A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Definisi / Pengertian
Plasenta
previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum. (Prof.dr.
Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG, 1998 hal 253).
Plasenta
Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
(Wiknjosostro, 2005)
2.
Epidemiologi / Insiden Kasus
Menurut Brenner dkk (1978) menemukan
dalam paruh terakhir kehamilan, insiden plasenta previa sebesar 8,6 % atau 1
dari 167 kehamilan, 20 % diantaranya merupakan plasenta previa totalis (Williams,847).
Di RS. DR Cipto Mangunkusumo antara
tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan yang
terdaftar atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar (Ilmu Kebidanan,
367).
Kejadian plasenta previa adalah 0,4 -
0,6 % dari keseluruhan persalinan (Acuan Nasional, 16).
Frekuensi plasenta
previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih
sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering
dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Kloosterman 1973).
3.
Etiologi / Penyebab
Penyebab pasti dari plasenta
previa belum diketahui sampai saat ini. Tetapi berkurangnya vaskularisasi pada
segmen bawah rahim karena bekas luka operasi uterus, kehamilan molar, atau
tumor yang menyebabkan implantasi placenta jadi lebih rendah merupakan sebuah
teori tentang penyebab plasenta previa.
Memang
dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti
pada kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan
memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan
jalan lahir. Selain
itu, kehamilan multiple / lebih dari satu yang memerlukan permukaan yang lebih
besar untuk implantasi placenta mungkin juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya placenta previa. Dan juga pembuluh darah yang sebelumnya mengalami
perubahan yang mungkin mengurangi suplai darah pada daerah itu, faktor
predisposisi itu untuk implantasi rendah pada kehamilan berikutnya.
4.
Klasifikasi
Ada
4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas terabanya jaringan
plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu :
a.
Plasenta previa totalis,
apabila seluruh pembukaan (ostium internus servisis) tertutup oleh jaringan
plasenta
b.
Plasenta previa parsialis,
apabila sebagian pembukaan (ostium internus servisis) tertutup oleh jaringan
plasenta
c.
Plasenta previa marginalis,
apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan (ostium internus
servisis)
d.
Plasenta letak rendah, apabila
plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus belum sampai menutupi
pembukaan jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir permukaan
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir
5.
Patofisiologi
Pendarahan
tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama dari plasenta
previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja
biasa, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat
fatal. Perdarahan berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi
kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak
dapat diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini
dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.
Sumber
perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan serabut
otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak
sebagai serabut otot uterus untuk menghentikan perdarahan kala III dengan
plasenta yang letaknya normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan
terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis
akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru
berdarah setelah persalinan mulai. (Wiknjosostro, 1999 : 368)
6.
Pathway
Terlampir
7.
Gejala Klinis
·
Perdarahan tanpa nyeri, usia
gestasi > 22 minggu
·
Perdarahan berulang
·
Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks atau
koitus
·
Perdarahan permulaan jarang
begitu berat. Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri dan terjadi kembali
tanpa diduga
·
Warna perdarahan merah segar
·
Adanya anemia dan renjatan yang
sesuai dengan keluarnya darah
·
His biasanya tidak ada.
·
Rasa tidak tegang saat palpasi
·
DJJ terdengar
·
Teraba jaringan plasenta dalam
vagina
·
Penurunan kepala tidak masuk
pintu atas panggul
8.
Pemeriksaan Fisik
·
Pemeriksaan luar bagian
terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas
·
Pintu atas panggul ada kelainan
letak janin
·
Pemeriksaan inspekulo :
Perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.
9.
Pemeriksaan Diagnostik /
penunjang
a.
USG (Ultrasonographi)
Dapat mengungkapkan posisi rendah berbaring placenta
tapi apakah placenta melapisi cervik tidak biasa diungkapkan
b.
Sinar X
Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk
menampakkan bagian-bagian tubuh janin.
c.
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit menurun. Faktor pembekuan
pada umumnya di dalam batas normal.
d. Pengkajian vaginal
Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi
seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai (lebih
baik sesudah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan ganda
(double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada vagina
yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek
kelahiran secara cesar.
e.
Isotop Scanning atau lokasi penempatan placenta.
f.
Amniocentesis, Jika 35 – 36 minggu
kehamilan tercapai, panduan ultrasound pada amniocentesis untuk menaksir
kematangan paru-paru (rasio lecithin / spingomyelin [LS] atau kehadiran
phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran segera dengan operasi
direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.
10. Komplikasi
Pada
ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena
perdarahan. Plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pada janin biasanya
terjadi persalinan premature dan komplikasinya seperti asfiksia berat.
11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum
plasenta previa:
ü Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap kekiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan
rongga perut (misalnya batuk, mengedan karena sulit buang besar)
ü Perhatian : Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam pada
perdarahan antepartum sebelum tersediia persiapan untuk seksio sesarea.
ü Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati, dapat menentukan sumber
perdarahan berasal dari kanalis serviks atau sumber lain (servisitis, polip,
keganasan, laserasi atau trauma). Meskipun demikian, adanya kelainan di atas
menyingkirkan diagnosa plasenta previa.
ü Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan memberi infuse cairan I.V
(NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat).
ü Lakukan penilaian jumlah perdarahan :
· Jika perdarahan banyak dan berlangsung terus, persiapan sseksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan/prematuris.
· Jika perdarahan sedikit dan berhenti dan fetus hidup tetap preatur,
pertimbangkan terapi ekspektatif sampai persalinan atau terjadi perdarahan
banyak.
ü Terapi Ekspektatif
·
Tujuan : supaya janin tidak
terlahir premature dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasive.
·
Syarat terapi ekspektatif :
§ Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
§ Belum ada tanda inpartu.
§ Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas norma).
§ Janin masih hidup.
§ Rawat inap, tirah baring dan berikut antibiotika profilaksis.
ü Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak, presentasi janin.
ü Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau ferosus fumarat
per oral 60 mg selama 1 bulan.
ü Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfuse.
ü Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat dirawat jalan
(kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu >2 jam untuk
mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke RS jika terjadi
perdarahan.
ü Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan
janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi
kehamilan.
ü Terapi Aktif
Rencanakan terminasi
kehamilan jika :
§ Janin matur
§ Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangii
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali).
§ Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif
tanpa memandang maturitas janin.
ü Jika terdapat plasenta previa letak rendah dan perdarahan yang
terjadi sangat sedikit, persalinan pervaginan masih mungkin. Jika tidak,
lahirkan dengan seksio sesarea.
ü Jika persalinan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari tempat
plasenta
§ Jahit tempat perdarahan dengan benang.
§ Pasang infuse oksitosin 10 unit 500 ml cairan IV (NaCl atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 60 tetes permenit, penanganan yang sesuai . Hal
tersebut meliputi ligasi arteri atau histerektomi. Jika perdarahan terjadi
pascapersalinan, segera lakukan.
Dengan kata lain, penatalaksanaan
pada kasus plasenta previa terbagi menjadi dua bagian yakni:
a.
Penatalaksanaan Konservatif, bila:
·
Kehamilan kurang dari 37 minggu
·
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb dalam batas
normal)
· Tempat tinggal pasien
dekat dengan rumah sakit (menempu perjalanan tidak lebih dari 15 menit)
Perawatan Konservatif dapat berupa:
·
Istirahat.
·
Memberikan hematilik dan spasmolitik untuk mengatasi
anemia.
·
Memberikan anti biotik bila ada indikasi.
·
Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
·
Bila selama tiga hari tidak terjadi perdarahan setelah
melakukan pengawasan konserpatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien
dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa
ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
b.
Penanganan Aktif, bila:
·
Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
·
Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
·
Anak mati.
Penanganan Aktif dapat berupa:
·
Persalinan per vaginam
·
Persalinan per abdominal
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja
operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan
dalam didapatkan:
Ø Plasenta previa
marginalis.
Ø Plasenta previa letak
rendah.
Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan
servik sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada
perdarahan dan hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi dan drips
oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap
terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan sectio caesarea.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian fisik memberikan data yang
sangat bernilai sebagai dasar asuhan keperawatan. Pemeriksaan tersebut meliputi
inspeksi, auskultasi dan palpasi. Pemeriksaan fisik mungkin akan dilakukan oleh
salah satu orang atau lebih dan harus disesuaikan kemajuan persalinan. Hal
tersebut meliputi evaluasi, tanda-tanda vital, kontraksi, pemeriksaan.
Pengkajian dilakukan meliputi:
Ø
Data dasar
§
Identifikasi klien
§
Riwayat kehamilan dan
persalinan lalu klien tidak pernah mengalami operasi seksio
§
Keluhan utama: keluhan nyeri
karena masa pembedahan, peningkatan kebutuhan istirahat, tidur dan penyembuhan
§
Riwayat persalinan: kegagalan
untuk melanjutkan persalinan, presentase bokong dan letak lintang
§
Riwayat psikologis: tingkat
kesehatan, gembira, respon keluarga terhadap kelahiran (Doenges)
Ø
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital, karakter lochea, fundus uteri,
payudara, abdomen (keadaan luka insisi), kandung kencing, kebersihan diri dan
genital
Ø
Sirkulasi
Perdarahan vagina tanpa nyeri (jumlah tergantung pada apaka previa marginal, parsial,atau total): Prdarahan besar dapat terjadi selama persalinan.
Perdarahan vagina tanpa nyeri (jumlah tergantung pada apaka previa marginal, parsial,atau total): Prdarahan besar dapat terjadi selama persalinan.
Ø
Seksualitas
§
Tinggi fundus 28 cm atau lebih.
§
Djj dalam batas yang normal
(DBN)
§
Janin mungkin melintang atau
tidak turun.
§
Uterus lunak.
Ø
Pemeriksaan penunjang
§
Test laboratorium : Jumlah
darah lengkap terutama hemoglobin dan hematokrit
§
HDL ; dapat menunjukkan
peningkatan sel darah putih (SDP), penurunan Hb dan Ht.
§
USG ; Menetukan letak plasenta
§
Pelvimetri rontgen
2.
Diagnosa Keperawatan yang
mungkin muncul
Diagnosa keperawatan klien yang utama
yang berhubungan dengan plasenta previa :
1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan akibat implantasi placenta yang abnormal, resiko pemisahan dengan
dilatasi servik.
2) Perubahan perpusi jaringan utero plasenta berhubungan dengan
Hipovolemia.
3) PK : Syok Hemoragik
Berdasarkan data pengkajian diagnosa
keperawatan klien yang utama yang berhubungan dengan plasenta previa post
seksio adalah meliputi: (Doenges, 2001)
1)
Nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan sekunder terhadap insisi bedah
2)
Kurang pengetahuan mengenai
proses bersalin berhubungan dengan kurang informasi
3)
Ansietas berhubungan dengan
krisis situasi, ancaman konsep diri dan ancaman/ actual dari kesejahteraan
maternal dan janin
4)
Resiko infeksi berhubungan
pasca pembedahan
3.
Rencana Tindakan Keperawatan
Adapun rencana keparawatan sebelum dilakukan seksio sesarea adalah:
1)
Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan akibat implantasi placenta yang
abnormal, resiko pemisahan dengan dilatasi servik.
Tujuan :
Kebutuhan volume cairan klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
Klien dapat menunjukan kestabilan/perbaikan keseimbangan
cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat
serta pengeluaran dan berat jenis urine adekuat secara individual.
Intervensi:
a. Evaluasi, laporkan, serta catat jumlah dan sifat kehilangan darah.
Rasional: Perkirakan kehilangan darah membantu
membedakan diagnosis.
b. Lakukan tirah baring, intruksikan ibu untuk menghindari valsava
maneuver dan koitus.
Rasional: Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi
aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme dapat merangsang
perdarahan.
c. Posisikan ibu dengan tepat, terlentang dengan panggul ditinggikan
atau posisi semi fowler.
Rasional: Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk
otak, peninggian panggul menghindari kompresi vena kava. Posisi semifowler
memungkinkan janin bertindak sebagai tampon.
d. Catat tanda-tanda vital, pengisian kapiler pada dasar kuku, warna
membrane mukosa atau kulit dan suhu.
Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan
darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah dan nadi adalah
tanda-tanda lanjut dari kehilangan volume sirkulasi.
e. Pantau aktivitas uterus, status janin, dan adanya nyeri tekan pada
abdomen.
Rasional : Membantu menentukan sifat hemoragik dan
kemungkinan akibat dari peristiwa hemoragik
f. Hindari pemeriksaan rectal atau vagina
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragik
g. Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau
sel-sel kemasan, sesuai indikasi.
Rasional: Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi
gejala-gejala syok.
h. Pantau masukan / keluaran cairan. Dapatkan sampel urine setiap jam,
ukur berat jenis.
Rasional : Menentukan luasnya kehilangan cairan dan
menunjukan perfusi ginjal.
i.
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Bunyi nafas adventitus menunjukan
ketidaktepatan/kelebihan pergantian.
j.
Siapkan untuk kelahiran
sesaria.
Rasional: Hemoragi berhenti bila plasenta diangkat dan
sinus-sinus vena tertutup.
k. Simpan jaringan atau hasil konsepsi yang keluar.
Rasional : Dokter perlu mengevaluasi kemungkinan retensi
jaringan, pemeriksaan histology mungkin diperlukan.
2)
Perubahan perfusi jaringan
utero plasenta berhubungan dengan hipovolemia.
Tujuan :
Klien tidak mengalami perubahan pada volume sirkulasi,
pirau kanan dan kiri.
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ
dan aktivitas DBN serta tes nonstres reaktif (NST).
Intervensi :
a. Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume
darah.
Rasional : Kejadian perdarahan potensial merusak hasil
kehamilan, kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
b. Auskultasi dan laporkan DJJ, catat bradikardia atau takikardia.
Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas)
Rasional : Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin. Pada
awalnya, janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan
peningkatan gerakan. Bila tetap defisit, bradikardia dan penurunan aktivitas
terjadi.
c. Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior
dan meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen.
d. Berikan suplemen oksigen pada klien
Rasional : Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk
ambilan janin.
e.
Ganti kehilangan darah/cairan
ibu.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat
untuk transport oksigen.
f.
Siapkan klien untuk intervensi
bedah dengan tepat.
Rasional : Pembedahan perlu bila terjadi pelepasan
plasenta yang berat, atau bila perdarahan berlebihan, terjadi penyimpangan
oksigen janin, dan kelahiran vagina tidak mungkin.
Adapun rencana keparawatan pada klien dengan Post Seksio
Sesarea adalah:
1) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap insisi
bedah
Tujuan:
Klien tidak nyeri dan mampu
menggunakan teknik relaksasi setelah pencapaian kesembuhan luka
Kriteria hasil:
Klien mengatakan nyeri berkurang, skala intenstias nyeri
berkurang sampai hilang, ekspresi wajah rileks dank lien mampu
mendemonstrasikan teknik dengan tarik napas dalam
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri, perhatikan lokasi dan intensitas dengan
menggunakan skala (0-10)
Rasional: Membantu mengidentifikasi derajat
ketidaknyamanan dan kebutuhan untuk keefektipan analgesic
b. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan sesuai kebutuhan
Rasional: Meningkatkan kemampuan koping terhadap nyeri
yang timbul
c. Dorong mengendalikan sifat nyeri dan teknik imajinasi
Rasional: Meningkatkan kemampuan koping terhadap nyeri
yang timbul
d. Dorong dan ajar penggunaan teknik relaksasi, berika posisi nyaman,
latihan napas dalam saat batuk
Rasioanal: Kurang memahami keadaan dan penyebab nyeri
membuat kecemasan sehingga koping tidak efektif untuk meredakan nyeri
e. Kolaborasi dengan dokter memberi obat paracetamol
Rasional: Diberikan untuk menghilangkan
nyeri berat, memberikasn relaksasi mental dan fisik
2) Kurang pengetahuan mengenai cara perawatan luka post operasi
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan:
Meminta informasi
Kriteria hasil:
Mengungkapkan pemahaman tentang indikasi kelahiran
sesarea dan mengenali ini sebagai metode alternative kelahiran bayi
Intervensi:
a. Kaji kebutuhan belajar
Rasioanal: Metode kelahiran alternative ini diduskusikan
pada kelas persiapan anak, tetapi banyak klien gagal untuk menyerap informasi
b. Catat tingkat stress dan apakah prosedur ini direncanakan atau tidak
Rasional: Mengidentifikasi kesiapan klien/ pasangan
untuk menerima informasi
c. Berikan informasi akurat dengan istilah-istilah sederhana. Anjurkan
pasangan untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pertanyaan mereka
Rasional: Memberikan informasi dan mengklasifikasikan
kesalahan konsep. Memberikan kemampuan untuk mengevaluasi pemahaman klien/
pasangan terhadap situasi
d. Tinjau ulang indikasi-indikasi terhadap pilihan alternative
kelahiran
Rasional: Perkiraan 5 atau 6 kelahiran melalui sesarea
seharusnya dilihat sebagai alternative bukan cara yang abnormal untuk
meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan meternal/ janin
e. Berikan penyuluhan pasca operasi, termasuk instruksi, latihan, kaki,
batuk dan nafas dalam dan teknik/ latihan pengetatan abdomen
Rasional: Memberikan teknik untuk mencegah komplikasi
yang berhubungan dengan statis vena dan pneumonia hipostatistik dan menurunkan
stress pada sisi operasi
3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman konsep diri dan
ancaman yang dirasakan/ actual dari kesejahteraan maternal dan janin
Tujuan:
Ketergantungan klien menurun, distress, kegelisahan dan
ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi dapat diatasi
Kriteria hasil:
Klien mengungkapkan rasa takut pada keselamatan diri dan
janin, klien/suami/keluarga mendiskusikan kelahiran sesarea, klien tampak
benar-benar rileks
Intervensi:
a.
Kaji respon psikologis pada
kejadian dan kesediaan system pendukung
Rasional: Makin klien merasaknan ancaman makin besar tingkat
ansietas
b.
Pastikan apakah prosedur
direncanakan atau tidak direncanakan
Rasional: Pada kelahiran sesarea yang tidak direncanakan klien/
pasangan biasanya tidak mempunyai persiapan secara psikologis atau fisiologis
c.
Anjurkan pengungkapan perasaan
Rasional: Mengidentifikasikan area untuk diatasi reaksi klien
bervariasi dan dapat menyulitkan diagnosa pada periode operasi
d.
Berikan komunikasi verbal dari
pengkajian dan intervensi informasi tertulis dapat diberikan pada waktu
selanjutnya
Rasional: Bila masalah harga diri timbul pada klien,
ini dapat menjadi berat pada periode pra operasi, klien difokuskan pada saat
ini dan ini tidak siap untuk membaca atau menerima informasi tambahan
e.
Anjurkan klien/ pasangan dalam
aktivitas ikatan diruang melahirkan (misalnya: menyusui dan menggendong bayi)
Rasional: Memberikan penguatan pengalaman dan
menghilangkan suasanan perbedahan terhadap kelahiran
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan pasca pembedahan
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
·
Klien bebas dari infeksi
·
Pencapaian tepat waktu dalam
pemulihan luka tanpa komplikasi
Intervensi
a. Tinjau ulang kondisi faktor risiko yang ada sebelumnya
Rasional : Kondisi dasar ibu : seperti DM dan hemoragik
menimbulkan potensial risiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk.
b. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya peningkatan suhu,
nadi, jumlah sel darah putih, atu bau/warna secret vagina)
Rasional : Pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum
pembedahan dapat mengakibatkan korioamnionitis sebelum intervensi bedah dan
dapat mengubah penyembuhan luka.
c. Kaji klien terhadap rabas vaginal atau aliran lokhia
menetap/kembali. Catat warna drainase
Rasional : Meskipun aliran lokhia telah berhenti pada
saat ini, klien mendapatkan kembali
siklus menstruasi atau mengalami kegagalan untuk involusi lengkap.
d. Anjurkan peningkatan masukan cairan
Rasional : Meningkatkan haluaran urine, menurunkan
stasis urinarius dan risiko terhadap infeksi atau infeksi ulang.
e. Kolaborasi kultur lokhia/drainase sesuai indikasi
Rasional : Mengidentifikasi organism infeksius dan tindakan
yang tepat.
f. Tinjauan ulang penggunaan analgesic/antipiretik yang tepat
Rasional : Analgesik meningkatkan kenyamanan,
antipiretik menurunkan / mengontrol demam.
4.
Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan
5.
Evaluasi
Menurut Nursalam (2001), evaluasi
merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk
menilai keberhasilan dalam asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus
menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu:
ü
Masalah teratasi
ü
Masalah teratasi sebagian
ü
Masalah tidak teratasi
ü
Timbul masalah baru
Evaluasi terdiri dari 2 jenis yaitu:
evaluasi formatif dsn evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga proses
evaluasi jangka pendek atau evaluasi sedang berjalan dimana evaluasi dilakukan
secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasim sumatif disebut juga evaluasi akhir atau hasil atau jangka
panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan
menjadi suatu metode dalam memonitori kualitas dan efisiensi tindakan yang
diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, Vicky. 2006. Asuhan
kebidanan: persalinan dan kelahiran, Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi, edisi kedua. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Manuaba, Ida Bagus Gde (1998), Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk pendidikan Bidan.
Jakarta: EGC.
Murah Manoe dkk, 1999. Pedoman
Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Ujung Pandang : Bagian /SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman
Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC
Sarwono. 1997. Ilmu
Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal , Ed.I, Cet 2. Jakarta: Yauasan Bina Pustaka
Prawiharjo.