10 January 2020

Luka Bakar

 

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.      DEFINISI

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu, serta  merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (Potter & Perry, 2006).

Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001).

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama (Smeltzer & Bare, 2002).

Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh  kontak dengan agens, termal, kimiawi, atau listrik yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Lynn, 2009).

Luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang tidak hanya disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, listrik, dan pemajanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari (Azzis, 2008).

 

 

2.      EPIDEMIOLOGI

Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir iniyang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik dengan anggota tim yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada pasien dan keluarganya.

Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar (Smeltzer & Bare, 2002).

 

3.      ETIOLOGI

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu luka bakar juga disebabkan oleh ledakan, aliran listrik, api, zat kimia, uap panas, minyak panas, dan  pajanan suhu tinggi dari matahari. Ada lima mekanisme timbulnya luka bakar, yaitu:

a.    Api : kontak dengan kobaran api.

b.    Luka bakar cair : kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.

c.    Luka bakar kimia : asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan organik.

d.   Luka bakar listrik : tidak terlalu sering terjadi di Indonesia. Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar listrik memiliki karakteristik yang unikkarena sekalipun sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh, kebakaran/ kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.

e.    Luka bakar kontak : kontak langsung dengan objek panas, misalnya dengan wajan panas atau knalpot sepeda motor. Hal ini sangat sering terjadi di Indonesia.

 

 

4.      KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Menurut Arif Mutaqqin (2011) penyebab luka bakar dapat dibagi dalam beberapa jenis, meliputi hal-hal berikut ini :

a.       Luka Bakar Termal

Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.

b.      Luka Bakar Bahan Kimia

Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer.

 

c.       Luka Bakar Elektrik

Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.

d.      Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.

 

Berdasarkan berat ringannya luka bakar maka dapat diklasifikasikan menjadi:

a.       Luka bakar berat (major burn)

·         Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun.

·         Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama.

·         Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.

·         Adanya cedera inhalasi tanpa memperhitungkan luas luka bakar.

·         Luka bakar listrik tegangan tinggi.

·         Disertai trauma lainnya.

·         Pasien-pasien dengan risiko tinggi.

b.      Luka bakar sedang (moderate burn)

·         Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.

·         Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %.

·         Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

c.       Luka bakar ringan (minor burn)

a.       Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa.

b.      Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut.

c.       Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

 

Berdasarkan fase terjadinya, luka bakar diklasifikasikan menjadi:

a.       Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.Gangguan yang terjadi pada saluran nafas juga dikarenakan adanya eskar melingkar di dada dan trauma multipel di rongga toraks. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik, seperti keseimbangan cairan elektrolit atau syok hipovolemia. 

b.      Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi dan infeksi, problempenutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju, epitel luas, dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional, keadaan hipermetabolisme. Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).

c.       Fase lanjut.

Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas, serta kontraktur struktur tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

 

Luka bakar juga dapat dibagi berdasarkan kedalaman lukanya. Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Klasifikasi luka bakar menurut kedalamannya, yaitu:

a.       Derajat I

Superficial burn adalah luka bakar permukaan yang tidak terlalu serius dan hanya mengenai lapisan kulit bagian atas. Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Diakibatkan karena tersengat matahari, terkena api dengan intensitas yang rendah. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

b.      Derajat II

Partial thickness burn (luka bakar parsial) adalah luka bakar yang mengenai sebagian dari ketebalan kulit. Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Dapat diakibatkan karena tersiram air mendidih dan terbakar oleh api. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, jaringan kolagen, dan folikel rambut. Dengan adanya jaringan yang masih sehat, luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

c.       Derajat III

Full thickness burn adalah luka bakar yang mengenai seluruh ketebalan kulit. Struktur di bawah kulit pun sering kali mengalami kerusakan. Kerusakan meliputi seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga organ atau jaringan yang lebih dalam diakibatkan oleh nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus listrik. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

d.      Derajat IV

Luka bakar ini telah mencapai jaringan otot ataupun tulang, kerusakan yang ditimbulkan hingga menimbulkan arang pada anggota yang terbakar.

 

Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:

a.       Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

b.      Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa. Pada dewasa digunakan’The Rule of Nines’ yang dikembangkan oleh Wallace (1940), dimana setiap anggota badan dihitung berdasarkan kelipatan sembilan ini, yaitu: kepala 9%, tubuh bagian depan 18%, tubuh bagian belakang 18%, ekstremitas atas 18%, ekstremitas bawah kanan 18%, ekstremitas bawah kiri 18%, organ genital 1%.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

luka bakar

 

5.      PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer (2002) luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock (syok Hipovolemik) merupakan komplikasi yang sering terjadi. Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak, dan permeabilitas vaskuler meningkat. Terjadi kehilangan cairan dan viskositas plasma akan meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Sel darah yang ada di dalam vaskuler pun ikut rusak (hemolisis) sehingga dapat terjadi anemia. Eritrosit dan leukosit  yang tetap berada dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit.  Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi (perubahan molekul misalnya cair menjadi gas) sehingga terjadi kekurangan cairan. Hal tersebut mengarah pada kurangnya volume cairan atau terjadinya syok hipovolemik, tergantung dari banyaknya cairan yang hilang dan respon tubuh terhadap resusitasi.

Meningkatnya permeabilitas menyebabkan cairan di intravaskuler berpindah menuju intertisiil sehingga menimbulkan edema dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Pada saat yang sama juga terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel serta terjadinya kekurangan sodium dalam intravaskuler.

Kehilangan cairan juga diakibatkan oleh penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke dalam bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III. Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara massive akan berpengaruh pada sistem kardiovaskular. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler. Penurunan curah jantung diikuti dengan penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi.

Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital serta menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan membuat tubuh mengadakan respon dengan menurunkan sirkulasi pada sistem gastrointestinal yang menyebabkan terjadinya ilius paralitik, tachycardia,dan tachypnea. Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik karena syok. Hipermetabolisme dan stres yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptikum. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan dekompresi lampung (dengan pemasangan sonde lambung). Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duodenum.

Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin (hormon stress yang dikeluarkan kelenjar adrenal sehingga meningkatkan tekanan darah), dimana juga terjadi peningkatan temperatur, metabolisme, dan hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian mengakibatkan penipisan cadangan glukosa dan ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injuri jaringan tersebut. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein pun menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Pertumbuhan pun dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.

Tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injuri jaringan dan perubahan yang terjadi pada sistem organ. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal dan terjadi vasokontriksi vaskuler yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus, oliguri dan dapat mengakibatkan gagal ginjal. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.

Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome). Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di leher dan wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat  adanya jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Pertahanan imunologi tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk ke dalam luka. Luka bakar juga sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh darah ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya dan terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti. Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.

Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat dan gangguan citra tubuh. Oleh karena itu,  prognosis luka bakar ditentukan oleh dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar. Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :

·      Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.

·      Kedalaman luka bakar.

·      Anatomi lokasi luka bakar.

·      Umur pasien.

·      Riwayat pengobatan yang lalu.

·      Trauma yang menyertai atau bersamaan.

 

6.      MANIFESTASI KLINIS

  1. Superficial burn  (derajat I), dengan ciri-ciri sebagai berikut:

·         Luka hanya mengenai lapisan epidermis.

·         Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).

·         Kulit memucat bila ditekan.

·         Edema minimal.

·         Tidak ada blister.

·         Kulit hangat/kering.

·         Nyeri  dan berkurang dengan pendinginan.

·         Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.

·         Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari.

  1. Partial thickness (derajat II), dengan ciri :

Dikelompokan menjadi 2, yaitu superficial partial thickness dan deep partial thickness.

·         Luka tampak mengenai epidermis dan dermis.

·         Luka tampak merah sampai pink.

·         Terbentuk blister.

·         Edema.

·         Nyeri.

·         Sensitif terhadap udara dingin.

·         Penyembuhan luka : pada superficial partial thickness penyembuhannya 14 - 21 hari, pada deep partial thickness penyembuhannya 21 - 28 hari(penyembuhan bervariasi tergantung dari kedalaman luka dan ada tidaknya infeksi).

  1. Full thickness (derajat III)

·         Luka tampak mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan dan dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan, dan pembuluh darah.

·         Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam.

·         Tanpa ada blister.

·         Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.

·         Edema.

·         Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.

·         Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.

·         Memerlukan skin graft.

·         Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif.

d.      Fourth degree (derajat IV)

·         Luka mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.

·         Kulit tampak seperti arang, gosong, dan meninggalkan sisa kehitaman bekas bakaran.

 

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG

      Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan luka bakar adalah :

  1. Hitung darah lengkap: peningkatan hematokrit awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan/kehilangan cairan. Anemia menunjukkan terjadinya lisis sel darah merah.
  2. Elektrolit serum: kalium meningkat karena cedera jaringan/kerusakan sel darah merah dan penurunan fungsi ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
  3. Alkalin fosfat: peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitiil/ganguan pompa natrium.
  4. Urine analisis: adanya albumin, hemoglobin, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan kehilangan protein.
  5. Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi.

f.       Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.

g.      EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.

h.      BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.

i.        Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.

j.        Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.

k.      Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.

l.        Fotografi luka bakar: memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Doenges, 2000).

 

8.      PEMERIKSAAN FISIK

a.       Inspeksi:

·         Menentukan derajat dan kedalaman luka bakar (baik menggunakan metode telapak tangan, rule of nine).

·         Area kulit yang tidak terbakar mungkin dingin dan pucat.

·         Area kulit yang terbakar akan melepuh, ulkus, nekrosis, atau jaringan parut tebal, berwarna kemerahan, terdapat bula, atau kerusakan seluruh jaringan kulit.

·         Mukosa bibir kering.

·         Tanda-tanda inflamasi, seperti lubor, dolor, tumor, kalor, fungsiolesa.

·         Pasien tampak meringis karena nyeri.

·         Pasien tampak lemah.

·         Terdapat edema.

·         Pasien tampak dispnea.

·         Pasien tampak sedikit berkemih.

·         Distensi abdomen, muntah dan aspirasi.

·         Perdarahan lambung ditandai dengan feses atau vomitus yang berdarah

b.      Palpasi:

·         Denyut nadi (frekuensi meningkat dan lemah).

·         Suhu pada luka.

c.                   Perkusi :

·         Perkusi abdomen hipertimpani.

·         Perkusi paru hipersonor.

d.                  Auskultasi:

·         Auskultasi bunyi nafas pada paru (Stridor, wheezing, ronchi).

·         Auskultasi bising usus menurun.

 

 

 

9.      INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR

Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap bila:

a.       Luka bakar derajat III > 5%.

  1. Luka bakar derajat II > 10%.
  2. Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) à risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi.
  3. Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas.
  4. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya.
  5. Adanya trauma inhalasi.

 

10.  PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial pasien dan keluarga atau orang lain yang dianggap penting.Secara klinis pasien luka bakar dapat dibagi kedalam 3 fase, yaitu:

a.      Fase Emergent (Resusitasi)

Fase emergensi dimulai pada saat terjadinya injuri dan diakhiri dengan membaiknya permeabilitas kapiler yang biasanya terjadi pada 48-72 jam setelah injuri. Tujuan utama pemulihan selama fase ini adalah untuk mencegah syok hipovolemik dan memelihara fungsi dari organ vital. Yang termasuk ke dalam fase emergensi adalah (1)perawatan sebelum di rumah sakit, (2) penanganan di bagian emergensi, dan (3) periode resusitasi. Hal tersebut akan dibahas berikut ini:

1)      Perawatan sebelum di rumah sakit (pre-hospital care)

Perawatan sebelum pasien dibawa ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Pre-hospital care dimulai dengan memindahkan/menghindarkan pasien dari sumber penyebab luka bakar dan atau menghilangkan sumber panas.

a)      Lakukan langkah 6C, yaitu: clothing, cooling, cleaning, chemoprophylaxis, covering and comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, kemudian dilakukan pada fasilitas kesehatan.

·         Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase cleaning.

·         Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal, terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin sebagai analgesik untuk luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh darah vasokonstriksi sehingga justru akan memperberat derajat luka dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah  mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit baru disiram air yang mengalir.

·         Cleaning: pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

·         Chemoprophylaxis: pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih dalam dari superficial partial-thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk penanganan infeksi dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan.

·         Covering: penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya. Pembalutan luka yang dilakukan setelah pendinginan bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.

·         Comforting: dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa paracetamol dan codein (PO-per oral)20-30mg/kg, morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus, morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg.

b)      Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

·         Airway and Breathing

Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada wajah, dan edema laring.

·         Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena diberikan bilaluas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui oral. Cairan merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh.

c)      Kaji adanya trauma yang lain

d)     Pertahankan panas tubuh

e)      Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena

f)       Transportasi (segera kirim pasien ke rumah sakit).

 

 

2)      Penanganan dibagian emergensi

Perawatan di bagian emergensi merupakan kelanjutan dari tindakan yang telah diberikan pada waktu kejadian. Jika pengkajian dan atau penanganan yang dilakukan tidak adekuat, maka pre hospital care diberikan di bagian emergensi. Penanganan luka (debridemen dan pembalutan) tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam kehidupan pasien, maka masalah inilah yang harus diutamakan.

a)      Penanganan Luka Bakar Ringan

Perawatan pasien dengan luka bakar ringan seringkali diberikan dengan pasien rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah pasien dapat dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatikan kemampuan pasien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri (self care) dan lingkungan rumah. Apabila pasien mampu mengikuti instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung terjadinya pemulihan maka pasien dapat dipulangkan. Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor, meliputi: menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.

v  Manajemen nyeri

Manajemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi, sedangkan analgetik oral diberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.

v  Profilaksis tetanus

Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada penderita luka bakar baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada pasien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk pasien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus toxoid.

 

 

v  Perawatan luka awal

Perawatan luka untuk luka bakar ringan terdiri dari membersihkan luka (cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-zat yang merusak (zat kimia, tar, dan lain-lain); dan pemberian/penggunaan krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril. Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi agar pasien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan range of motion (ROM) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan pasien pada waktu itu.

v  Pendidikan/penyuluhan kesehatan

Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi, pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat yang dapat di kunjungi jika memerlukan bantuan dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar pasien dapat menolong dirinya sendiri.

 

b)      Penanganan Luka Bakar Berat

Untuk pasien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi) dan trauma lain yang mungkin terjadi, resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang), pemasangan kateter urine, pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan vital signs dan laboratorium, management nyeri, propilaksis tetanus, pengumpulan data, dan perawatan luka.

v  Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma lain yang mungkin terjadi.Menilai kembali keadaan jalan nafas, kondisi pernafasan, dan sirkulasi untuk lebih memastikan ada tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini. Selain itu, melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera diketahui dan ditangani.

Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok) untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.Intubasi dilakukan di fasilitas kesehatan yang lengkap.

·         Intubasi

Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.

·         Krikotiroidotomi

Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.

·         Pemberian oksigen 100%

Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.

·         Perawatan jalan nafas

·         Penghisapan sekret (secara berkala)

·         Pemberian terapi inhalasi

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial).

·         Bilasan bronkoalveolar

·         Perawatan rehabilitatif untuk respirasi.

·         Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru.

 

v  Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)

Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologi dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin. Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%). Kristaloid dengan dekstrosa di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan pada bayi dengan luka bakar.

Bagi pasien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %, maka resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian intravena perifer dapat diberikan melalui kulit yang tidak terbakar pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan untuk pasien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada pasien dimana tempat-tempat untuk pemberian intravena perifer terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau femoral) oleh dokter mungkin diperlukan. Luas atau persentasi luka bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula yang telah dikembangkan seperti pada tabel formula resusitasi cairan berikut.

Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

·      Cara Evans

1.      Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

2.      Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

3.      2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

·         Cara Baxter

Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

·         Cara Parkland

3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula Parkland (3-4ccx kgBB x %TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu 1cc/kgBB/jam.

Periode resusitasi diakhiri bila integritas kapiler kembali mendekati keadaan normal dan perpindahan cairan yang banyak mengalami penurunan. Banyaknya/jumlah cairan yang pasti didasarkan pada berat badan pasien dan luasnya injury luka bakar. Faktor lain yang menjadi pertimbangan meliputi adalah adanya inhalasi injuri, keterlambatan resusitasi awal, atau kerusakan jaringan yang lebih dalam. Faktor-faktor ini cenderung meningkatkan jumlah/banyaknya cairan intravena yang dibutuhkan untuk resusitasi adekuat di atas jumlah yang telah dihitung. Dengan pengecualian pada formula Evan dan Brooke, cairan yang mengandung koloid tidak diberikan selama periode ini karena perubahan-perubahan pada permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan yang banyak mengandung protein kedalam ruang interstitial, sehingga meningkatkan pembentukan edema.

Selama 24 jam kedua setelah luka bakar, larutan yang mengandung koloid dapat diberikan dengan dextrose 5% dan air dalam jumlah yang bervariasi.Sangat penting untuk diingat bahwa senmua formula resusitasi yang ada hanyalah sebagai alat bantu dan harus disesuaikan dengan respon fisiologis pasien. Keberhasilan atau keadekuatan resusitasi cairan pada orang dewasa ditandai dengan stabilnya vital signs, adekuatnya output urine, dan nadi perifer yang dapat diraba.

v  Pemasangan kateter urine. Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.

v  Pemasangan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT bagi pasien luka bakar 20 % -25 % atau lebih perlu dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus dapat terjadi umumnya pada pasien tahap dini setelah luka bakar. Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi pada waktu itu.Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat, dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS.

v  Pemeriksaan vital signs dan laboratorium

Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data tambahan untuk menentukan adekuat tidaknya resuscitasi. Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi pemeriksaan gula darah, BUN (blood urea nitrogen), creatinin, elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri (analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG terus menerus haruslah dilakukan pada semua pasien dengan LB berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase tinggi, atau pada pasien yang mempunyai riwayat iskemia jantung atau disritmia.

v  Manajemen nyeri

Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atai subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunak tidak cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindhan cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya disfungsi gastrointestial.

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa.

v  Propilaksis tetanus pada pasien luka bakar adalah sama, baik pada luka bakar berat maupun luka bakar yang ringan.

v  Pengumpulan data merupakan tanggung jawab yang sangat penting bagi tim yang berada di ruang emergensi. Kepada pasien atau yang lainnya perlu ditanyakan tentang kejadian kecelakaan luka bakar tersebut. Informasi yang diperlukan meliputi waktu injuri, tingkat kesadaran pada waktu kejadian, apakah ketika injuri terjadi pasien berada di ruang tertutup atau terbuka, adakah truma lainya, dan bagaimana mekanisme injurinya. Jika pasien terbakar karena zat kimia, tanyak tentang zat kimia apa yang menjadi penyebabnya, konsentrasinya, lamanya terpapar dan apakah dilakuak irigari segera setelah injuri. Jika pasien menderita luka bakar karena elektrik, maka perlu ditanyakan tentang sumbernya, tipe arus dan voltagenya yang dapat digunakan untuk menentukan luasnya injuri. Informasi lain yang diperlukan adalah tentang riwayat kesehatan pasien masa lalu seperti kesehatan umum pasien.

v  Perawatan luka diarahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka. Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan pembalutan luka. Perawatan luka dibagian emergensi terdiri-dari penutupan luka dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara panas tubuh. Pasien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan wajah diletakan pada posisi kepala elevasi dan semua ekstremitas yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas permukaan jantung.

v  Terapi Pembedahan pada luka bakar

1.    Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:

·         Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.

·         Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi-komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.

·         Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikroorganisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan  split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

-          Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu.

-          Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.

-          Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.

-          Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.

2.      Skin grafting

Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah menghentikan evaporate heat loss, mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu, melindungi jaringan yang terbuka.

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik-teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang-lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6 dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.  Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.

 

11.  KOMPLIKASI

a.       Syok hipovolemik

b.      Kekurangan cairan dan elektrolit

c.       Hypermetabolisme

d.      Infeksi

e.       Gagal ginjal akut

f.       Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri, edema.

g.      Paru dan emboli

h.      Sepsis pada luka

i.        Ilius paralitik

j.        SIRS (Systemic Inflamatory Response Syndrome) bervariasi tergantung etiologi. Komplikasi yang mungkin terjadi pada SIRS adalah gagal napas, Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), dan pneumonia nosokomial, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna, dan stres gastritis, anemia, trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT), hiperglikemia, dan Disseminated intravascular coagulation (DIC).

 

12.  PROGNOSIS

Prognosis luka bakar dipengaruhi oleh:

  • Usia. Orang berusia sangat muda dan tua memiliki risiko mortalitas lebih tinggi. Anak-anak diatas 5 tahun dan dewasa muda kurang dari 40 tahun mempunyai peluang hidup lebih besar.
  • Dalam dan luasnya luka bakar, serta ada tidaknya cedera inhalasi yang menyertai.
  • Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.

 

 

 

 

 

 

 


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN

      Proses pengkajian keperawatan intensif menggunakan pengkajian tentang riwayat sakit dan kesehatan pasien, 6B, dan head to toe, yaitu:

a.      Riwayat sakit dan kesehatan pasien

·         Keluhan utama: kaji keluhan utama pasien apakah terdapat luka bakar di muka, dada, punggung, lengan kiri, tungkai kanan, tungkai kiri (mungkin terdapat keluhan nyeri apabila luka bakar derajat I dan II).

·         Riwayat penyakit saat ini: kaji penyebab pasien terkena luka bakar apakah akibat terkena tegangan listrik, benda panas, zat kimia, cairan atau uap panas. Dikaji pula keluhan adanya nyeri, kedalaman luka bakar, berat ringannya luka bakar pasien, tanda syok hipovolemik, cedera inhalasi, dan penurunan TTV yang mengindikasikan penurunan curah jantung, perhitungan luas luka bakar menggunakan rule of 9 atau Lund and Browder chart, nyeri epigastrium, nausea/vomiting, rasa panas pada kulit, tidak adanya peristaltik usus, distensi abdomen, perubahan warna urine dan volume urine kurang dari normal, urin pekat perlu diamati.

·         Riwayat penyakit sebelumnya: kaji apakah pasien pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya atau tidak dan apakah pasien pernah menderita penyakit kronis atau tidak.

  1. Breathing

Data yang bisa dikaji yaitu kepatenan jalan nafas, ada tidaknya obstruksi, suara nafas, nafas spontan atau tidak, irama nafas, pola nafas (teratur atau tidak), respiartory rate, batuk (ada atau tidak), ada retraksi otot bantu pernafasan atau tidak. Kemungkinan jalan nafas tidak paten, adanya obstruksi pada jalan nafas (kemungkinan karena adanya cedera inhalasi dan edema laring), suara napas stridor atau ronchi, suara serak,terjadi peningkatan kerja pernapasan RR >16-20x/menit, sesak napas,dan dahak berwarna gelap.

  1. Blood

Data yang bisa dikaji yaitu denyut nadi, tekanan darah, CRT, suhu ekstremitas (akral), ada tidaknya perdarahan, ada tidaknya sianosis, turgor kulit, riwayat kehilangan cairan melalui luka bakar, terapi cairan intravena yang digunakan. Data yang ditemukan mungkin tekanan darah menurun, nadi meningkat cepat dengan denyutan lemah (penurunan curah jantung), sianosis perifer, tanda–tanda kekurangan volume cairan atau syok hipovolemik, seperti turgor buruk, kulit kering.

  1. Brain

Data yang bisa dikaji yaitu tingkat kesadaran, refleks pupil, refleks cahaya, ada tidaknya ansietas atau gelisah. Hal yang ditemukan pada pasien mungkin erjadi penurunan kesadaran, adanya kelemahan, keletihan, ansietas dan agitasi.

  1. Bladder

Data yang bisa dikaji yaitu adanya penggunaan kateter atau tidak, frekuensi BAK, keluhan saat BAK, kelancaran dalam BAK. Kemungkinan pada pasien luka bakar menggunakan kateter untuk mengukur output cairan.

  1. Bowel

Data yang bisa dikaji yaitu tinggi badan, nafsu makan pasien, keluhan (mual, muntah, sulit menelan), Frekuensi BAB dan konsistensinya, pemakaian NGT atau tidak. Pada pasien dengan luka bakar umumnya menggunakan NGT untuk dekompresi lambung dan memnuhi asupan nutrisi pasien jika timbul kerusakan menelan akibat efek luka bakar.

  1. Bone

Data yang bisa dikaji yaitu ada tidaknya nyeri, kekuatan otot, luasnya luka bakar, kebutuhan perawatan diri pasien. Pada pasien dengan luka bakar, mungkin dapat ditemukan ketergantungan pasien dalam pemenuhan perawatan diri, nyeri, dan luasnya luka bakar bervariasi tergantung daerah yang terkena.

  1. Head to Toe (pemeriksaan fisik), hal-hal yang mungkin ditemukan, meliputi:

1)      Kulit, Rambut dan Kuku

·         Distribusi rambut pasien mungkin tidak merata karena terbakar.

·         Warna kulit: pucat, kemerahan, kehitaman bekas luka bakar.

·         Akral dingin bila perfusi perifer buruk.

·         Terdapat oedema.

·         Terdapat bula berisi cairan atau vesikula pada kulit pasien akibat luka bakar derajat II.

·         Eritema (+)

·         Terdapat sianosis pada kuku pasien.

 

2)      Kepala dan Leher

·         Kepala pasien simetris

·         Terjadi edema laring.

·         Deformitas di kepala dan leher akibat luka bakar (+)

·         Nyeri tekan pada bagian yang mengalami luka bakar di kepala dan leher kepala dan leher (+)

3)      Mata dan Telinga

·         Pupil : Isokor, ukuran: 3mm

·         Sklera/ konjungtiva anemis

·         Refleks pupil terhadap cahaya +/+

·         Lapang pandang dan gerakan bola mata pasien normal.

4)      Sistem Pernafasan

·      Batuk pasien tidak efektif, sputum yang dikeluarkan mengandung jelaga sisa pembakaran.           

·      Pasien mengeluh sesak.

·      Pergerakan dada pasien tidak simetris.

·      Terdapat edema laring.

·      Terdapat edema paru.

·      RR: > 20 x/menit

·      Terdapat sianosis.

·         Taktil premitus tidak teraba

·         Terdapat nyeri tekan di area dada pasien yang mengalami luka bakar derajat I dan II.

·         Suara paru hipersonor.

·         Suara napas ronchi, stridor.

5)      Sistem Kardiovaskular

·                   Adanya palpitasi dan kelemahan             

·                   CRT> 3 dtk

·         Inspeksi : terjadi sianosis.

·         Palpasi : kulit teraba dingin, nadi meningkat (>100x/mnt).

·         Perkusi : jantung tidak mengalami pembesaran.

·         Auskultasi : S1S2 tunggal reguler.

6)      Payudara Wanita dan Pria

Letak payudara simetris, luka bakar pada payudara (+), nyeri tekan pada area yang mengalami luka bakar (+).

7)      Sistem Gastrointestinal

·         Terdapat kerusakan pada mukosa mulut akibat luka bakar

·         Perkusi abdomen timpani.

·         Perkusi hati pekak.

·         Diatensi abdomen (+) dan keluhan mual.

·         BU menurun (< 5-12 x/mnt).

8)      Sistem  Urinarius

·         Oliguria

·         Konsistensi urin : kuning bening, bau khas.

·         Nyeri saat BAK (-)

9)   Sistem Reproduksi Wanita/Pria

·      Terdapat bagian area genital yang mengalami luka bakar.

·      Terdapat bagian area genital yang mengalami luka bakar dan nyeri saat ditekan.

10)  Sistem Saraf

·                   GCS:mengalami penurunan (< 15)

·      Refleks patologis mungkin muncul apabila terjadi cedera pada saraf dan tulang belakang.

11)  Sistem Muskuloskeletal

·      Kemampuan pergerakan sendi mungkin terbatas karena adanya kontraktur akibat luka bakar di daerah persendian.

·      Terdapat deformitas dan edema.

·      Kekuatan otot mengalami penurunan.

·      Tonus otot mengalami penurunan.

·      Akral dingin apabila terjadi syok hipovolemi atau penurunan curah jantung.

12)  Sistem Imun

·      Penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri pada luka bakar akibat rusaknya kulit sebagai barier pertahanan tubuh dari infeksi.

·      Terjadi kelemahan.

13)  Sistem Endokrin: terjadi hiperglikemia.

 

2.      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

a.       Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial; edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

b.      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

c.       Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal, peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.

d.      Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema, manipulasi jaringan cedera contoh debridemen luka.

e.       Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

f.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.

g.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

h.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

i.        Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak dan nyeri.

j.        Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum akibat luka bakar.


3.      Rencana Keperawatan

No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi Keperawatan

Rasional

1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan obtruksi trakeabronkial; edema mukosa dan hilangnya kerja silia, luka bakar daerah leher; kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

 

 

 

 

 

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas  efektif dengan kriteria hasil :

-  Bunyi nafas vesikuler

-  RR = 16-20 x/mnt

-  Bebas dispnea/cyanosis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1     Kaji refleks gangguan / menelan; perhatikan pengalir an air liur, ketidakmampuan menelan, serak, batuk, mengi.

2     Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan; perhatikan adanya pucat / sianosis dan sputum mengandung karbon atau merah muda.

 

3     Auskultasi paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk rejan.

4     Tinggikan kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi

 

 

5     Dorong batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.

6     Hisapan (bila perlu) pada perawatan ekstrem, pertahankan teknik steril.

 

 

7    Tingkatkan istirahat suara tetapi kaji kemampuan untuk bicara dan/atau menelan sekret oral secara periodik.

8    Awasi 24 jam keseimbngan cairan, perhatikan variasi/perubahan.

 

 

9    Lakukan program kolaborasi meliputi :

- Berikan pelembab O2 melalui cara yang tepat, contoh masker wajah

- Awasi/gambaran seri GDA

 

 

 

 

- Kaji ulang seri rontgen

 

 

- Berikan/bantu fisioterapi dada/spirometri intensif.

 

1     Dugaan cedera inhalasi

 

 

2     Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.

3     Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh sampai 48 jam setelah terbakar.

4     Meningkatkan ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bantal dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang terbakar & meningkatkan konstriktur leher.

5     Meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret.

6     Membantu mempertahankan jalan nafas bersih, tetapi harus dilakukan kewaspadaan karena edema mukosa dan inflamasi. Teknik steril menurunkan risiko infeksi.

7     Peningkatan sekret/penurunan kemampuan untuk menelan menunjukkan peningkatan edema trakeal dan dapat mengindikasikan kebutuhan untuk intubasi.

8     penggantian cairan meningkatkan risiko edema paru. Catatan : Cedera inhalasi meningkatkan kebutuhan cairan sebanyak 35% atau lebih karena edema.

9     O2 memperbaiki hipoksemia /asidosis.

-   Pelembaban menurunkan pengeringan saluran pernafasan dan menurunkan viskositas sputum.

-   Data dasar penting untuk pengkajian lanjut status pernafasan dan pedoman untuk pengobatan. PaO2 kurang dari 50, PaCO2 lebih besar dari 50 dan penurunan pH menunjukkan inhalasi asap dan terjadinya pneumonia/SDPD.

-   Perubahan menunjukkan atelektasis/edema paru tak dapat terjadi selama 2 - 3 hari setelah terbakar

-   Fisioterapi dada mengalirkan area dependen paru, spirometri intensif dilakukan untuk memperbaiki ekspansi paru, meningkatkan fungsi pernafasan dan menurunkan atelektasis

2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

 

 

 

 

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pemeliharaan oksigenasi jaringan adekuat dengan kriteria hasil:

-  Tidak ada dispneu

-  RR = 16-20 x/mnt

-  Paru bersih dari auskultasi

-  Sat O2 >96%

-  AGD normal

-  Warna kulit normal

1.  Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.

 

 

2.  Berikan oksigen pada tingkat yang ditentukan.

 

3.  Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan tem- patkan pasien pada ventilator mekanis sesuai indikasi bila terjadi insufisiensi pernafas- an (dibuktikan dengan hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).

4.  Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spiro- metri intensif setiap 2 jam selama tirah baring.

5.  Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.

1.   Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran gas pada membran kapiler alveoli.

2.   Oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan.

3.   Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.

 

 

 

4.   Pernafasan dalam mengem- bangkan alveoli, menurunkan resiko atelektasis.

5.   Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma.

3

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan, kehilangan perdarahan.

 

 

 

 

 

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan terjadi pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal dan perfusi organ-organ vital dengan kriteria hasil:

-  Tidak ada manifestasi dehidrasi

-  resolusi oedema

-  elektrolit serum dalam batas normal

-  haluaran urine >30 cc/jam

-  TD > 90/60 mmHg

1.     Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.

2.     Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi warna urine dan hemates sesuai indikasi.

 

 

3.     Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak

 

 

 

4.     Timbang berat badan setiap hari

 

5.     Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai indikasi

 

6.     Berikan cairan sesuai indikasi

1.        Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler.

2.        Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2 pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada kerusakan otot masif karena adanya darah dan keluarnya mioglobin.

3.        Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

4.        Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan selanjutnya

5.        Memperkirakan luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan pengeluaran urine.

6.        Memenuhi kebutuhan cairan tubuh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

7.     Lakukan program kolaborasi meliputi :

-    Pasang / pertahankan kateter urine

 

-    Pasang/ pertahankan ukuran kateter IV.

-    Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin.

 

-    Awasi hasil pemeriksaan laboratorium (Hb, elektrolit, natrium).

 

-    Berikan obat sesuai indikasi

·         Diuretika contohnya Manitol (Osmitrol)

 

 

·         Kalium

 

·         Antasida

 

 

 

-          Observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau refleks urine.

-          Memungkinkan infus cairan cepat.

-          Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan membantu mencegah komplikasi.

-          Mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian  cairan dan elektrolit.

 

-          Meningkatkan pengeluaran urine dan membersihkan tubulus dari debris /mencegah nekrosis.

-          Penggantian lanjut karena kehilangan urine dalam jumlah besar

-          Menurunkan keasaman gastrik sedangkan inhibitor histamin menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan produksi asam hidroklorida untuk menurunkan iritasi gaster

4

Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema, manipulasi jaringan cedera contoh debridemen luka.

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mampu mengendalikan rasa nyeri dengan kriteria hasil:

-  Menyatakan nyeri berkurang

-  Skala nyeri 0-1 (0-10)

-  Ekspresi wajah rileks

1.     Kaji skala nyeri (0-10)

 

2.     Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka

3.     Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik

4.     Ajarkan metode distraksi & relaksasi yaitu napas dalam

5.     Kolaborasi pemberian analgetik

 

1.        Mengevaluasi efektivitas tindakan mengurangi nyeri

2.        Suhu berubah & gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf

3.        Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan pembentukan edema

4.        Membantu mengurangi rasa nyeri

 

5.        Mengurangi tingkat nyeri

5

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik, pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil:

-  Tidak ada demam

-  Pembentukan jaringan granulasi baik.

-  Tidak ada pus

-  Tanda vital normal, nadi = 60-100x/menit, suhu = 36-37,5oC, RR= 16-20x/menit

 

 

 

 

 

1.         Tekankan pentingnya  teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien

2.         Gunakan skort, sarung tangan, masker & teknik aseptic ketat selama perawatan luka langsung & berikan pakaian steril/baru juga linen.

3.         Awasi/batasi pengunjung, bila perlu.

 

4.         Ganti balutan & bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi/pancuran, pertahankan suhu air pada 37,8 ºC.

5.         Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas dengan gunting & forsep.

6.         Periksa luka tiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau.

7.         Awasi tanda vital untuk demam, peningkatan frekuensi pernapasan, penurunan jumlah trombosit.

8.         Kolaborasi pemberian antibiotik

 

1.        Mencegah kontaminasi silang; menurunkan risiko infeksi.

 

2.        Mencegah terpajan pada organism infeksius

 

 

 

3.        Mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.

4.        Air melembutkan & membantu membuang balutan & jaringan parut

 

5.        Meningkatkan penyembuhan

 

6.        Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan)

7.        Indicator sepsis memerlukan evaluasi cepat & intervensi

 

8.        Menurunkan risiko infeksi

6

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dengan kriteria hasil:

-  Berat badan stabil

-  Adanya regenerasi jaringan

-  Keseimbangan albumin serum, krestinin, BUN

1.     Auskultasi bising usus

 

2.     Pertahankan jumlah kalori tetap

 

3.     Berikan makanan kecil sedikit & sering

 

4.     Kolaborasi pemberian diet tinggi kalori/protein dengan tambahan vitamin

 

5.     Kolaborasi pemberian albumin serum

 

6.     Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh albumin serum, kreatinin, BUN, transferin.

 

1.   Mengetahui motilitas usus

 

2.   Mempertahankan kebutuhan metabolisme

 

3.   Mempertahankan asupan nutrisi

 

4.   Sebagai salah satu sumber dalam perbaikan jaringan

 

5.   Menambah asupan sumber protein

 

6.   Memberikan gambaran akan kebutuhan nutrisi pasien

7

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pencapaian mobilitas fisik optimal dengan kriteria hasil:

-    Menyatakan & menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas

-    Tidak adanya kontraktur

-    Menunjukkan teknik/perilaku yang mampu melakukan aktivitas

1.    Atur posisi klien

 

2.    Lakukan latihan rentang gerak

 

3.    Bantu klien untuk ambulasi dini

 

4.    Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

 

 

1.   Mengurangi risiko kontraktur

 

2.   Meminimalkan atropi otot

 

3.   Peningkatan pemakaian otot-otot

 

4.   Mempertahankan posisi sendi yang benar

 

 

 

 

 

 

8

 

 

 

 

 

 

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma : kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

 

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit membaik dengan kriteria hasil:

-  Menunjukkan regenerasi jaringan

-  Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar

 

 

1.     Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

2.     Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi.

3.     Tinggikan area graft bila mungkin/tepat. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila diindikasikan.

 

4.     Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

5.     Kolaborasi berikan preparat antibiotik topikal dan memasang balutan sesuai dengan ketentuan medik

1.   Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area graft.

2.   Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko infeksi/kegagalan graft.

3.   Menurunkan pembengkakan /membatasi resiko pemisahan graft. Area mungkin ditutupi oleh bahan dengan permukaan tembus pandang tak reaktif.

4.   Mengevaluasi keefektifan sirkulasi & mengidentifikasi terjadinya komplikasi.

5.   Perawatan luka akan mengurangi kolonisasi bakteri dan mempercepat kesembuhan

9

Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak dan nyeri

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan diri sendiri

-       Pasien bersih terbebas dari bau badan

-       Dapat melakukan perawatan diri dengan mandiri/bantuan

 

1.     Identifikasi kesulitan dalam perawatan diri seperti keterbatasan gerak fisik

 

2.     Berikan bantuan sesuai kebutuhan seperti mandi, perawatan rambut, gosok gigi

 

3.     Bantu mengenakan pakaian yang rapi

 

4.     Berikan HE pada pasien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.

 

1.   Memahami penyebab yang mempengaruhi pilihan intervensi/strategi.

 

2.   Kebutuhan akan kebersihan dasar mungkin dilupakan

 

3.   Meningkatkan kepercayaan.

 

4.   Agar pasien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene

10

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum akibat luka bakar

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mampu melakukan aktivitas dengan kriteria hasil:

Tidak terjadi kontraktur sendi, Bertambahnya kekuatan otot, Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

 

1.      Kaji keterbatasan aktivitas, perhatikan adanya keterbatasan

2.      Ubah posisi klien bila pasien tirah baring

 

 

 

3.      Bantu dalam latihan rentang gerak aktif atau pasif

 

 

4.      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya bila tidak dapat dilakukan sendiri.

 

 

1.      Mempengaruhi pilihan intervensi

 

2.      Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

 

3.      Mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur, dan membantu dalam menurunkan tegangan otot.

 

4.      Memenuhu kebutuhan dasar pasien.

 

 

 


5.      Implementasi

Sesuai dengan rencana tindakan keperawatan

 

 

6.      Evaluasi

a.       Dx 1 : Bersihan jalan napas klien kembali efektif

b.      Dx 2 : Pemeliharaan oksigenasi jaringan klien adekuat

c.       Dx 3 : Terjadi pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal dan perfusi organ – organ vital

d.      Dx 4 : Nyeri hilang / berkurang

e.       Dx 5 : Tidak terjadi infeksi

f.       Dx 6 : Masukan nutrisi adekuat

g.      Dx 7 : Pencapaian mobilitas fisik optimal

h.      Dx 8 : Integritas kulit membaik

i.        Dx 9 : Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan diri – sendiri


Daftar Pustaka

 

Azzis, Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.          Jakarta : Salemba Medika.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. . Jakarta : EGC

Lynn, Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri ed 5. Jakarta : EGC

Marylin E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.

Mutaqqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika.

Nanda. 2009. Pedoman Diagnosa Keperawatan Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC

Price & Wilson, 2006. Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Smeltzer C. Suzanne and Bare G. Brande, 2002. Keperawatan Medikal Bedah Ed 8, Jilid 3. Jakarta : EGC.