LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
SPACE
OCCUPYING LESION (SOL)
A.
Konsep Dasar
Penyakit
- Pengertian
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi
masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark,
abses otak dan tumor intracranial (Suzanne dan Brenda G
Bare. 1997: 2167).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik
jinak / ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor
otak merupakan salah satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak.
Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat
dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau
seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf
di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang
(Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak (Fransisca B Batticaca.
2008: 84).
Tumor otak adalah lesi intrakranial yang
menempati ruang dalam tulang tengkorak. Tumor otak (tumor intrakranial) meliputi
lesi benigna dan maligna. Tumor otak dapat terjadi pada beberapa struktur area
otak dan pada semua kelompk umur. Tumor otak dinamakan sesuai dengan jaringan
dimana tumor itu muncul.
Tumor
otak jarang bermtastasi keluar dari dari sistem syaraf pusat tapi menyebabkan
kematian dengan cara merusak fungsi vital / terlibat secara langsung
meningkatkan intrakranial.
Tumor
otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal didalam otak, tetapi tidak
ganas. Tumor
otak maligna adalah kanker didalam otak yang berpotensi menyusup dan
menghancurkan jaringan sebelahnya / yang telah menyebar keotak dari bagian
tubuh lainnya melalui aliran darah (Reeves C,J. 2001. Keperawatan medical bedah).
- Etiologi
/ Penyebab
Penyebab tumor masih sangat sedikit
yang diketahui. Radiasi merupakan salah satu dari factor penyebab timbulnya
tumor otak. Trauma, infeksi, dan toksin belum dapat dibuktikan sebagai penyebab
timbulnya tumor otak tetapi bahan industri tertentu seperti nitrosourea adalah
krasinogen yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat
imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal. Sumsum tulang dan pada AIDS (Reeves
C,J. 2001. Keperawatan medical bedah).
- Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan
neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini menekankan pentingnya
anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya
dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi
apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat
tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan
mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan
suplai darah kejaringan otak.
Peningkatan intrakranial dapat
diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya masa dalam tengkorak,
terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi serebrospinal.
Pertumbuhan tumor akan menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang relatif dari ruang
tengkorak yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam
jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan
selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan
hidrosephalus.
Peningkatan intrakranial akan
membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang
telah dibicaraknan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memrlukan waktu
berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak
berguna bila apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja
menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan cerborspinal, kandungan
cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi ulkus/ serebulum.herniasi timbul bila girus medalis
lobus temporalis bergeser keinterior melalui insisura tentorial oleh massa
dalam hemister otak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan kehilangan
kesadaran dan menekan saraf ke tiga.
Pada herniasi serebulum tonsil
sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa poterior (Suddart, Brunner. 2001).
-
Idiopatik
- Gejala
Klinis
a.
Tanda dan gejala
peningkatan TIK :
1)
Sakit kepala
2)
Muntah
3)
Papiledema
b.
Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh
otak yang terkena ) :
1) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang
kejang yang terletak pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
2) Tumor
lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan pada
setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan halusinasi
penglihatan.
3) Tumor
serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh kesisi yang lesi,
otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak
disengaja )
4) Tumor
lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan tingkah
laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang tidak
teratur dan kurang merawat diri
5) Tumor
sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),
kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi
motorik.
6) Tumor
intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan bicara
dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. (Brunner & Sudarth, 2003 ;
2170 )
- Klasifikasi
Stadium tumor
berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3 kategori, yaitu : T (
tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke kelenjar limfe regional )
dan M ( metastase jauh ).
Kategori T :
Tx = syarat
minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
Tis = Tumor in
situ.
T0 =
Tidak ditemukan adanya tumor primer.
T1 =
Tumor dengan f maksimal < 2 cm.
T2 =
Tumor dengan f maksimal 2 – 5 cm.
T3 =
Tumor dengan f maksimal > 5 cm.
T4 =
Tumor invasi keluar organ.
Kategori N :
N0 =
Nodul regional negative.
N1 =
Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).
N2 =
Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.
N3 =
Nodul jukstregional atau bilateral.
Kategori M :
Mo =
Tidak ada metastase organ jauh.
M1 =
Ada metastase organ jauh.
M2 =
Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
Tumor otak dapat
diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Lionel Ginsberg, Neurologi :117)
yaitu :
1. Benigna umumnya ekstra aksial, yaitu
tumbuh dari meningen, nervus kranialis, atau struktur lain dan menyebabkan
kompresi ekstrinsik pada substansi otak.
2. Maligna umumnya intra aksial yaitu
berasal dari parenkim otak :
a) Primer umumnya berasal dari sel
glia/neurobia ( glioma ) tumor ini diklasifikasikan maligna karena sifat
invasif lokal, metastasis ekstrakranial sangat jarang, dan dikenali sebagai
subtipe histologi dan derajat diferensiasi.
b)
Sekunder
metastasis dari tumor maligna dari bagian tubuh lainnya.
- Pemeriksaan
Diagnostik / penunjang
a. CT
Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas
tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang
sistem vaskuler.
b. MRI
: Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan
daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT
Scan
c. Biopsi
stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi
dasar pengobatan seta informasi prognosi.
d. Angiografi
: Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
e. Elektroensefalografi
(EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal
- Komplikasi
a. Edema
serebral.
b. Tekanan
intrakranial meningkat.
c. Herniasi
otak.
d. Hidrosefalus.
e. Kejang.
f. Metastase
ketempat lain.
- Penatalaksanaan
Tumor otak yang tidak terobati
menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat peningkatan TIK atau dari
kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien dengan kemungkinan tumor otak
harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila memungkinkan sebelum kerusakan
neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan
semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa meningkatkan penurunan neurologik
(paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-gejala dengan mengangkat sebagian
(dekompresi).
·
Pendekatan pembedahan
(craniotomy)
Dilakukan
untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada serebelum, kista
koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan beberapa
granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara
menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan tindakan yang
mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian
besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal
atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
·
Pendekatan kemoterapy
Terapi
radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan
timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sum-sum tulang
autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi
atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong pasien
terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi radiasi.
Kemoterapi
digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa digunakan pada
klien :
- Segera
setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
- Setelah
tumor recurance
- Setelah
lengkap tindakan radiasi
·
Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik
merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu di dalam otak
dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk menghancurkan jaringan
pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis & epilepsy.
Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT, sedangkan untuk
menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil meminimalkan pengaruh pada
jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan Radiosotop (III) dengan cara
ditempelkan langsung ke dalam tumor.
B.
Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit dan askes.
b. Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
d. Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita
infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru
(bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis,
gigi dan kulit).
e. Aktivitas / istirahat
Gejala :
malaise
Tanda :
Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
f. Sirkulasi
Gejala : adanya
riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD :
meningkat
N : menurun
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).
g. Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya
inkonteninsia dan atau retensi.
h. Nutrisi
Gejala :
kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda :
anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
i.
Hygiene
Gejala : -
Tanda :
ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada periode akut).
j.
Neurosensori
Gejala : sakit
kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda :
penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang
umum lokal.
k. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit
kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher / pungung kaku.
Tanda : tampak
terus terjaga, menangis / mengeluh.
l.
Pernapasan
Gejala : adanya
riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda :
peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah
m. Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA /
infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga tengah, sinus abses gigi, infeksi
pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak /
cedera kepala.
n. Pemeriksaan
fisik
Saraf : kejang, tingkah laku aneh, disorientasi, afasia,
penurunan / kehilangan memory,afek tidak sesuai, berdesis.
Penglihatan : penurunan lapang pandangan, penglihatan kabur.
Pendengaran : tinitus, penurunan pendengaran, hlusinasi.
Sietem pernafasan: irama nafas
meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromaskuler.
Sistem hormonal: amenrea, rambut
rontok, DM.
Motorik : hiperekstensi, kelemahan sendi.
2.
Diagnosa
keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan
kurangnya darah ke jaringan otak
2) Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan disfungsi neuromaskuler (hilangnya kontrol
terhadap otot pernafasan).
3) Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
4) Risiko cidera berhubungan
dengan kerusakan jaringan neuron, kejang.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan peningkatan TIK
6) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan tumor /
kerusakan jaringan ditandai dengan kelemahan, paralisis, abnormalitas fungsi
motorik
7) Gangguan sensori persepsi berhubungan dengantumor /
kerusakan jaringan ditandai dengan hilang penglihatan pada setengah lapang pandang.
3.
Intervensi
No |
Diagnosa |
Tujuan
dan Kriteria hasil |
Intervensi |
Rasional |
1 |
Gangguan
perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke jaringan otak |
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
perfusi jaringan kembali normal dengan kriteria hasil : a) TTV
normal b) Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit c) Gelisah
hilang d) Ingatanya
kembali seperti sebelum sakit |
a) Memantau status neurologis dengan teratur dan
bandingkan dengan keadaan normalnya seperti GCS b) Memantau frekuensi dan irama jantung c) Memantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan
selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam d) Memantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit dan
keadaan membrane mukosa e) Kolaborasi
pemberian obats esuai
indikasi seperti steroid, klorpomasin, asetaminofen |
a) Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat
kesadaran dan potensi TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,
penyebaran, luas,dan perkembangan dari kerusakan b) Perubahan
pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang mencerminkan trauma atau
tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit c) Demam
biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan
komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus d) Hipertermi
meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika
tingkat kesadaran menurun e) Dapat
menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema, mengatasi
menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolism seluler/
menurunkan konsumsi oksigen |
2 |
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan disfungsi neuromaskuler (hilangnya kontrol terhadap otot
pernafasan). |
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria
hasil : a)
Tidak terjadi
dispnea. b)
Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat c)
GDA dalam
rentang normal. d)
Bebas dari
gejala distres pernapasan. |
a)
Kaji dispnea,
takipnea, bunyi pernapasan abnormal, peningkatan upaya respirasi,
keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. b)
Evaluasi
perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna
kulit, membran mukosa, dan warna kuku. c)
Demonstrasikan/anjurkan
untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama
pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim. d)
Anjurkan
untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan. e)
Monitor GDA f)
Berikan
oksigen sesuai indikasi g)
Berikan
bronkodilator sesuai yang diharapkan: a. Dapat dilakukan peroral, IV, rektal, atau dengan inhalasi b. Berikan bronkodilator oral, IV pada waktu yang berselingan dengan tindakan nebuliser |
a)
Weezing atau
mengi indikasi akumulasi sekret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot
aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b)
Akumulasi
sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan. c)
Meningkatnya
resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas. d) Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. e)
Menurunnya
saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya, PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan terapi. f)
Membantu
mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder terhadap hipoventilasi dan
penurunan permukaan alveolar paru. g)
Bronkodilator
mendilatasi jalan napas dengan membantu melawan edema mukosa bronkial
dan spasme muskular. Karena efek samping biasa terjadi pada tindakan ini,
dosis obat disesuaikan dengan cermat untuk setiap pasien. |
3 |
Nyeri
berhubungan dengan peningkatan TIK |
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri hilang dengan kriteria hasil
: a) Nyeri
hilang b) Pasien
tenang c) Tidak
terjadi mual muntah d) Pasien dapat beristirahat dengan tenang |
a) Memberikan lingkungan yang tenang b) Meningkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien c) Meletakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata d) Mendukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman e) Memrikan ROM aktif/pasif f) Mengunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri
leher/punggung yang tidak ada demam g) Kolaborasi
pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai indikasi |
a) Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan
meningkatkan istirahat b) Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri c) Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang
akan menurunkan nyeri d) Menurun
kaniritasi meningeal dan resultan ketidaknyamanan lebih lanjut e) Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi nyeri f) Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit g)
Untuk menghilangkan nyeri yang hebat |
4 |
Risiko cidera berhubungan dengan kerusakan jaringan neuron, kejang |
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
tidak terjadi cidera dengan kriteria hasil : a)
Tidak mengalami jatuh
akibat gagguan keseimbangan |
a) Identifikasi
bahaya potensial pada lingkungan klien b) Pantau
tingkat kesadaran c) Orientasikan
klien pada tempat, orang, waktu, kejadian d) Observasi
saat kejang, lama kejang, antikonvulsi, e) Anjurkan klien untuk tidak beraktifitas |
|
5 |
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan peningkatan TIK |
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil : a) Mual
muntah hilang b) Napsu
makan meningkat c) BB kembali seperti sebelum sakit |
a) Mengkaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan b) Memberi makanan dalam jumlah kecil dan sering c) Menimbang berat badan d) Kolaborasi dengan ahli gizi e) Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). |
a) Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga
pasien terlindungi dari aspirasi b) Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien
terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat
makan c) Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi d)
Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi e)
Nilai rendah
menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi. |
6 |
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan tumor / kerusakan jaringan ditandai dengan
kelemahan, paralisis, abnormalitas fungsi motorik |
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya dengan kriteria hasil: a)
Tidak terjadi kontraktur sendi b)
Bertambahnya kekuatan otot c)
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas |
a)
Ubah posisi klien tiap 2 jam (terlentang, miring) b)
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit c)
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua ekstrimitas. d)
Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang
mengalami kelemahan e)
Tinggikan tangan dan kepala f)
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien |
a)
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan b)
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan c)
Otot volunter akan
kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan,
meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur d)
Dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih
terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan
kembali sebagai bagian dari tubuhnya sendiri. e)
Meningkatkan aliran balik vena dan mencegah edema f)
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi dan kekuatan |
7 |
Gangguan
sensori persepsi berhubungan dengantumor / kerusakan jaringan ditandai dengan
hilang penglihatan pada setengah lapang pandang. |
Setelah diberikan
asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan gangguan persepsi sensori
visual / penglihatan teratasi sesuai batas toleransi dengan criteria hasil : a)
Dengan penglihatan
yang terbatas klien mampu melihat lingkungan semaksimal mungkin. b)
Mengenal perubahan
stimulus yang positif dan negative |
a)
Orientasikan pasien
terhadap lingkungan aktifitas. b)
Bedakan kemampuan
lapang pandang diantara kedua mata c)
Observasi tanda
disorientasi dengan tetap berada di sisi pasien. d)
Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sederhana seperti menonton TV, radio, dll e)
Anjurkan pasien
menggunakan kacamata katarak, cegah lapang pandang perifer dan catat
terjadinya bintik buta. |
a)
Memperkenalkan pada
pasien tentang lingkungan dam aktifitas sehingga dapat meninggalkan stimulus
penglihatan. b)
Menentukan kemampuan
lapang pandang tiap mata c)
Mengurangi ketakutan
pasien dan meningkatkan stimulus. d)
Meningkatkan input
sensori, dan mempertahankan perasaan normal, tanpa meningkatkan stress. e)
Menurunkan
penglihatan perifer dan gerakan. |
DAFTAR PUSTAKA
Brenda
G. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Batticaca,
Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner
& Sudarth. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8 Vol 3.
EGC. Jakarta
Doenges.EM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC