13 May 2012

Askep Dekubitus Pada Lansia



KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1.1        Definisi

Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi darah setempat (Hidayat,2009).
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989).
Ulkus Dekubitus  atau istilah lain Bedsores  adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat gangguan  aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.

1.1.2        Epidemiologi
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari rumah sakit berada di rentang antara 3% - 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994), 14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992), sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).

1.1.3        Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik pada pasien.
a. Faktor Ekstrinsik
1.       Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
2.       Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
3.       Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
4.       Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.

b. Fase Intrinsik
1.      Usia :  pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan  elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek.  Selain itu, akibat dari penuaan  adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.
2.      Penurunan sensori persepsi : Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, strokediabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
3.      Penurunan kesadaran : gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
4.      Malnutrisi : Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
5.       Mobilitas dan aktivitas : Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
6.       Merokok : Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
7.       Temperatur kulit : Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
8.       Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit menurun.
9.       Anemia
10.    Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat penyembuhannya.
11.    Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.

1.1.4        Patofisiologi
            Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
a)    Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
b)   Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
c)    Toleransi jaringan (Husain, 1953;Trumble, 1930)
            Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust, 1995)
            Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif  hanya apabila tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.



     (klik untuk mendownload)


 


1.1.5        Manifestasi Klinik
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium
,yaitu :
·         Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
·         Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
·         Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
·          Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :
Stadium 1 :
o   Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
o   Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
o   Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
o   Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
Stadium 2 :
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Stadium 3 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
Stadium 4 :
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.

1.1.6        Pemeriksaan Diagnostik
a)  Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
b)  Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.


1.1.7        Penatalaksanaan
a)      Perawatan luka decubitus
b)        Penerangan untuk pasien dan keluarga
c)         Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
d)        Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
e)         Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
f)         Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit  dijaga jangan sampai kotor karena urin dan feses.
g)   Terapi obat :
1)         Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan bakteri
2)         Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
h)   Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral dan air. Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasala dari beberapa disiplin ilmu kesehatan (AHCPR, 1994; Olshansky, 1994) Gambaran keseluruhan dekubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan rencana tindakan (AHCPR, 1994, Maklebust dan Siegreen, 1991).

1.1.8        Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain :
1.      Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2.      Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
3.      Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
a.       Sharp dbridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
b.      Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik).
c.       Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi)

4.      Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
5.      Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
a) Bahan-bahan topikal misalnya :
salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO
b) Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular.
c) Radiasi infra merah, short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
d) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
6. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous flap.


1.1.9        Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi :

1) Umum :
·         Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan keluarganya.
·         Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
2) Khusus :
·         Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
·         Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


            2.2.1        Pengkajian

1.      Identitas
            Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses penyembuhan luka atau regenerasi sel.Sedangkan ras dan suku bangsa perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan( Carpenito , L.J , 1998 ).
2. Keluhan Utama
            Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit, bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami ischemia sehingga terjadi ulkus decubitus (Bouwhuizen , 1986 ).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
            Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998 )
4. Riwayat Personal dan Keluarga
a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi ( CVA ).
b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
5. Riwayat Pengobatan
            Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji perawat yaitu:
a. Kapan pengobatan dimulai.
b. Dosis dan frekuensi.
c. Waktu berakhirnya minum obat

6. Riwayat Diet
        Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang lama.
7. Status Sosial Ekonomi
        Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan dapat menyebabkan penyakit kulit.
8. Riwayat Kesehatan, seperti:
a. Bed-rest yang lama
b. Immobilisasi       
c. Inkontinensia
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
9. Pengkajian Psikososial
            Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien yaitu:
§  Perasaan depresi
§  Frustasi
§  Ansietas/kecemasan
§  Keputusasaan
§  Gangguan Konsep Diri
§  Nyeri
10. Aktivitas Sehari- Hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada daerah yang paraplegi.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
·      Kepala Dan Rambut
Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan kulit.
·      Mata
Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya dan gangguan penglihatan.

·      Hidung
Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.

·      Mulut
Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

·      Telinga
 Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun telinga.
·      Leher
Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya pembesaran vena jugularis dan kelenjar linfe.
d. Pemeriksaan Dada Dan Thorax
        Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan, vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan pada daerah thorax.
e. Abdomen
        Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena inmobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.
f. Urogenital
        Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.
g. Muskuloskeletal
        Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.
h. Pemeriksaan Neurologi
        Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun bila terjadi nyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi, mual muntah, dan kaku kuduk.
12. Pengkajian Fisik Kulit
        Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane mukosa, kulit kepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji yaitu warna, suhu, kelembaban,kekeringan, tekstur kulit (kasar atau halus), lesi, vaskularitas.
        Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :
1)        Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan produksi pigmen.
2)        Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a)      Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu komponen kulit
b)     Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer. Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna, bentuk, lokasi dan kofigurasinya.
3)        Edema
Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna dari daerah edema.
4)         Kelembaban
Normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.
5)        Integritas
Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah ada drainase atau infeksi.
6)        Kebersihan kulit
7)        Vaskularisasi
Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan echimosis.
8)        Palpasi kulit
Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu, tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

13. Pemeriksaan Penunjang
        
1) Darah lengkap
                    Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.

2) Biopsi luka
     Untuk mengetahui jumlah bakteri.
3)      Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
3)   Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.



2.2.2             Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1.       Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, perawatan luka.
2.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, ketidak mampuan memasukkan makanan melalui mulut.
3.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mekanis dari jaringan sekunder akibat tekanan dan gesekan.
4.       Kerusakan mobilitas fisik bergubungan dengan nyeri atau tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
5.       Koping individu inefektif  berhubungan dengan luka kronis, relaksasi tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
6.       Gangguan citra tubuh berhubungan dengan hilangnya lapisan kulit, kecacatan, nyeri.
7.       Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajannya informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
8.       Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit, pemajangan ulkus decubitus terhadap feses/drainase urine dan personal hygiene yang kurang.

2.2.3             Intervensi

NO. DX
TUJUAN DAN KH
INTERVENSI
RASIONAL
DX. 1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri pasien berkurang dengan KH :
1.      Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
2.      Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
1.      Tutup luka sesegera mungkin.



2.      Tinggikan ekstremitas yang terdapat luka secara periodik.
3.      Beri tempat tidur yang dapat diubah ketinggiannya.
4.       Ubah posisi dengan sering dan ROM secara pasif maupun aktif sesuai indikasi.
5.       Perhatikan lokasi nyeri dan intensitas (skala 0-10).


6.       Berikan tindakan kenyamanan seperti pijatan pada area yang tidak sakit, perubahan posisi dengan sering.
7.      Dorong penggunaan tehnik manajemen stress. Seperti relaksasi progresif,napas dalam.
8.      Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.


9.      Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.

1.      Suhu berubah dan gesekan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung kulit.
2.      Untuk menurunkan pembentukan edema, menurunkan ketidak nyamanan.
3.      Peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri.
4.      Menurunkan kekakuan sendi


5.      Perubahan lokasi/intensitas nyeri mengindikasikan terjadinya komplikasi.

6.      Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.


7.      Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa kontrol.

8.      Kekurangan tidur meningkatkan persepsi nyeri.

9.      Untuk mengurangi rasa nyeri yang ada

DX. 2
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan KH :
1.      Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2.      Tidak mual dan muntah
3.      Berat badan stabil
1.      Auskultasi bising usus.

2.      Anjurkan makan sedikit tapi sering.



3.      Dorong pasien untuk memandang diet sebagai pengobatan dan untuk membuat pilihan makanan / minuman tinggi kalori/protein.
4.      Lakukan oral hygiene sebelum makan.

5.      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian nutrisi.
1.      Immobilitas dapat menutunkan bising usus.

2.      Membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.


3.      Kalori dan protein diperlukan untuk mempertahankan berat badan dan meningkatkan penyembuhan.

4.      Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa dan nafsu makan yang baik.
5.      Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
DX. 3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan integritas kulit pasien teratasi dengan KH :
1.      Menunjukkan regenerasi jaringan.
2.      Menunjukkan penyembuhan decubitus
1.  Observasi ukuran, warna, kedalaman luka, jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
2.  Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital dan perhatikan adanya demam.
3.  Identifikasi derajat perkembangan luka tekan (ulkus).

4.  Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik dan antiseptik.



5.  Bersihkan jaringan nekrotik.
6.  Kolaborasi:
a.       Irigasi luka.
b.      Beri antibiotik oral,topical, dan intra vena sesuai indikasi.
c.       Ambil kultur luka.

1.  Untuk mengetahui sirkulasi pada daerah yang luka.

2.  Demam mengidentifikasikan adanya infeksi.

3.  Mengetahui tingkat keparahan pada luka.


4.  Mencegah terpajan dengan organisme infeksius, mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5.  Mencegah auto kontaminasi
6.  Kolaborasi :
a.       Membuang jaringan nekrotik / luka eksudat untuk meningkatkan penyembuhan.
b.      Mencegah atau mengontrol infeksi.
c.       Untuk mengetahui pengobatan khusus infeksi luka.

DX. 4
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan kerusakan mobilitas fisik pasien teratasi dengan KH :
1.    Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2.    Keadaan luka membaik


1.  Anjurkan keluarga membantu klien mobilisasi.
2.  Atur posisi klien tiap 2 jam.


3.  Bantu klien untuk latihan rentang gerak secara konsisten yang diawalai dengan pasif kemudian aktif.
4.  Dorong partisipasi klien dalam semua aktivitas sesuai kemampuannya.
5.  Buat jadwal latihan secara teratur.

6.  Tingkatkan latihan ADL melalui fisioterapi, hidroterapi, dan perawatan.
7.  Kolaborasi dengan fisioterapi

1.  Menghilangkan tekanan pada daerah yang terdapat ulkus.
2.  Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk kembali ke kapiler yang tertekan.
3.  Mencegah secara progresif untuk mengencangkan jaringan parut dan meningkatka pemeliharaan fungsi otot atau sendi.
4.  Meningkatkan kemandirian dan harga diri.


5.  Mengurang kelelahan dan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas.
6.  Meningkatkan hasil latihan secara optimal dan maksimal.

7.  Membantu melatih pergerakan

DX. 5
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan koping klien efektif dengan KH :
1.  Menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
2.  Mendemonstrasikan metode koping efektif.

1.  Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku. Misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian.
2.  Bantu pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya.
3.  Beri reinforcement positif dan support mental pada klien.
1.  Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang.



2.  Pengenalan terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stresor.

3.  Dukungan dapat meningkatkan kepercayaan diri klien.`
DX. 6
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan gangguan citra tubuh pasien teratasi dengan KH :
1.  Menyatakan penerimaan situasi diri.
2.  Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
1.  Kaji perubahan pada pasien.

2.  Berikan harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang salah.
1.  Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba.
2.  Meningkatkan perilaku positif individu.
DX. 7
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit, diharapkan pasien dan keluarga mengetahui tentang penyakitnya dengan KH :
1.      Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2.      Berpartisipasi dalam program pengobatan
1.       Kaji tingkat pemahaman klien dan keluarga terhadap proses penyakit.
2.      Beri HE tentang penyakit, pencegahan, dan pengobatannya.


3.      Tekankan pentingnya melanjutkan pemasukan diet tinggi kalori dan protein.

4.      Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik seperti inflamasi, demam, perubahan karakteristik nyeri.
1.      Memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan.
2.      Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga agar dapat mencegah dan mengikuti terapi pengobatan.
3.      Nutrisi optimal meningkatkan regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
4.      Deteksi dini terjadinya komplikasi.
DX. 8
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan resiko infeksi klien teratasi dengan KH :
1.      Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.
1.      Observasi tanda vital. Perhatikan demam, mengigil, berkeringat, peningkatan nyeri.
2.      Catat warna kulit, suhu, kelembaban.

3.      Ganti laken yang sudah kotor dengan yang bersih.


4.      Jaga kebersihan diri pasien.
1.      Dugaan adanya infeksi.



2.      Hangat, kemerahan, merupakan tanda awal dari infeksi.
3.      Laken yang kotor tempat bakteri berkembangbiak sehingga sangat beresiko untuk terinfeksi.

4.      Mengurangi resiko infeksi.



2.2.4             Implementasi
            ( sesuai dengan intervensi )


2.2.5             Evaluasi
              DX.1 :
1.      Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
2.      Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
              DX.2 :
1.      Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
2.      Tidak mual dan muntah
3.      Berat badan stabil
              DX.3 :
1.      Menunjukkan regenerasi jaringan.
2.      Menunjukkan penyembuhan decubitus
              DX.4 :
1.      Klien mampu beraktivitas, miring kanan miring kiri dengan dibantu oleh keluarga
2.    Keadaan luka membaik

              DX.5 :
1.      Menyatakan kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi
2.      Mendemonstrasikan metode koping efektif.

              DX.6 :
1.      Menyatakan penerimaan situasi diri.
2.      Memasukan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
              DX.7 :
1.      Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
2.      Berpartisipasi dalam program pengobatan
              DX.8 :
1.      Mencapai penyembuhan luka tepat pada waktunya dan bebas dari jaringan eksudat, demam atau mengigil.

 






DAFTAR PUSTAKA


Doengoes, Marylynn E. Dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.