untuk mengetahui adanya fetal distress
-
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM (jika refleks + )
-
Pemeriksaan penunjang ;
· Tanda vital yang diukur
dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jam
· Laboratorium : protein uri dengan
kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2
pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat
jenis urine
meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
· Berat badan : peningkatannya
lebih dari 1 kg/minggu
· Tingkat kesadaran ;
penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
· USG ; untuk mengetahui
keadaan janin
· NST : untuk mengetahui
kesejahteraan janin
2.
Diagnosa Keperawatan yang
mungkin muncul
a.
Ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang
b.
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin
berhubungan dengan perubahan pada plasenta
c.
Risiko cedera pada janin
berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
d.
Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang
tidak efektif terhadap proses persalinan
3.
Rencana Tindakan Keperawatan
a.
Diagnosa keperawatan 1
ketidakefektifnya
kebersihan jalan nafas b.d kejang
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas maksimal.
Kriteria
Hasil :
· Pasien akan
mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau aspirasi
dicegah
Intervensi:
1)
Anjurkan pasien untuk
mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu atau alat yang lain untu
menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.
R/ menurunkan
risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
2)
Letakkan pasien pada posisi
miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.
R/ meningkatkan
aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3)
Tanggalkan pakaian pada daerah
leher atau dada dan abdomen.
R/ untuk
memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4)
Lakukan penghisapan sesuai
indikasi
R/ menurunkan
risiko aspirasi atau aspiksia
5)
Berikan tambahan oksigen atau
ventilasi manual sesuai kebutuhan.
R/
dapat menurunkan hipoksia cerebral
.
b.
Diagnosa keperawatan 2
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin
berhubungan dengan perubahan pada plasenta
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
perawatan tidak terjadi foetal distress pada janin
Kriteria Hasil :
- DJJ ( + ) : 12-12-12
- Hasil NST : Normal
- Hasil USG : Normal
Intervensi :
1.
Monitor DJJ sesuai indikasi
R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia,
prematur dan solusio plasenta
2.
Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena
hipertensi sehingga timbul IUGR
3.
Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri
perut, perdarahan, rahim tegang,
aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan
tahu akibat hipoxia bagi janin
4.
Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi
jantung serta aktifitas janin
5.
Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin
c.
Diagnosa keperawatan 3 :
Risiko
cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
Tujuan : agar cedera tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1.
Istirahatkan ibu
R/
dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun dan peredaran
darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2 untuk janin dapat
dipenuhi
2.
Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/
dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian kanan tidak tertekan
oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke placenta menjadi lancar
3.
Pantau tekanan darah ibu
R/
untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti tekanan darah tinggi,
aliran darah ke placenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.
4.
Memantau bunyi jantung ibu
R/
dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurukan menandakan suplai O2 ke placenta berkurang
sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya.
5.
Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/
dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load jantung
dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan
menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke placenta menjadi adekuat.
d.
Diagnosa keperawatan 4
Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping
yang tidak efektif terhadap proses persalinan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
- Ibu tampak tenang
- Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
- Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan ibu
R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa
ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan
tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan
dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptif
3. Gali dan
tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme
koping yang dimiliki ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi
keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan
hati
4.
Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan
5.
Evaluasi
· Dx 1: Pasien akan
mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau aspirasi
dicegah
- Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
- Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
- Dx 4 :
Ibu tampak tenang
Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekaran
DAFTAR PUSTAKA
Heller, Luz. 1988. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakrta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Wiknojosatro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo