A.
Konsep Dasar Penyakit
1.
Definisi / Pengertian
Retensio plasenta adalah tertahannya
atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi
lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus.
Retensio plasenta adalah belum lepasnya
plasenta dengan melebihi waktu setengah jam (Ida Bagus Gde Manuaba, 2008)
Pada proses
persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat berpengaruh
bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang
merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada masa post partum. Apabila
sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus
tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian
itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah lahir, tetapi sebagian
kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa nifas.
Disamping kematian,
perdarahan post partum akibat retensio placenta memperbesar kemungkinan
terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan penderita yang kurang. Oleh
karena itu sebaiknya penanganan kala III pada persalinan mengikuti prosedur
tetap yang berlaku.
2.
Epidemiologi / Insiden Kasus
Retensio plasenta terjadi pada 3%
kelahiran per vagina. 15 % retensio plasenta adalah ibu yang pernah mengalami
retensi plasenta (AAFP, 2000/2001).
3.
Etiologi / Penyebab
Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu :
a. Fungsional
8 His kurang kuat
8 Plasenta belum
lepas dari dinding uterus karena :
tempatnya : insersi di sudut tuba
bentuknya : plasenta membranacea, plasenta anularis
ukurannya : plasenta yang sangat kecil
8 Plasenta sudah
lepas tetapi belum dilahirkan
b. Patolog – Anatomis
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perdarahan. Jika lepas sebagian terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
o
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi
uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhessiva),
o
Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat
erat pada dinding uterus oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai
miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
o
Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti :
manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik
yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan
constriction ring) dan menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
4.
Faktor Predisposisi
Beberapa
predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah :
a. Grandemultipara
b. Kehamilan Ganda, sehingga
memerlukan implantasi plasenta yang agak luas.
c. Kasus inferilitas, karena
lapisan endometriumnya tipis
d. Plasenta previa, karena di
bagian istmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga perlu masuk jauh
kedalam.
e. Bekas operasi pada uterus.
5.
Patofisiologi
Segera setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun
secara perlahan tetapi progresif uterus mengecil yag disebut retraksi, pada masa
retraksi itu lembek namun serabut-serabutnya secara perlahan memendek kembali.
Peristiwa retraksi menyebabkan pembuluh-pembuluh darah yang berjalan
dicelah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut otot rahim
itu sendiri. Bila serabut ketuban belum terlepas, plasenta belum terlepas
seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga rahim bisa menghalangi proses retraksi
yang normal dan menyebabkan banyak darah hilang.
6.
Pathway
Terlampir
7.
Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis,
antara lain:
a.
Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang
kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologis. Tipis sampai hilangnya lapisan jaringan ikat Nitabush,
sebagian atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plaenta saat terjadi
kontraksi dan retraksi otot uterus.
b.
Plasenta Akreta
Adalah implantasi
jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium. Hilangnya
lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga plasenta sebagian atau
seluruhnya mencapai lapisan desidua basalis. Dengan demikian agak sulit
melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus, dapat terjadi tidak
diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas. Plasenta manual sering tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan
kuretase.
c.
Plasenta Inkreta
Adalah implantasi
jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum. Implantasi jonjot
plasenta sampai mencapai otot uterus sehingga, tidak mungkin lepas sendiri.
Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus diikuti
(kuretase tajam dan dalam, histeroktomi).
d.
Plasenta Perkreta
Adalah implantasi
jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan
serosa dinding uterus. Jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan
peritoneum kavum abdominalis. Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan,
plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan dan sulit
dihentikan, atau perforasi. Tindakan definitif : hanya histeroktomi.
e.
Plaserita Inkarserata
Adalah tertahannya
plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri. Plasenta
telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena kontraksi SBR.
Tabel : Gambaran
dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala
|
Separasi / akreta parsial
|
Plasenta inkarserata
|
Plasenta akreta
|
Konsistensi
uterus
|
Kenyal
|
Keras
|
Cukup
|
Tinggi
fundus
|
Sepusat
|
2 jari bawah pusat
|
Sepusat
|
Bentuk
uterus
|
Diskoid
|
Agak globuler
|
Diskoid
|
Perdarahan
|
Sedang-banyak
|
Sedang
|
Sedikit/tidak ada
|
Tali
pusat
|
Terjulur sebagian
|
Terjulur
|
Tidak terjulur
|
Ostium
uteri
|
Terbuka
|
Konstriksi
|
Terbuka
|
Separasi
plasenta
|
Lepas sebagian
|
Sudah lepas
|
Melekat seluruhnya
|
Syok
|
Sering
|
Jarang
|
Jarang sekali
|
8.
Pemeriksaan Diagnostik /
penunjang
Untuk memperkuat adanya dugaan retensio plasenta maka dilakukanlah
pemeriksaan penunjang yang meliputi :
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat
hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta
jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya
meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT)
dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan
Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
9.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :
a. Komplikasi yang berhubungan dengan
transfusi darah yang dilakukan
b. Multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
c. Sepsis.
d. Kebutuhan terhadap histerektomi dan
hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
10. Penatalaksanaan
a.
Penanganan Umum
8 Jika placenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk
mengedan. Jika anda dapat merasakan placenta dalam vagina, keluarkan placenta tersebut.
8 Pastikan kandung kemih sudah kosong.
8 Jika placenta belum keluar, berikan oksitoksin 10 unit i.m.
Jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.
8 Jika uterus berkontraksi, lakukan PTT.
8 Jika PTT belum berhasil cobalah untuk melakukan pengeluaran
placenta secara manual.
b.
Penanganan Khusus
· Retensio placenta dengan separasi parsial :
-
Tentukan jenis
retensio yang terjadi.
-
Regangan tali pusat
dan minta klien untuk mengedan, bila ekspulsi placenta tidak terjadi, coba
traksi terkontrol tali pusat.
-
Pasang infus
oksitoksin 20 unit dalam 500 ml cairan dengan 40 tetes/menit.
-
Bila traksi
terkontrol gagal, lakukan manual placenta.
-
Transfusi jika
perlu.
-
Beri antibiotik dan
atasi komplikasi.
· Placenta inkaserata :
-
Tentukan diagnosa
kerja
-
Siapkan alat dan
bahan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.
-
Siapkan anastesi
serta infus oksitoksin 20 ui dalam 500 ml dengan 40 tetes/menit.
-
Pemantauan tanda
vital, kontraksi uterus, TFU, perdarahan pasca tindakan.
· Placenta akreta :
-
Tentukan diagnosis
-
Stabilitas pasien
-
Rujuk klien ke RS
karena tindakan kasus ini perlu dioperasi.
· Placenta manual :
-
Kaji ulang indikasi
dan persetujuan tindakan.
-
Kaji ulang prinsip
perawatan dan pasang infus.
-
Berikan sedativa,
analgetik, dan antibiotik dengan dosis tunggal.
-
Pasang sarung
tangan DTT.
-
Jepit tali pusat,
tegangkan sejajar lantai.
-
Masukan tangan
secara obstetrik menelusuri tali pusat dan tangan lain menahan fundus uteri.
-
Cari insersi
pinggir placenta dengan bagian lateral jari-jari tangan.
-
Buka tangan
obstetrik seperti memberi salam dan jari-jari dirapatkan, untuk menentukan
tempat implantasi.
-
Gerakan tangan
secara perlahan bergeser kekranial sehingga semua permukaan maternal plasenta
dapat dilepaskan.
-
Jika tidak terlepas
kemungkinan akreta. Siapkan untuk laparatomi.
-
Pegang plasenta,
keluarkan tangan beserta plasenta secara pelahan.
-
Pindahkan tangan
luar kesupra simphisis untuk menahan uterus saat placenta dikeluarkan, dan
periksa placenta.
-
Berikan oksitoksin
10 iu dalam 500 ml cairan dengan 60 tts/menit.
-
Periksa dan perbaiki
robekan jalan lahir.
-
Pantau tanda vital
dan kontrol kontraksi uterus dan TFU.
-
Teruskan infus dan
transfusi jika perlu.
Penanganan Retensio Plasenta
1.
Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV – line
dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium
klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Tranfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.
Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan
Ringer laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.
3.
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil
lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.
Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual
plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah
persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi
dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan
dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena dinding rahim
relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi dan
untuk pencegahan infeksi sekunder.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
Beberapa
hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut :
Identitas
klien
Data
biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan,
persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1)
Sirkulasi :
ü Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak tejadi sampai
kehilangan darah bermakna)
ü Pelambatan pengisian kapiler
ü Pucat, kulit dingin/lembab
ü Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal
(placentaa tertahan)
ü Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
ü Haemoragi berat atau gejala syock diluar proporsi jumlah
kehilangan darah.
2)
Eliminasi :
Kesulitan berkemih
dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina
3)
Nyeri/Ketidaknyamanan
:
Sensasi nyeri
terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan)
dan nyeri uterus lateral.
4)
Keamanan :
Laserasi jalan
lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus
keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia
minora, dari muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi
episiotomi kedalam kubah vagina, atau robekan pada serviks.
5)
Seksualitas :
ü Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak
menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
ü Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus
(gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta, placenta
previa.
ü Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital,
pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
ü Pemeriksaan laboratorium. (Hb 10 gr%)
2.
Diagnosa Keperawatan yang
mungkin muncul
a. Defisit
volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang
berlebihan
b. Resiko
tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
c. Nyeri
berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan
d. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
e. Ansietas
berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan
f. Kurang
Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh
3.
Rencana Tindakan Keperawatan
a.
Defisit volume cairan tubuh
berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang berlebihan.
Setelah diberika asuhan
keperawatan diharapkan volume cairan adekuat dengan kriteria hasil :
-
Tanda-tanda vital dalam batas normal
-
Pengisian kapiler cepat (kurang dari 3 detik)
-
Sensorium tepat
-
Input dan output cairan seimbang
Intervensi
:
ü Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan/kelahiran,
perhatiakan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada situasi hemoragi
(misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis, abrupsio plasenta,
emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan
memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
ü Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan; timbang dan
hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh perawat.
Rasional
: Perkiraan kehilangan darah, arteial
versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan
menentukan kebutuhan penggantian.
ü Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas uterus. Dengan
perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatkan tangan
kedua diatas simpisis pubis.
Rasional
: Derajat kontraktilitas uterus
membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat
menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis
mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
ü Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan pengisian
kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional
: Tanda-tanda ini menunjukan
hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah tidak dapat
dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah
tanda akhir dari hipoksia.
ü Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan vena sentral
atau tekanan baji arteri pulmonal bila ada.
Rasional
: Memberikan pengukuran lebih
langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
ü Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30 derajat
dan tubuh horizontal.
Rasional
: Perdarahan dapat menurunkan atau
menghentikan reduksi aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan
aliran balik vena, menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya
lebih besar.
ü Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila melakukan
pemeriksaan vagina dan/atau rectal
Rasional
: Dapat meningkatkan hemoragi bila
laserasi servikal, vaginal atau perineal atau hematoma terjadi.
ü Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis
Rasional
: Meningkatkan relaksasi, menurunkan
ansietas dan kebutuhan metabolik.
ü Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh pada vagina.
Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Rasional
: Haematoma sering merupakan akibat
dari perdarahan lanjut pada laserasi jalan lahir.
ü Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi sedikit dari
myometrium dengan jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta terhadap
tanda-tanda KID (koagulasi intravascular diseminata).
Rasional
: Tromboplastin dilepaskan selama
upaya pengangkatan placenta secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.
ü Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik atau
elektrolit dengan kateter 18 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan darah
lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai indikasi.
Rasional
: Perlu untuk infus cepat atau
multipel dari cairan atau produk darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan
mencegah pembekuan.
ü Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin,
Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional
: Meningkatkan kontraktilitas dari
uterus yang menonjol dan miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan
menghentikan hemoragi pada adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa
penelitian melaporkan penggunaan MgSO4 memudahkan relaksasi uterus
selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional :
Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi atau mungkin
perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat pada subinvolusi
uterus atau hemoragi.
ü Pantau pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu
dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5 mgHb.
b.
Resiko tinggi
terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan infeksi tidak terjadi. Dengan kriteria hasil :
-
Bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi
:
ü Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik
perawatan diri. Tinjau ulang cara yang tepat untuk menangani dan membuang material
yang terkontaminasi misalnya pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional
: Mencegah kontaminasi
silang/penyebaran organinisme infeksious.
ü Perhatikan perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP.
Rasional
: Peningkatan suhu dari 100,4 ºF
(38ºC) pada dua hari beturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca
partum), tachikardia, atau leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan
infeksi.
ü Perhatikan gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan
uterus atau nyeri pelvis.
Rasional
: Gejala-gejala ini menandakan
keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian
bila tidak teratasi.
ü Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti
pernapasan (perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent),
mastitis (bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh,
bau busuk, dorongan, frekuensi, nyeri).
Rasional
: Diagnosa banding adalah penting
untuk pengobatan yang efektif.
ü Kaji keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai
indikasi.
Rasional
: Anemia sering menyertai infeksi,
memperlambat pemulihan dan merusak sistem imun
c.
Nyeri berhubungan
dengan trauma atau distensi jaringan.
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeriberkurang. Dengan kriteria
hasil :
-
nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol.
-
Tampak rileks/tenang
Intervensi :
ü Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji
klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina,
kontraksi uterus atau nyeri tekan abdomen.
Rasional
: Membantu dalam diagnosa banding dan
pemilihan metode tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena
tekanan dari hemaoragik tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri
tekan abdominal mungkin sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya
bagian-bagian placenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat
terjadi dengan inversio uterus.
ü Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan.
Rasional
: Situasi darurat dapat mencetuskan
rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.
ü Berikan tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es
pada perineum atau lampu pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional
: Kompres dingan meminimalkan edema,
dan menurunkan hematoma serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi
yang memudahkan resorbsi hematoma.
ü Berikan analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Rasional
: Menurunkan nyeri dan ancietas,
meningkatkan relaksasi.
d.
Perubahan perfusi
jaringan berhubungan dengan hipovalemia
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan kembali normal dengan kriteria hasil:
-
TD, nadi darah
arteri, Hb/Ht dalam batas normal
-
pengisian kapiler
cepat
-
fungsi hormonal
normal menunjukkan dengan suplai ASI adekuat untuk laktasi dan mengalami
kembali menstruasi normal.
Intervensi
:
ü Perhatikan Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji
status nutrisi, tinggi dan berat badan.
Rasional
: Nilai bandingan membantu menentukan
beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk
meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen.
ü Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode
hipovolemik.
Rasional
: Luasnya keterlibatan hipofisis
dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Penigkatan frekuensi
pernapasan dapat menunjukan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
ü Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional
: Perubahan sensorium adalah
indikator dini dari hipoksia, sianosis, tanda lanjut dan mungkin tidak tampak
sampai kadar PO2 turun dibawah 50 mmHg.
ü Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah,
perhatikan suhu kulit.
Rasional
: Pada kompensasi vasokontriksi dan
pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diperlukan yang
mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
ü Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional
: Memaksimalkan ketersediaan oksigen
untuk transpor sirkulasi kejaringan.
ü Pasang jalan napas; penghisap sesuai indikasi.
Rasional
: Memudahkan pemberian oksigen.
e.
Ansietas
berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Setelah diberika asuhan keperawatan diharapkan
ansietas berkurang
Intervensi
:
ü Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap
kejadian hemoragi pasca partum. Klarifikasi kesalahan konsep.
Rasional
: Membantu dalam menentukan rencana
perawatan. Persepsi klien tentang kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat
ancietasnya.
ü Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum;
misalnya tachikardi, tachipnea, gelisah atau iritabilitas.
Rasional
: Meskipun perubahan pada tanda vital
mungkin karena respon fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh
faktor-faktor psikologis.
ü Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional
: Dapat membantu klien mempertahankan
kontrol emosional dalam berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu
dalam menurunkan tranmisi ansietas antar pribadi.
ü Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas,
berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional
: Pengungkapan memberikan kesempatan
untuk memperjelas informasi, memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan
perspektif, memudahkan proses pemecahan masalah.
ü Beritahu kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan
dilakukan
Rasional
: Kecemasan klien akan berkurang bila
sebelum sebuah tindakan dilakukan oleh perawat.
f.
Kurang Pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh.
Setelah diberika asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan
pasien dan keluarga pasien meningkat
Intervensi
:
ü Jelaskan faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan
khusus terhadap penyebab hemoragi.
Rasional
: Memberikan informasi untuk membantu
klien/pasangan memahami dan mengatasi situasi.
ü Kaji tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien
untuk belajar. Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk
bertanya dan meninjau materi.
Rasional
: Memberikan informasi yang perlu
untuk mengembangkan rencana perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas,
yang menghambat pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk
meningkatkan pemahaman.
ü Diskusikan implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca
partum, seperti perlambatan atau intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien
tidak mampu melakukan perawatan terhadap diri dan bayinya segera sesuai
keinginannya).
Rasional
: Menurunkan ansietas dan memberikan
kerangka waktu yang realistis untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas
perawatan bayi.
ü Diskusikan implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum
dengan tepat, misalnya resiko hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya,
ataonia uterus, atau ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila
histerektomie dilakukan.
Rasional
: Memungkinan klien untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang
kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang.
4.
Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5.
Evaluasi
a)
volume cairan adekuat, Tanda-tanda vital dalam batas normal, Pengisian kapiler cepat (kurang dari
3 detik), Sensorium tepat, Input dan output cairan seimbang
b)
Infeksi
tidak terjadi, Bebas dari tanda-tanda infeksi
c)
Nyeri/ketidaknyamanan hilang
atau terkontrol, Tampak rileks/tenang
d)
Perfusi jaringan kembali normal;
TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal ; pengisian kapiler cepat.
e)
ansietas berkurang
f)
pengetahuan pasien dan keluarga
pasien meningkat
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilynn. 2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta : EGC
Harry, Oxorn. 1990. Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan
Persalinan, Edisi Human Labor and Birth : Yayasan Essentia Medica
Jones. 2001. Dasar-dasar
Obstetri & Ginekologi. Jakarta : Hipokrates.
Mary Hamilton. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Mitayani. 2009. Asuhan
Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.
Muliyati, 2005. Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas. Makassar
Sarwono Prawirohardjo. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka