KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1.1
Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus
dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada
suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau
kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai
mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus
sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang
cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang
dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer
Advisory Panel [NPUAP], 1989).
Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah
kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat gangguan aliran darah
setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana
kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips,
pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.
1.1.2
Epidemiologi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat
waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan
klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang
antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan
20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat perawatan
pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan
Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989;
Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa
supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR,
1994).
1.1.3
Etiologi
Luka
Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada
pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
a. Faktor Ekstrinsik
1.
Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara
tulang dengan permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi.
Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam
waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan
hipoksi dan nekrosis. tekanan
antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit
area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih
besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan
nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
2.
Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan
abrasi sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan
kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
3.
Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat
inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan
(shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan
daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat
merusak permukaan kulit.
4.
Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan
kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap
tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
b. Fase Intrinsik
1. Usia : pada usia lanjut akan terjadi penurunan
elastisitas dan vaskularisasi. Pasien
yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena
kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan
kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta
penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan
faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap
tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.
Selain itu, akibat dari penuaan
adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan
kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga
kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
2. Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan
sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat
tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien
akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal
mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat
cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri.
3. Penurunan kesadaran : gangguan
neurologis, trauma, analgetik narkotik.
4. Malnutrisi : Orang-orang yang
mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak
sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena
kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
5.
Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas
adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan
aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus
ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena
luka tekan.
Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah,
dipasung). Imobilitas adalah faktor yang
paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
6.
Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil
penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan
perkembangan terhadap luka tekan.
7.
Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan
temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka
tekan.
8.
Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
9.
Anemia
10.
Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
11.
Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena
dekubitus dan memperburuk dekubitus.
1.1.4
Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi
dekubitus yaitu :
a)
Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
(Landis,1930)
b) Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c) Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan
antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka
semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat
mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada
tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam
jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera
iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari
tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis
(Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi
pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis
hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia
otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke
epidermis”(Maklebust, 1995)
Pembentukan dekubitus juga berhubungan
dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat
tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang
tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh
maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat.
Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi
jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia
dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah
meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan
metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif
akan efektif hanya apabila tekanan
dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa
interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal
ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
(klik untuk mendownload) | |
1.1.5
Manifestasi
Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia,
spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium ,yaitu :
·
Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis
dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh
nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
·
Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas
ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial
(epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh .
Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
·
Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit
dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan
hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak
melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
·
Stadium 4 : Ulserasi
dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6
bulan.
Tanda dan Gejala dari masing-masing
stadium :
Stadium 1 :
o
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda
sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
o
Perubahan konsistensi jaringan (lebih
keras atau lunak)
o
Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
o
Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit
gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
Stadium 2 :
Hilangnya
sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya
adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang
dangkal.
Stadium 3 :
Hilangnya
lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn
subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang
dalam.
Stadium 4 :
Hilangnya lapisan kulit secara
lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot,
tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk
dalam stadium IV dari luka tekan.
1.1.6
Pemeriksaan
Diagnostik
a) Kultur : pertumbuhan
mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b) Albumin serum : protein utama
dalam plasma dan cairan serosa lain.
1.1.7
Penatalaksanaan
a) Perawatan
luka decubitus
b)
Penerangan untuk pasien dan keluarga
c)
Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab
dihilangkan.
d)
Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
e)
Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5
menit setiap 2 jam.
f)
Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan
kulit dijaga jangan sampai kotor karena
urin dan feses.
g) Terapi obat :
1)
Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2)
Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
h) Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka
nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan
air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang
menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu
kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan
menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk
menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).
1.1.8
Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan
topikal, sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar
reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada
beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut
pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah
dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan
sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih
pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan
luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres,
pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti
larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan
Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan
yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi
dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
memper-cepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a. Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan
lain-lain).
b. Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik,
kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c. Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian,
pembilasan, kompres dan hidroterapi)
4. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan
kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa
kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin
1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek
bakterisidal.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
a) Bahan-bahan
topikal misalnya :
salep asam
salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
c) Radiasi
infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan
ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d) Terapi
ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi
ulkus dekubitus
6. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium
III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous
flap.
1.1.9
Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus
dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat
dibagi menjadi :
1) Umum :
·
Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita
dan keluarganya.
·
Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
2) Khusus :
·
Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh
tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24
jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian
berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric
bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
·
Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan
sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus
dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain
ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak
dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat
diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1
Pengkajian
1. Identitas
Umur/usia perlu ditanyakan karena
adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan
ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan
kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan
lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan
untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga
terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang,
sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme
tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang
dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
2. Keluhan
Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan
oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada
umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah-
daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong,
tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi
ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).
3. Riwayat
Penyakit Sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah
mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau
frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan-
keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat
disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal,
panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito
, L.J , 1998 )
4. Riwayat
Personal dan Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka
dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM,
alergi, Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien.
Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan
manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat
Pengobatan
Apakah klien pernah menggunakan
obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan,
pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang
adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang
lama.
7. Status Sosial Ekonomi
Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan
tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena
hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan
psikososial yang tampak pada klien yaitu:
§ Perasaan depresi
§ Frustasi
§ Ansietas/kecemasan
§ Keputusasaan
§ Gangguan Konsep Diri
§ Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka
bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada
daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan
kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat
berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot
tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi
konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang
paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas
akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
·
Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan
warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah
tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
·
Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil
terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.
· Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan,
tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.
· Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.
· Telinga
Catat bentuk gangguan
pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet
rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun
telinga.
· Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada
tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan
Dada Dan Thorax
Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi
paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi
jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak
normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
Bentuk perut datar atau flat, bising
usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan
perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya
klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien
bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS.
Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau
demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit
termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang
perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar
atau halus), lesi, vaskularitas.
Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1)
Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi
pigmen.
2)
Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a) Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan
pada salah satu komponen kulit
b) Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah
adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk,
lokasi dan kofigurasinya.
3)
Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi,
distribusi dan warna dari daerah edema.
4)
Kelembaban
Normalnya,
kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang
tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan
kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses
menua.
5)
Integritas
Yang harus
diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau
infeksi.
6)
Kebersihan kulit
7)
Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
8)
Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit,
kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.
13. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal
menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan
cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi
terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
2) Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3) Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
3) Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk
memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan
untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
2.2.2
Diagnosa
Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.
Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.
2. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan
sekunder akibat tekanan dan gesekan.
4.
Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan
tahanan.
5.
Koping individu inefektif berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat, metode koping tidak
efektif.
6.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
7.
Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi, salah
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
8.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan ulkus decubitus terhadap
feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.
2.2.3
Intervensi
NO.
DX
|
TUJUAN DAN KH
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
DX.
1
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang
dengan KH :
1.
Klien melaporkan
nyeri berkurang atau terkontrol
2.
Menunjukkan ekspresi
wajah atau postur tubuh rileks
|
1.
Tutup luka sesegera mungkin.
2.
Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara
periodik.
3.
Beri tempat tidur yang dapat diubah
ketinggiannya.
4.
Ubah
posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
5.
Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas (skala 0-10).
6.
Berikan
tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.
7.
Dorong penggunaan tehnik manajemen stress. Seperti relaksasi progresif,napas dalam.
8.
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
9.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
|
1.
Suhu berubah dan gesekan udara dapat
menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
2.
Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidak nyamanan.
3.
Peninggian linen dari luka membantu menurunkan
nyeri.
4.
Menurunkan kekakuan sendi
5.
Perubahan lokasi/intensitas nyeri
mengindikasikan terjadinya komplikasi.
6.
Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan
otot.
7.
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan
relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.
8.
Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.
9.
Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada
|
DX.
2
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi dengan KH :
1.
Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2.
Tidak mual dan muntah
3.
Berat badan stabil
|
1.
Auskultasi bising
usus.
2.
Anjurkan makan
sedikit tapi sering.
3.
Dorong pasien untuk
memandang diet sebagai pengobatan dan untuk membuat pilihan makanan / minuman
tinggi kalori/protein.
4.
Lakukan oral hygiene sebelum makan.
5.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
|
1.
Immobilitas dapat
menutunkan bising usus.
2.
Membantu mencegah
distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
3. Kalori
dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan dan meningkatkan
penyembuhan.
4.
Mulut yang bersih
dapat meningkatkan rasa dan nafsu makan yang baik.
5.
Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
|
DX.
3
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan integritas kulit
pasien teratasi dengan KH :
1.
Menunjukkan
regenerasi jaringan.
2.
Menunjukkan
penyembuhan decubitus
|
1. Observasi ukuran, warna,
kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda
vital dan perhatikan adanya demam.
3. Identifikasi derajat
perkembangan luka tekan (ulkus).
4.
Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
dan antiseptik.
5. Bersihkan jaringan nekrotik.
6. Kolaborasi:
a. Irigasi luka.
b. Beri antibiotik oral,topical,
dan intra vena sesuai indikasi.
c. Ambil kultur luka.
|
1. Untuk mengetahui sirkulasi
pada daerah yang luka.
2. Demam mengidentifikasikan
adanya infeksi.
3. Mengetahui tingkat keparahan
pada luka.
4. Mencegah terpajan dengan
organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5. Mencegah auto kontaminasi
6. Kolaborasi :
a.
Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk
meningkatkan penyembuhan.
b.
Mencegah atau mengontrol infeksi.
c.
Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi
luka.
|
DX.
4
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan
mobilitas fisik pasien teratasi dengan KH :
1.
Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring
kiri dengan dibantu oleh keluarga
2.
Keadaan luka membaik
|
1. Anjurkan keluarga membantu
klien mobilisasi.
2. Atur posisi klien tiap 2 jam.
3. Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara
konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif.
4. Dorong partisipasi klien
dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya.
5. Buat jadwal latihan secara
teratur.
6. Tingkatkan latihan ADL
melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan.
7. Kolaborasi dengan fisioterapi
|
1. Menghilangkan tekanan pada
daerah yang terdapat ulkus.
2. Penghilangan tekanan
intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan.
3. Mencegah secara progresif
untuk mengencangkan jaringan parut dan
meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi.
4. Meningkatkan kemandirian dan
harga diri.
5. Mengurang kelelahan dan
meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
6. Meningkatkan hasil latihan
secara optimal dan maksimal.
7. Membantu melatih pergerakan
|
DX.
5
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan koping klien
efektif dengan KH :
1.
Menyatakan kesadaran
kemampuan koping / kekuatan pribadi
2.
Mendemonstrasikan
metode koping efektif.
|
1.
Kaji keefektifan
strategi koping dengan mengobservasi perilaku. Misalnya kemampuan menyatakan
perasaan dan perhatian.
2.
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
3.
Beri reinforcement positif dan support mental pada klien.
|
1.
Mekanisme adaptif
perlu untuk mengubah pola hidup seseorang.
2. Pengenalan
terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang
terhadap stresor.
3. Dukungan
dapat meningkatkan kepercayaan diri klien.`
|
DX.
6
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan gangguan citra
tubuh pasien teratasi dengan KH :
1.
Menyatakan penerimaan
situasi diri.
2.
Memasukan perubahan
dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
|
1.
Kaji perubahan pada
pasien.
2.
Berikan harapan dalam
parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah.
|
1.
Episode traumatik
mengakibatkan perubahan tiba-tiba.
2.
Meningkatkan perilaku
positif individu.
|
DX.
7
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit, diharapkan pasien dan
keluarga mengetahui tentang penyakitnya dengan KH :
1.
Menyatakan pemahaman
kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2.
Berpartisipasi dalam
program pengobatan
|
1.
Kaji tingkat pemahaman klien dan keluarga
terhadap proses penyakit.
2.
Beri HE tentang penyakit,
pencegahan, dan pengobatannya.
3. Tekankan
pentingnya melanjutkan pemasukan diet tinggi kalori dan protein.
4.
Identifikasi tanda
dan gejala yang memerlukan evaluasi medik seperti inflamasi, demam, perubahan
karakteristik nyeri.
|
1.
Memberikan kesempatan
untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
2.
Meningkatkan
pengetahuan klien dan keluarga agar dapat mencegah dan mengikuti terapi
pengobatan.
3.
Nutrisi optimal
meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
4.
Deteksi dini terjadinya
komplikasi.
|
DX.
8
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi
klien teratasi dengan KH :
1.
Mencapai penyembuhan
luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau
mengigil.
|
1.
Observasi tanda vital.
Perhatikan demam, mengigil, berkeringat, peningkatan nyeri.
2.
Catat warna kulit,
suhu, kelembaban.
3.
Ganti laken yang
sudah kotor dengan yang bersih.
4.
Jaga kebersihan diri
pasien.
|
1.
Dugaan adanya
infeksi.
2.
Hangat, kemerahan,
merupakan tanda awal dari infeksi.
3.
Laken yang kotor tempat
bakteri berkembangbiak sehingga sangat beresiko untuk terinfeksi.
4. Mengurangi
resiko infeksi.
|
2.2.4
Implementasi
( sesuai dengan intervensi )
2.2.5
Evaluasi
DX.1 :
1.
Klien melaporkan nyeri
berkurang atau terkontrol
2.
Menunjukkan ekspresi
wajah atau postur tubuh rileks
DX.2 :
1.
Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2.
Tidak mual dan muntah
3.
Berat badan stabil
DX.3 :
1.
Menunjukkan regenerasi
jaringan.
2.
Menunjukkan penyembuhan
decubitus
DX.4 :
1.
Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri
dengan dibantu oleh keluarga
2.
Keadaan luka membaik
DX.5 :
1.
Menyatakan kesadaran
kemampuan koping / kekuatan pribadi
2.
Mendemonstrasikan
metode koping efektif.
DX.6 :
1.
Menyatakan penerimaan
situasi diri.
2.
Memasukan perubahan
dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
DX.7 :
1.
Menyatakan pemahaman
kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2.
Berpartisipasi dalam
program pengobatan
DX.8 :
1.
Mencapai penyembuhan
luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylynn E. Dkk. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Rosernberg, Martha Craft &
Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa
Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.