09 January 2011

Praktik Keperawatan Profesional


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut. Peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang menimpa dirinya. Keperawatan adalah fungsi unik dari perawat membantu individu sakit atau sehat dalam melaksanakan segala aktivitasnya untuk mencapai kesehatan atau untuk meninggal dunia dengan tenang yang dapat dapat ia lakukan sendiri tanpa bantuan apabila cukup kekuatan, harapan dan pengetahuan. Perawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yg mencakup seluruh siklus kehdpan manusia (Lokakarya keperawatan Nasional 1986). Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan actual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien/klien. Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan professional diberikan dengan perawat professional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain keperawatan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1            Pengertian praktik keperawatan professional
Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN). Praktik keperawatan profesional tertuang juga dlm Nurse Practice Art New York 1972. Praktik keperawatan terdapat dalam American Nursing Association/ANA)
Praktek keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan keperawatan (Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2000). Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan actual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien/klien. Keunikan hubungan perawat dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan kontuinitasnya. Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan professional diberikan dengan perawat professional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain keperawatan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.

2.2            Falsafah praktik keperawatan
Falsafah adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, azas-azas, hukum,dan sebagainya daripada segala yang ada dalam alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti adanya sesuatu (WJS Poerwadarminta. Falsafah keperawatan adalah pandangan dasar tentamg hakikat manusia dan esensi keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktik keperawatan. Falsafah Keperawatan bertujuan mengarahkan kegiatan keperawatan yang dilakukan. Keperawatan menganut pandangan holistik terhadap manusia yaitu kebutuhan manusia bio-psiko-sosial-spiritual. Kegiatan keperawatan dilakukan dengan pendekatan humanistik, dalam arti menghargai dan menghormati martabat manusia, memberi perhatian kepada klien serta, menjunjung tinggi keadilan bagi sesama manusia. Keperawatan bersifat universal dalam arti tidak membedakan atas ras, jenis kelamin, usia, warna kulit, etik, agama, aliran politik, dan status sosial ekonomi. Keperawatan adalaFalsafah keperawatan mengkaji penyebab dan hukum-hukum yang mendasari realitas, serta keingintahuan tentang gambaran sesuatu yang lebih berdasakan pada alasan logis daripada metoda empiris. Falsafah keperawatan menurut Roy (Mc Quiston, 1995). Roy memiliki delapan falsafah, empat berdasarkan falsafah prinsip humanisme dan empat berdasarkan prinsip falsafah veritivity.
Falsafah humanisme/ kemanusiaan “mengenali manusia dan sisi subyektif manusia dan pengalamannya sebagai pusat rasa ingin tahu dan rasa menghargai”. Sehingga ia berpendapat bahwa seorang individu :
  1. saling berbagi dalam kemampuan untuk berpikir kreatif yang digunakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi, mencari solusi
  2. bertingkahlaku untuk mencapai tujuan tertentu, bukan sekedar memenuhi hukum aksi-reaksi
  3. memiliki holism intrinsic
  4. berjuang untuk mempertahankan integritas dan memahami kebutuhan untuk memiliki hubungan dengan orang lain veritivity. Berarti kebenaran, yang bermaksud mengungkapkan keyakinan Roy bahwa ada hal yang benar absolut. Ia mendefinisikan veritivity sebagai “prinsip alamiah manusia yang mempertegas tujuan umum keberadaan manusia”. Empat falsafah yang berdasarkan prinsip veritivity adalah sebagai berikut ini. Individu dipandang dalam konteks
1.      tujuan eksistensi manusia
2.      gabungan dari beberapa tujuan peradaban manusia
3.      aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan-kebaikan umum
4.      nilai dan arti kehidupan
Bagian integral dari pelayanan kesehatan. Keperawatan menganggap klien sebagai pertner aktif, dalam arti perawat selalu bekerjasama dengan klien dalam pemberian asuhan keperawatan.

PARADIGMA KEPERAWATAN
  1. Pengertian Paradigma
Paradigma keperawatan sebagai pandangan fundamental tentang persoalan dalam suatu cabang ilmu pengetahuan(Masterman,1970).
Paradigma sebagai suatu perangkat bantuan yang memiliki nilai tanggi dan sangat menentukan bagi penggunanya untuk dapat memiliki pola dan cara pandang dasar kas dalam memikirkan,memyikapi dan memilih tindakan mengenai suatu kenyataan atau fenomena kehidupan manusia.
Ritzer dalam zamroni, membuat pengertian tentang paradigma yaitu pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut. (ahmad sihabudin dalam Jurnal Kampus Tercinta, 1996 : 43).
Paradigma keperawatan menurut Gaffar, 1997, adalah cara pandang yang mendasar atau cara kita melihat, memikirkan, memberi makna, mmenyikapi dan memilih tindakanterhadap berbagai fenomena yang ada dalam keperawatan. Dengan demikian paradigma keperawatan berfungsi sebagai acuan atau dasar dalam melaksanakan praktek keperawatan yang bersifat professional.
Penjelasan paradigma fakta sosial berasal dari pendapat Durkheim. Fakta sosial dianggap sebagai barang sesuatu yang berbeda dengan ide yang menjadi obyek penyelidikan seluruh ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni. Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil di luar pemikiran manusia. Fakta sosial ini terdiri atas dua jenis, yaitu :
1.      Bentuk material, berupa barang sesuatu yang dapat dilihat, ditangkap dan diobservasi,
2.      Dalam bentuk non material, merupakan fenomena yang terkandung dalam diri manusia hanya muncul dalam kesadaran manusia (zamroni, 1992:24)
penjelasan paradigma definisi sosial bersumber dari karya Weber yang konsepsinya tentang fakta sosial sangat berbeda dengan konsep Durkheim. Weber tidak memisahkan antara struktur sosial dengan pranata sosial karena keduanya sama-sama membantu untuk membentuk tindakan manusia yang penuh makna (Zamroni, 1992 : 53)

KOMPONEN PARADIGMA KEPERAWATAN
1.1  Konsep manusia
Komponen ini merupakan komponen pertama sebagai salah satu fokus dari pelayanan keperawatan.manusia bertindak sebagai klien dalam konteks paradigma keperawatan ini bersifat individu,kelompok dan masyarakat daam suatu sistem.sistem tersebut dapat meliputi:
a.       sistem terbuka,manusia dapat mempengaruhi dan di paengaruhi oleh lingkungan baik fisik,psikologis,sosial maupun spiritual sehingga proses perubahan pada manusia akan selalu terjadi khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
b.      sistem adaptif,manusia akan merespon terhadap perubahan yang ada di lingkungannya yang akan selalu menunjukkan perilaku adaptif dan maladaftif.
c.       sistem personal,interpersonal dan sosial,manusia memiliki persepsi,pola kepribadian dan tumbuh kembang yang berbeda.
1.2  Konsep keperawatan
Konsep ini adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia yang dapat ditunjukkan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat sakit. Dengan demikian konsep ini memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar.
1.3  Konsep sehat sakit
Komponen ini memandang bahwa keperawatan itu bahwa bentuk pelayanan yang diberikan pada manusia dalam rentang sehat sakit.
Konsep Sehat (Travis and Ryan, 1998)
1.      Sehat merupakan pilihan, suatu pilihan dalam menentukan kesehatan
2.      Sehat merupakan gaya hidup, disain gaya hidup menuju pencapaian potensial tertinggi untuk sehat
3.      Sehat merupakan proses, perkembangan tingkat kesadaran yang tidak pernah putus, kesehatan dan kebahagiaan dapat terjadi di setiap momen, ”here and now.”
4.      Sehat efisien dalam mengolah energi, energi yang diperoleh dari lingkungan, ditransfer melalui manusia, dan disalurkan untuk mempengaruhi lingkungan sekitar.
5.      Sehat integrasi dari tubuh, pikiran dan jiwa, apresiasi yang manusia lakukan, pikirkan, rasakan dan percaya akan mempengaruhi status kesehatan.
6.      Sehat adalah penerimaan terhadap diri.
  1. Rentang sehat
Rentang ini diawali dari status kesehatan sehat normal,sehat sekali dan sejahtera. Dikatakan sehat bukan hanya bebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Maka dapat diketahui karakteristik sehat sebenarnya adalah : pertama, memiliki kemampuan merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia; kedua, memiliki pandangan terhadap sehat dalam konteks lingkungan; dan ketiga, memiliki hidup yang kreatif dan produktif keyakinan terhadap kesehatan adalah pendapat,  keyakinan, dan sikap seseorang terhadap sehat dan sakit. Keyakinan terhadap kesehatan didasarkan informasi yang faktual/kesalahan informasi, pikiran sehat/mitos, dan kenyataan atau harapan yang salah. Karena keyakinan terhadap kesehatan biasanya mempengaruhi perilaku sehat, maka keyakinan tersebut dapat berpengaruh secara positif/negatif terhadap tingkat kesehatan klien.
Keyakinan klien terhadap kesehatan bergantung pada beberapa faktor antara lain persepsi tentang tingkat sehat, faktor-faktor yang dapat di modifikasi seperti demografi (misal jenis dan tempat perumahan), kepribadian, dan persepsi terhadap keuntungan yang dapat diperoleh dari perilaku sehat yang positif. Faktor pengaruh stasus kesehatan, antara lain:
1.      Perkembagan
Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor perkembangan yang mempuyai arti bahwa perubahan status kesehatan dapat ditentukan oleh faktor usia.
2.      Sosial dan Kultural
Hal ini dapat juga mempengaruhi proses perubahan bahan status kesehatan seseorang karena akan mempengaruhi pemikiran atau keyakinan sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam perilaku kesehatan.
3.      Pengalaman Masa Lalu
Hal ini dapat mempegaruhi perubahan status kesehatan,dapat diketahiu jika ada pengalaman kesehatan yang tidak diinginkan atau pengalamam kesehatan yang buruk sehingga berdampak besar dalam status kesehatan selanjutya.
4.      Harapan seseorang tentang dirinya
Harapan merupakan salah satu bagian yang penting dalam meningkatkan perubahan status kesehatan kearah yang optimal.
5.      Keturunan
Keturunan juga memberikan pengaruh terhadap status kesehatan seseorang mengingat potensi perubahan status kesehatan telah dimiliki melalui faktor genetik.
6.      Lingkungan
Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik.
7.      Pelayanan
Pelayanan dapat berupa tempat pelayanan atau sistem pelayanan yang dapat mempengaruhi status kesehatan
  1. Rentang sakit
Rentang ini dimulai dari keadaan setengah sakit,sakit,sakit kronis dan kematian. Tahapan proses sakit :
1.      Tahap gejala Merupakan tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya perasaan tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala.
2.      Tahap asumsi terhadap sakit, Pada tahap inin seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang di alaminya dan akan merasakan keraguan pada kelainan atau gangguan yang dirasakan pada tubuhnya.
3.      Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan, Tahap ini seorang mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta nasehat dari profesi kesehatan
4.      .Tahap penyembuhan, Tahap ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk beradaptasi,di mana srsrorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan perannya selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit.
Konsep lingkungan
Paradigma keperwatan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang bahwa lingkunan fisik,psikologis ,sosial, budaya dan spiritual dapat mempengaruhi kebutuhan dasar manusia selama pemberian asuhan keperawatan dengan meminimalkan dampak atau pengaruh yang ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat tercapai.

2.3      Hakikat praktik keperawatan
Senatiasa mengabdi kepada kemanusiaan / berbentuk pelayanan humanistik mendahulukan kepentingan kesehatan klien askep merupakan inti praktek keperawatan hubungan profesional perawat – klien mengacu pada sistem interaksi secara positif atau hubungan terapiutik, karakteristik hubungan profedional :
1.      Berorientasi pada kebutuhan klien
2.      Diarahkan pada pencapaian tujuan
3.      Bertanggung jawab dlm menyelesaikan masalah klien
4.      Memahami kondisi klien dgn berbagai keterbatasan
5.      Memberi penilaian berdasarkan norma yg disepakati
6.      Berkewajiban membantu klien agar mampu mandiri
7.      Berkewajiban membina hubungan saling percaya
8.      Bekerja sesuai kaida etik, menjaga kerahasiaan
9.      Berkomunikasi secara efektif


2.4      fokus praktik keperawatan
Upaya kesehatan dunia dan nasioanal pada saat ini kesmas merupakan fokus utama dgn target populasi total, tujuan sesuai yg dicanangkan who (1985) :
1.      Pencegahan primer
2.      Peningkatan kesehatan
3.      Perawatan diri
4.      Peningkatan kepercayaan diri

kozier & erb (1990 ) membagi empat area terkait kesehatan :
1.      Peningkatankesehatan (health promotion)
·         pendidikan kesehatan
·         perundangan / kebijakan yang mendukung
·         hubungan interpersonal dgn klien secar langsung area yg melibatkan perawat :
a.       Mendorong latihan fisik secara periodik dan pemantauan penyakit
b.      Memimpin pelks. Penkes pada masy.
c.       Mendukung undang-undang untuk kes
d.      Meningkatkan kesehatan & kesker
2.      Pencegahan penyakit :
helath education di rumah sakit program meningkatkan gaya hidup sehat, memberi informasi, menyediakan keperwatan, membantu tumbuh kembang bayi dan balita, immunisasi, melakukan pemeriksaan untuk deteksi dini, konseling kesehatan peran perawat :
a.       Bertindak sebagai model peran
b.      Mengajarkan klien strategi keperawatan untuk meningkatkan kesehatan
c.       Mempengaruhi klien untuk meningkatkan derajat
d.      Menunjukan pada klien cara pemecahan masalah
e.       Mengutkan perilaku peningkatan kesehatan
3.      Pemeliharaan kesehtan (health maintenance)
4.      Pemulihan kesehatn (healt restoration) dan perawatan pasien menjelang ajal

2.5      Lingkup kewenangan perawat
Kewenangan keperawatan adalah hak dan otonomi untuk melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan kemampuan tingkat pendidikan dan posisi yang dimiliki. Lingkup kewenangan perawat dalam praktek keperawatan professional pada kondisi sehat dan sakit, sepanjang daur kehidupan ( mulai dari konsepsi sampai meninggal dunia), mencangkup hal- hal berikut :
1.      asuhan keperawatan anak, yaitu asuhan keperawatan yg diberikan pada anak berusia mulai dari 28hari sampai 18th.
2.      Asuhan keperawatan maternitas, yaitu asuhan keperawatan klien wanita pada masa subur dan neonates (bayi baru lahir sampai 28hr sampai keadaan sehat).
3.      Asuhan medical bedah, yaitu asuhan pada klien usia diatas 18 th sampai 60 th dengan gangguan fungsi tubuh baik karena trauma atau kelainan fungsi tubuh,
4.      Asuhan keperawatan jiwa yaitu asuhan keperawatan pada semua usia yang mengalami berbagai masalah kesehatan jiwa.
5.      Asuhan keperawatan keluarga yaitu asuhan keperawatan pada klien keluarga sebagai unit terkecil dalaam masyarakat sebagai akibat pola penuyesuaian keluarga yang tidak sehat sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga.
6.      Asuhan keperawatan komunitan yaitu asuhan keperawatan kepada klien masyarakat pada kelompok di wilayah tertentu pada semua usia sebagai akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.
7.      Asuhan keperawatan gerontik yaitu asuhan keperawatan pada klien usia 60 th ke atas yang mengalami proses penuaan dan permasalahannya.

Kewenangan Perawat terkait di lingkup di atas mencakup hal-hal berikut :
  1. Melaksanakan pengkajian keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat di sarana kesehatan yang meliputi bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual klien.
  2. Merumuskan diagnosis keperawatan terkait dengan fenomena dan garapan utama yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan dasar klien.
  3. Menyusun rencana untuk tindakan keperawatan sederhana dan konpleks pada individu, keluarga, masyarakat di sarana kesehatan.
  4. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai tingkat kesulitan
  5. Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan
  6. Mendokumentasikan hasil keperawatan yg dilaksanakan

Kompetensi berdasarkan kewenangan melakukan praktik keperawatan dibagi segai berikut :
  1. Kompetensi mandiri yaitu kemampuan perawat professional melakukan praktik keperawatan professional sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki
  2. Kompetensi delegasi yaitu kemampuan yang didelegasikan dari perawat professional kepada perawat vokasional dan kemampuan yang didelegasikan darri tenaga medis kepada perawat-perawat.
  3. Kompetensi diperluas yaitu kemampuan perawat professional untuk melakukan tindakan tertentu setelah yang bersangkutan mendapatkan pelatihan dan pengalaman khusus.

Segmen keperawatan
  1. Mempunyai batasan ekternal, sebagai respons terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, tuntutan dan potensi klien yang selalu berubah.
  2. Bersentuhan dengan profesi lain yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Persentuhan antar profesi merupakan area kelabu yang perlu dipersempit, namun tidak perlu di pertentangkan karena merupakan hal yang wajar dan tidak bermasalah dalam situasi tempat dilakukan praktik bersama
  3. Mempunyai inti sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan yang merupakan fenomena keperawatan yang dapat dijabarkan sebagai objek materi dan objek formal keperwatan
a.       Objek materi adalah manusia yang tidak dapat berfungsi dengan sempurna dalam kaitan dengan kondisi kesehatan dan proses penyembuhan.
b.      Objek formal keperawatan adalah kegiatan dalam membantu individu yang bersifat mendukung terwujudnya kesehatan dan penyembuhan
  1. Mempunyai dimensi yang meliputi uraian tentang falsafah dan etika keperawatan, tanggung jawab, peran, fungsi, dan keterampilan teori, metode, tempat dan waktu menjlankan praktik dan kewenangan perawat
Asuhan keperawatan yang dilakukan bersifat sebagai berikut :
·         Independen atau mandiri artinya asuhan keperawatan ( dari enetapan diagnosis keperawatan sampai dengan intervensi dan evaluasi ) dilakukan secara mandiri oleh perawat.
·         Interdependen-kolaboratif artinya asuhan yang dilakukan dengan berkolaborasi atau bekerja sama dengan profesi lain.
Asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan kaidah keperawatan sebagai suatu profesi, yaitu sebagai berikut :
  1. Menggunakan pendekatan holistic
  2. Didasaarkan pada ilmu dan kiat keperawatan
  3. Asuhan yang diberikan bersifat “manusiawi”
  4. Pelayanan atau bantuan yang diberikan berdasarkan kebutuhan objektif klien
  5. Asuhan ditujukan untuk mengatasi masalah keperawatan klien

Keyakinan Dasar (basic beliefs) yg Menuntun Praktik Keperawatan
  1. Pandangan holistik tentang manusia
  2. Filsafat humanistik
  3. Hak setiap orang untuk memperoleh asuhan keperawatan yang baik
  4. Keperwatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
  5. Pasien adalah mitra yang aktif dalam asuhan kesehatan

2.6   Nilai-nilai profesional praktik keperawatan
Nilai-nilai profesional yang terkait dalam praktik keperawatan dibagi menjadi :
  1. Nilai intelektual
Terdiri dari 3 komponen yang terkait, yaitu :
1.      Body of knowladge yang melandasi praktik profesional
2.      Pendidikan spesialisasi untuk meneruskan kelompok ilmu pengetahuan.
3.      Penggunaan pengetahuan dalam berpikir kritis dan kreatif.

  1. Nilai komitmen moral
Prilaku perawat harus dilandasi oleh aspek moral sebagai berikut :
1.      Benificience yang berarti sebagai seseorang profesional perawat harus selalu mengupayakan tiap keputusan yang dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien (johnstone,1994)
2.      Adil berarti tidak mendiskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, sosial budaya, ekonomi, tetapi memperlakukan klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
3.      Fidelity yang berarti bahwa perilaku caring, selalu berusaha menempati janji, memberikan harapan yang memadai, memiliki komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien.

  1. Otonomi, kendali, dan tanggung gugat
·         Otonomi berarti kebebasan dari kewenangan melakukan tindakan secara mandiri.
·         Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu atau orang.
·         Tanggung gugat berarti bertanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan.

2.7   Bentuk-bentuk praktik keperawatan
Model dan Bentuk Praktik Keperawatan Profesional Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim / grup yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu.
Kelebihan :
a.       Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b.      Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
c.       Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberikan kepuasan pada anggota tim.
Kelemahan :
a.       Komunikasi antar anggota tim terutama dalam bentuk konferensi tim, membutuhkan waktu dimana sulit melaksanakannya pada waktu-waktu sibuk.
b.       Akuntabilitas pada tim.
Ø  Konsep metode tim :
a.        Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan.
b.      Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
c.       Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d.      Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruang.
Ø  Tanggungjawab anggota tim :
a.       Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dibawah tanggungjawabnya.
b.      Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim.
c.       Memberi laporan.
Ø  Tanggungjawab ketua Tim :
a.        Membuat perencanaan.
b.      Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi.
c.       Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien.
d.      Mengembangkan kemampuan anggota.
e.       Menyelenggarakan konferensi.
Ø  Tanggungjawab Kepala ruang :
a.       Menentukan standar pelaksanaan kerja.
b.       Supervisi dan evaluasi tugas staf
c.       Memberi pengarahan ketua tim.

Ø  Uraian tugas Kepala Ruang :
a.       Perencanaan
1)      Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masing-masing
2)      Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya.
3)      Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien.
4)      Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan klien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan
5)      Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
6)      Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.
7)      Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan . Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri.
8)      Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan.
9)      Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan RS.
Ø  Pengorganisasian
1.      Merumuskan metode penugasan yang digunakan
2.      Merumuskan tujuan metode penugasan
3.      Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
4.      Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat.
5.      Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan : membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari dll.
6.      Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan
7.      Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada ditempat kepada ketua tim
8.      Memberikan wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien.
9.      Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
10.  Identifikasi masalah dan cara penanganan
Ø  Pengarahan
1.      Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim
2.      Memberi pujian kepada anggota yang melaksanakan tugas dengan baik
3.      Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
4.      Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien
5.      Melibatkan bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya
6.      Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain.
Ø  Pengawasan
1.      Melalui komunikas : Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksanan mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
2.      Melalui superfisi : Pengawasan langsung dan tidak langsung.
3.      Evaluasi : Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim serta melakukan Audit keperawatan.
Metode tim merupakan suatu model dan praktik keperawatan profesional dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif ( Douglas, 1984). Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat. Menurut Kron & Gray (1987) pelaksanaan model tim harus berdasarkan konsep berikut:
a.       Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan tehnik kepemimpinan.
b.      Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin.
c.       Anggota tim menghargai kepemimpinan ketua tim.
d.      Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang.

2.8                         Dasar hukum praktik keperawatan professional
Karakteristik dasar hukum keperawatan professional
  • Otoritas yakni memiliki kewenangan sesuai dengan keahliannya yang akan mempengaruhi proses asuhan melalui peran profesional.
  • Akuntabilitas  beratanggung jawab atas apa yang dilaksanakan  sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku kepada klien, diri sendiri, dan profesi, serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan.
  • UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.

    Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
1.         PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.
Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena:
1)      Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan komunitas).
2)      Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
3)       Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4)       Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.

Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan
·         Tujuan utama : Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat maupun perawat
·         Tujuan Khusus :
o   Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.
o   Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
o   Menetapkan standar pelayanan keperawatan
o   Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
o   Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
o   Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan.

2.9                         Standar praktik keperawatan
Standar adalah suatu pernyataan diskriptif yang menguraikan penampilan kerja yang dapat diukur melalui kualitas struktur, proses dan hasil (Gillies, 1989,h.121).
Standar merupakan pernyataan yang mencakup kegiatan-kegiatan asuhan yang mengarah kepada praktek keperawatan profesional (ANA,1992,h.1)
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif , ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup kehidupan manusia (lokakarya Nasional 1983)
Standar praktek keperawatan adalah suatu pernyataan yang menguraikan suatu kualitas yang diinginkan terhadap pelyanan keperawatan yang diberikan untuk klien ( Gillies, 1989h. 121). Fokus utama standar praktek keperawatan adalah klien. Digunakan untuk mengetahui proses dan hasil pelayanan keperawatan yang diberikan dalam upaya mencapai pelayanan keperawatan. Melalui standar praktek dapat diketahui apakah intervensi atan tindakan keperawatan itu yang telah diberi sesuai dengan yang direncanakan dan apakah klien dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

Beberapa tipe standar telah digunakan untuk mengarahakan dan mengontrol praktek keperawatan. Standar dapat berbentuk ‘normatif’ yaitu menguraikan praktek keperawatan yang ideal yang menggambarkan penampilan perawat yang bermutu tinggi, standar juga berbentuk ‘empiris’ yaitu menggambarkan praktek keperawatan berdasarkan hasil observasi pada sebagaian besar sarana pelayanan keperawatan (Gillies 1989,h.125).

B. TUJUAN STANDAR
Secara umum standar praktek keperawatan ditetapkan untuk meningkatkan asuhan atau pelayanan keperawatan dengan cara memfokuskan kegiatan atau proses pada usaha pelayanan untuk memenuhi kriteria pelayanan yang diharapkan. Penyusunan standar praktek keperawatan berguna bagi perawat, rumah sakit/institusi, klien, profesi keperawatan dan tenaga kesehatan lain.
1.      Perawat
Standar praktek keperawatan digunakan sebagi pedoman untuk membimbing perawat dalam penentuan tindakan keperawatan yang akan dilakukan teradap kien dan perlindungan dari kelalaian dalam melakukan tindakan keperawatan dengan membimbing perawat dalam melakukan tindakan keperawatan yang tepat dan benar.
2.      Rumah sakit
Dengan menggunakan standar praktek keperawatan akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan keperawatan dapat menurun dengan singkat waktu perwatan di rumah sakit.
3.      Klien
Dengan perawatan yang tidak lama maka biaya yang ditanggung klien dan keluarga menjadi ringan.
4.      Profesi
Sebagai alat perencanaan untuk mencapai target dan sebagai ukuran untuk mengevaluasi penampilan, dimana standar sebagai alat pengontrolnya.
5.      Tenaga kesehatan lain
Untuk mengetahui batas kewenangan dengan profesi lain sehingga dapat saling menghormati dan bekerja sama secara baik.
C. PENERAPAN STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN
Dalam penerapan standar praktek keperawatan dapat digunakan pendekatan secara umum dan khusus. Pendekatan secara umum menurut Jernigan and Young,1983 h.10 adalah sebagai berikut :
a.       Standar struktur : berorientasi pada hubungan organisasi keperawatan ( semua level keperawatan ) dengan sarana/institusi rumah sakit. Standar ini terdiri dari : filosofi, tujuan, tata kerja organisasi, fasilitas dan kualifikasi perawat.
b.      Standar proses : berorientasi pada perawat, khususnya ; metode, prinsip dan strategi yang digunakan perawat dalam asuhan keperawatan. Standar proses berhubungan dengan semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
c.       Standar hasil : berorientasi pada perubahan status kesehatan klien, berupa uraian kondisi klien yang dinginkan dan dapat dicapai sebagai hasil tindakan keperawatan.
d.      Pendekatan lain (khusus) dalam menyusun standar praktek keperawatan sesuai dengan aspek yang diinginkan antara lain :
1.       Aspek Asuhan keperawatan, dapat dipilih topik atau masalah keperawatan klien yang sering ditemukan, misalnya standar asuhan keperawatan klien anteatal, intranatal dan postnatal.
2.      Aspek pendidikan dapat dipilih paket penyuluhan/pendidikan kesehatan yang paling dibutuhkan, misalnya penyuluhan tentang perawatan payudara.
3.       Aspek kelompok klien, topik dapat dipilih berdasarkan kategori umur, masalah kesehatan tertentu misalnya; kelompok menopouse.
Dalam penerapan standar prktek keperawatan dapt dimodifikasi keduanya dalam pelayanan asuhan keperawatan. Contoh : pelaksanaan standar asuhan keperawatan pada klien postnatal, perawat dapat mengunakan standar proses (metode, prinsip dan strategi dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
D. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN STANDAR PRKTEK KEPERAWATAN
Penyusunan standar praktek keperawatan membutuhkan waktu lama karena ada beberapa langkah yang harus ditempuh diantaranya menentukan komite (tim penyusun), menentukan filosofi dan tujuan keperawatan, menghubungkan standar dengan teori keperawatan, menentukan topik dan format standar (Irawaty,1996,h.9)
Ada pendapat lain bahwa penyusunan standar secara otomatis dilakukan oleh tim maka langkah-langkah dalam penyusunan standar sebagai berikut : merumuskan filosofi dan tujuan, menghubungkan standar dan teori yang relevan, menetapkan topik dan format standar (Sahar,J, 1996)
Adapun langkah-langkah penyusunan standar menurut Dewi Irawaty,1996 adalah
1.      Menetukan komite (tim khusus)
Penyusunan standar praktek keperawatan membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak, untuk itu perlu dibentuk tim penyusun. Tim penyusun terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan yang luas tentang pelayanan keperawatan.
2.      Menentukan filosofi dan tujuan keperawatan.
Filosofi merupakan keyakinan dan nilai dasar yang dianut yang memberikan arti bagi seseorang dan berasal dari proses belajar sepanjang hidup melalui hubungan interpersonal, agama, pendidikan dan lingkungan. Didalam pembuatan standar, serangkaian tujuan keperawatan perlu ditetapkan berdasarkan filosofi yang diyakini oleh profesi.
3.      Menghubungkan standar dan teori keperawatan.
Teori yang dipilih amat bermanfaat dalam merencanakan standar, mengarahkan dan menilai praktek keperawatan. Konsep-konsep keperawatan dapat digunakan untuk menilai kembali tentang teori keperawatan yang telah dipilih sebelumnya. Ada beberapa teori yang dapat dipilih dan disepakati oleh kelompok pembuat standar keperawatan misalnya; teori Orem. Inti dari teori Orem adalah adanya kepercayaan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri (Self Care).
Perawat profesional bertanggung jawab dalam membantu klien untuk dapat melakukan perawatan mandiri, dengan melihat kemampuan yang dimiliki klien. Berdasarkan teori tersebut maka dapat digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan standar praktek keperawatan.
4.      Menentukan topik dan format standar
Topik-topik yang telah ditentukan disesuaikan pada aspek-aspek penyusunan standar misalnya ; aspek asuhan keperawatan, pendidikan dan kelompok klien atau yang bersifat umum yaitu menggunakan pendekatan meliputi standar struktur, standar proses dan standar hasil.
Format standar tergantung dari cara pendekatan yang dipilih sebelumnya dan topik standar yang telah ditentukan. Apabila standar praktek keperawatan yang digunakan adalah pendekatan standar proses maka format standar yang dipakai adalah format standar ANA 1991 terdiri dari enam tahap yang meliputi ; pengkajian , diagnosa, identifikasi hasil, perencanan, implementasi dan evaluasi.
Karena standar merupakan pendekatan sistematis yang terencana dalam praktek keperawatan maka diharapkan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien juga termasuk pendekatan diri klien dan keluarganya.
E. ASPEK HUKUM STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN
Dengan diberlakukannya standar praktek keperawatan, maka institusi memberikan kesempatan pada klien untuk mengontrol asuhan keperawatan yang diberikan perawat pada klien. Apabila klien tidak mendapat pelayanan yang memuaskan atau klien dirugikan karena kelalaian perawat maka klien dan keluarga mempunyai hak untuk bertanya dan menuntut.
Dinegara maju dimana standar ini telah diberlakukan maka kekuatatan hukumnya sangat kuat. Apabila perawat melakukan kelalaian karena tindakan yang menyimpang dari standar maka perawat dianggap melanggar hukum dan harus dituntut pertanggung jawabannya. Oleh karena itu setiap perawat harus betul-betul memahami standar praktek keperawatan agar dapat memberikan pelayanan yang bermutu pada klien. Sebagai contoh, Jensen dan Bobak mengemukakan hukum of Torts yang memuat tentang kegiatan yang dikehendaki dari perawat : mencegah penyakit mata pada bayi baru lahir, mendokumentasikan penyakit akibat hubungan seksual.
Pada pasal 53 ayat 2 dan 4 Undang-undang kesehatan Nomer 23 tahun 1992, dinyatakan bahwa “tenaga kesehatan termasuk perawat dalam melakukan tugasnya berkewajiban mematuhi standar profesi dan menghormati hak klien”. Dari uraian tersebut jelaslahbahwa standar profesi keperawatan mempunyai dasar hukum dan barang siapa yang melanggar akan menerima sangsi atau hukuman.
Dimensi praktek profesional adalah adanya sistem etik. Etik adalah standar untuk menentukan benar atau salah dan untuk pengambilan keputusan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh dan terhadap manusia. (Wijayarini M.A,1996,h.13) .
CONTOH STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN KLINIS (ANA,1991,h..9 )
Standar I : Pengkajian
Perawat mengidentifikasi dan pengumpulan data tentang status kesehatan klien. Pengkajian ini darus lengkap, sistematis dan berkelanjutan.
Kriteria pengukuran :
1. Prioritas pengumpulan data ditentukan oleh kondisi atau kebutuhan-kebutuhan klien saat ini.
2. Data tetap dikumpulkan dengan tehnik-tehnik pengkajian yang sesuai .
3. Pengumpulan data melibatkan klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan..
4. Proses pengumpulan data bersifat sistematis dan berkesinambungan.
5. Data-data yang relevan didokumentasikan dalam bentuk yang mudah didapatkan kembali.
Standar II :Diagnosa
Perawat menganalisa data yang dikaji untuk menentukan diagnosa.
Kriteria pengukuran :
1. Diagnosa ditetapkan dari data hasil pengkajian.
2. Diagnosa disahkan dengan klien, orang-orang terdekat klien, tenaga kesehatan bila memungkinkan.
3. Diagnosa di dokumentasikan dengan cara yang memudahkan perencanaan perawatan.
Standar III : Identifikasi hasil
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan secara individual pada klien.
Kriteria pengukuran :
1. Hasil diambil dari diagnosa.
2. Hasil-hasil didokumentasikan sebagai tujuan-tujuan yang dapat diukur.
3. Hasil-hasil dirumuskan satu sama lain sama klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan.
4. Hasil harus nyata (realistis) sesuai dengan kemampuan/kapasitas klien saat ini dan kemampuan potensial.
5. Hasil yang diharapkan dapat dicapai dsesuai dengan sumber-sumber yang tersedia bagi klien.
6. Hasil yang diharapkan meliputi perkiraan waktu pencapaian.
7. Hasil yang diharapkan memberi arah bagi keanjutan perawatan.
Standar IV : Perencanaan
Perawat menetapkan suatu rencana keperawatan yang menggambarkan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Kriteria pengukuran :
1. Rencana bersifat individuali sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan kondisi klien.
2. Rencana tersebut dikembangkan bersama klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan.
3. Rencana tersebut menggambarkan praktek keperawatan sekarang
4. Rencana tersebut didokumentasikan.
5. Rencana tersebut harus menunjukkan kelanjutan perawatan.
Standar V : Implementasi
Perawat mengimplementasikan intervensi yang diidentifikasi dari rencana keperawatan.
Kriteria pengukuran :
1. Intervensi bersifat konsisten dengan rencana perawatan yang dibuat.
2. Intervensi diimplementasikan dengan cara yang aman dan tepat.
3. Intervensi didokumentasikan
Standar VI : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap hasil yang telah dicapai.
Kriteria pengukuran :
1. Evaluasi bersifat sistematis dan berkesinambungan.
2. Respon klien terhadap intervensi didokumentasikan.
3. Keefektifan intervensi dievaluasi dalam kaitannya dengan hasil.
4. Pengkajian terhadap data yang bersifat kesinambungan digunakan untuk merevisi diagnosa, hasil-hasil dan rencana perawatan untuk selanjutnya,
5. Revisi diagnosa, hasil dan rencana perawatan didokumentasikan.
6. Klien, orang-orang terdekat klien dan petugas kesehatan dilibatkan dalam proses evaluasi