09 January 2011

Inkontinensia Urine


Inkontinensia atau urinary incontinence adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu lagi mengontrol keinginan buang air kecil, sehingga urine keluar secara tidak sengaja. Hal ini dapat menimbulkan rasa malu dan mengurangi kebersihan. Beberapa penderita mengalami gejala seperti keinginan mendesak untuk urinasi atau terlalu sering urinasi. Kondisi ini dikenal sebagai “overactive bladder” ( kantung kemih yang terlalu aktif ). Meskipun inkotinensia bukan bagian dari proses normal penuaan, namun kecenderungannya meningkat pada mereka yang berusia lanjut. Wanita lebih beresiko mengalami inkontinensia dibandingkan pria.

Tipe-tipe Inkontinensia
Ada lima tipe Inkontinensia :
      a. Stress incontinence
            Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Jenis ini lebih sering terjadi pada wanita 50 tahun atau lebih dan dapat brkaitan dengan menopause. Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering dipakai).
b. Urge incontinence
Terjadi akibat ketidakstabilan otot detrusor, sehingga kantung kemih berkontraksi di luar keinginan. Penderita merasakan keinginan yang tiba-tiba untuk buang air kecil, diikuti dengan keluarnya urine dalam jumlah banyak sebelum yang bersangkutan berhasil mencapai toilet. Beberapa factor penyebab, yaitu: diabetes mellitus, batu di saluran kemih, infeksi kantung kemih, dan pengangkatan prostat.

c. Overflow incontinence
Terjadi akibat berkurangnya kekuatan kontraksi kantung kemih, sehingga kantung kemih menyimpan urine dalam jumlah besar sampai waktunya tidak sanggup lagi menahan urine lebih lama, sehingga terjadi urinasi dalam jumlah sangat banyak. Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.  Overflow incontinence ini lebih sering terjadi pada usia lanjut, khususnya yang mengalami pembesaran prostat.

d. Total incontinence
total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau ke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan tindakan operasi.

            e. Latrogenic incontinence
Terjadi akibat efek atau afek samping obat misalnya kafein, diuretic. Penderita dapat mengalami inkotinensia campuran dalam waktu bersamaa, misalnya stress dan urge incontinence.

Penyebab Inkontinensia Urin.
·         Terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
·         Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam IU
·          Infeksi pada saluran kemih, minum obat pencahar, cedera pada tulang belakang.
·         Kelemahan otot dasar panggul setelah melahirkan, sumbatan yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat.
·         Kanker kandung kemih.

PENGELOLAAN INKONTINENSIA URIN
Pengelolaan inkontinensia akan cukup baik hasilnya bila semua factor yang berpengaruh di perhatikan, dan tipe dari inkontinensia dapat di kenal serta diagnosis penyebabnya di ketahui ( fonda). Dari anamnesis , beberapa informasi penting ynag harus ditanyakan antara lain:
·         Kondisi medic saat ini, misalnya anamnesis untuk diabtes, gagal jantung, kelainan-kelainan saraf dan sebagainya.
·         Obat-obatan yang sedang di gunakan
·         Riwayat kesehatan saluran genitourinaria, misalnya riwayat persalinan , adakah pembedahan di masa lalu, radiasi, dan sebagainya.
·         Keluhan khusus untuk saluran kemih bawah, untuk menditeksi kemungkinan infeksi baik akut maupun kronik , kurang lancar atau mengejan saat kencing, kencing berwarna merah dan sebagainya.
·         Keluhan dari inkontinensia sendiri, saat dan lama berlangsungnya, kekerapannya, jumlah, dan lain-lain untuk usaha mengenal tipe inkontinensia yang dihadapi.
·         Asupan ( intake ) cairan, jumlahnya dan waktu-waktu minum penderita.
·         Adakah obstipasi, adakah inkontinensia alvi yang mungkin sebagai penyebab atau menyertai inkontinensia urine.
·         Perlu di tanyakan keadaan lingkungan, adakah tempat berkemih, dan jarak serta kondisinya.
·         Adakah keluhan psikologi yang mengarah pada gangguan status mental, misalnya depresi.
·         Anamnesis tentang tanggapan penderita untuk inkontinensia yang diderita, apakah disadari atau tidak dan apakah mengganggu kualitas hidupnya.
Dari pemeriksaan fisik, beberapa hal penting yang harus diperiksa adalah:
·         Status mental, misalnya: untuk fungsi-fungsi kognitif.
·         Status neurologi mis.adakah paresis / plegia dari ekstremitas, reflek-refkes patologi dan tanda-tanda penyakit usus mis. sindrom Parkinson.
·         Mobilitas dan gaya berjalan di periksa antara lain untuk menilai kemampuan mencapai tempat kemih.
·         Pemeriksaan abdomen misalnya adakah massa di daerah supra pubis, dan khususnya adakah kelainan daerah genitalia.
·         Lain-lain yang perlu di periksa adakah tanda-tanda gagal jantung, udema pada eksteremitas bawah dan sebagainya.

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain :
n  Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing
n  Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
n  Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.

DIAGNOSA
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis inkontinensia : Analisa air kemih, untuk menentukan apakah terdapat infeksi atau tidak.
Pengukuran jumlah air kemih yang tersisa di dalam kandung kemih melalui pemeriksaan USG atau kateterisasi. Sisa air kemih yang banyak menunjukkan adanya penyumbatan atau kelainan pada saraf atau otot kandung kemih. Penilaian urodinamik dilakukan untuk mengukur tekanan kandung kemih pada saat kosong dan pada saat terisi. Pemeriksaan ini terutama efektif dilakukan pada inkontinensia menahun. Pengukuran laju aliran kemih dilakukan untuk mengetahui adanya penyumbatan aliran kemih dan kekuatan kontraksi otot kandung kemih. Pada inkontinensia karena stres dilakukan pemeriksaan vagina dan pemeriksaan panggul (untuk mengetahui apakah lapisan uretra atau vagina mengalami penipisan akibat kekurangan estrogen).

PENGOBATAN
Beberapa langkah sederhana bisa dilakukan untuk merubah perilaku penderita :
Ø  Teknik perubahan perilaku, misalnya membiasakan diri untuk berkemih setiap 2-3 jam untuk menjaga agar kandung kemih relatif kosong.
Ø  Menghindari minuman yang bisa menyebabkan iritasi kandung kemih, misalnya minuman yang mengandung kafein.
Ø  Minum sebanyak 6-8 gelas/hari untuk mencegah pemekatan air kemih, karena air kemih yang terlalu pekat bisa mengiritasi kandung kemih.
Ø  Menghentikan pemakaian obat-obatan yang bisa menimbulkan efek samping pada kandung kemih.
Ø  Pengobatan untuk inkontinensia desakan.
Ø  Membiasakan diri untuk berkemih secara teratur.
Ø  Teknik pelatihan kandung kemih yang berupa latihan otot panggul dan biofeedback.
Ø  Obat-obatan yang mengendurkan kandung kemih, misalnya propantelin, imipramine, hisiamin, oksibutinin dan disiklomin.
Ø  Pada wanita yang menderita inkontinensia karena stres bisa diberikan tablet estrogen atau krim estrogen yang dioleskan langsung ke vagina.
Ø  Obat yang membantu memperkuat sfingter (misalnya fenilpropanolamin atau pseudoefedrin) harus diberikan bersamaan dengan estrogen.
Ø  Jika terdapat kelemahan otot panggul, maka dilakukan latihan Kegel dan biofeedback.
Penderita bisa menggunakan pembalut untuk menyerap sejumlah kecil air kemih yang biasanya keluar pada saat mengalami stres.
Ø  Pada kasus yang lebih berat, yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan diatas, bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung kemih dan memperkuat uretra. Atau bisa diberikan suntikan kolagen di sekeliling uretra.
Jika penyebabnya adalah pembesaran prostat atau penyumbatan lainnya, maka dilakukan:
§  pembedahan untuk mengangkat sebagian atau seluruh prostat
§  pemberian obat finasterid seringkali bisa memperkecil ukuran prostat atau menghentikan pertumbuhannya, sehingga tidak perlu dilakukan pembedahan atau pembedahan bisa ditunda
§  pemberian obat untuk mengendurkan sfingter (misalnya terazosin).

Jika penyebabnya adalah kelemahan kontraksi otot kandung kemih, maka dilakukan:
§  pemberian obat yang meningkatkan kontraksi kandung kemih (misalnya betanekol)
§  menekan perut bagian bawah (tepat diatas kandung kemih) bisa membantu mengosongkan kandung kemih
§  kateterisasi (pemasangan selang kecil melalui uretra) untuk mengosongkan kandung kemih dan mencegah komplikasi (misalnya infeksi berulang dan kerusakan ginjal).

Inkontinensia total diatasi dengan berbagai prosedur pembedahan.
Salah satunya adalah mengganti sfingter yang tidak menutup sebagaimana mestinya dengan sfingter buatan.
Pengobatan untuk inkontinensia psikogenik adalah psikoterapi yang biasanya dilakukan bersamaan dengan perubahan perilaku dan pemakaian alat yang bisa membangunkan anak ketika mulai mengompol atau obat untuk mencegah kontraksi kandung kemih. Kepada penderita yang mengalami depresi bisa diberikan obat anti-depresi. Jika inkontinensia tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh berbagai pengobatan spesifik diatas, maka untuk melindungi kulit serta memungkinkan penderita tetap merasa kering, nyaman dan bisa melakukan kegiatan sosial, maka penderita bisa menggunakan pembalut dan pakaian dalam khusus.