A.
KONSEP
DASAR PENYAKIT
1.
Definisi
Katarak adalah
opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses
penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Brunner & Suddarth, 2001).
Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya
yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer, 2000).
Katarak adalah
terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya
akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang yang lebih dari 65 tahun
(Doenges, 2000).
Katarak
merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan penurunan/gangguan
penglihatan (Admin, 2009). Katarak menyebabkan penglihatan menjadi
berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga
pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif
kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan, 2009).
Lensa mata
merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan
gambar. Retina merupakan jaringan yang berada di bagian belakang mata, bersifat
sensitive terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk
akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya
rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls
yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan
diterjemahkan sehingga dapat dipahami. Tetapi bila jalan cahaya tertutup oleh
keadaan lensa yang katarak maka impuls tidak akan dapat diterima oleh otak dan
tidak akan bisa diterjemahkan menjado suatu gambaran penglihatan yang baik.
Katarak
biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau
yang berasal dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenakan topi
berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat
mengendarai mobil pada siang hari.
2.
Epidemiologi
Berdasarkan hasil survey nasional tahun 1993 – 1996, angka
kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Angka ini menempatkan Indonesia pada
urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia pada masa
itu.
Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. Sekitar 1,5 %
dari jumlah penduduk di Indonesia, 78 % disebabkan oleh katarak. Pandangan mata
yang kabur atau berkabut bagaikan melihat melalui kaca mata berembun, ukuran
lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika mengemudi di malam
hari, merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari penderita justru
merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
3.
Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara
lain (Corwin, 2000) :
a. Usia lanjut dan proses penuaan
b. Congenital atau bisa diturunkan.
c. Pembentukan katarak dipercepat oleh
faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya.
d. Katarak bisa disebabkan oleh cedera
mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya
kortikosteroid).
Katarak juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti :
a. Katarak traumatik yang disebabkan
oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
b. Katarak sekunder yang disebabkan
oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan
pada mata, atau diabetes melitus.
c. Katarak yang disebabkan oleh paparan
sinar radiasi.
d. Katarak yang disebabkan oleh
penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun
kolesterol.
e. Katarak kongenital yang dipengaruhi
oleh faktor genetik (Admin, 2009).
4.
Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan
berikut :
a. Katarak
perkembangan (developmental) dan degenerative.
b. Katarak
trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
c. Katarak
komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat
mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak
komplikata.
d. Katarak dapat diklasifikasikan
menurut umur penderita :
1) Katarak Kongenital
Sejak sebelum
berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu
pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah
katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi
sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak
kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus,
aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk
mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat
selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau
hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine
yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak
kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti
retardasi mental.
Pemeriksaan
darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak
kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak
kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi
yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu
leukokoria.
2) Katarak Juvenil
Kekeruhan lensa
yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga
biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast.
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada
usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.
3) Katarak Senil
Setelah usia 50
tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa
tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata,ed.3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a) Stadium awal (insipien).
Pada
stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal,
bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali
penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya,
sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk
jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai
terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan
dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient
kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama. (Ilyas, Sidarta: Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
b) Stadium imatur.
Pada
stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau
belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks
refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan
pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
c) Stadium matur.
Bila
proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama
hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran
normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai
kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna
sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila
dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak
Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
d) Stadium hipermatur.
Katarak
yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar
melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam"
kearah bawah (jam6) (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa
lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa
uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,).
4) Katarak Intumesen.
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
5) Katarak Brunesen.
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus
dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya
dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3)
Tabel 1.1
Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)
|
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
|
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Cairan Lensa
|
Normal
|
Bertambah
|
Normal
|
Berkurang
|
Iris
|
Normal
|
Terdorong
|
Normal
|
Tremulans
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Shadow test
|
(-)
|
(+)
|
(-)
|
+/-
|
Visus
|
(+)
|
<
|
<<
|
<<<
|
Penyulit
|
(-)
|
Glaukoma
|
(-)
|
Uveitis+glaukoma
|
Klasifikasi katarak berdasarkan
lokasi terjadinya :
a. Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang
paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari
lensa. Biasanya karena proses penuaan.
Keluhan yang biasa terjadi :
ü Menjadi
lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat, dan untuk melihat dekat melepas
kacamatanya.
ü Setelah
mengalami penglihatan kedua ini (melihat dekat tidak perlu kaca mata)
penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning. Lensa lebih coklat.
ü Menyetir
malam silau dan sukar.
ü Sukar
membedakan warna biru dan ungu.
b. Katarak Kortikal
Katarak
kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai
dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak
pada penderita DM. Keluhan yang biasa terjadi:
ü Penglihatan
jauh dan dekat terganggu.
ü Penglihatan
merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra.
c. Katarak Subkapsular.
Mulai dengan
kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM,
renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama
dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata. Keluhan
yang biasa terjadi :
ü Mengganggu
saat membaca.
ü Memberikan
keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya.
ü Mengganggu
penglihatan.
5.
Patofisiologi
Metabolisme Lensa Normal
Transparansi
lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua
kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian
anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di
bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke
aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian
anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme
lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt
menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah
enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi
fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa
mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan bertambahnya
usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi
sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di
korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada
beberapa bagian lensa.
Kekeruhan sel selaput
lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara progresif,
yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.
6.
Pathway
7.
Manifestasi
Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan
katarak antara lain:
a. Biasanya klien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh
kehilangan penglihatan tadi.
b. menyilaukan dengan distorsi bayangan
dan susah melihat di malam hari
Gejala objektif biasanya meliputi :
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa
sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi
kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan
tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata
seakan akan bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah
matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata
menjadi negatif.
Gejala umum
gangguan katarak meliputi :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti
terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa :
a) Peka terhadap sinar atau cahaya.
b) Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c) Memerlukan pencahayaan yang terang
untuk dapat membaca.
d) Lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.
e) Kesulitan melihat pada malam hari.
f) Melihat lingkaran di sekeliling
cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata.
g) Penurunan ketajaman penglihatan
(bahkan pada siang hari)
Gejala lainya
adalah :
1. Sering berganti kaca mata.
2. Penglihatan sering pada salah satu
mata. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di
dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
8.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai
berikut :
a. Kartu mata
snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa,
akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke
retina.
b. Lapang
Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
c. Pengukuran
Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran
Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
e. Tes
Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f. Oftalmoskopi
: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
g. Darah
lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG,
kolesterol serum, lipid
i. Tes
toleransi glukosa : kontrol DM
j. Keratometri.
k. Pemeriksaan
lampu slit.
l. A-scan
ultrasound (echography).
m. Penghitungan
sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n. USG mata
sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
9.
Penatalaksanaan
Gejala-gejala
yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat dibantu dengan
menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata
yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan
operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,
tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak
perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan
penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea
(disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
a. Iris : cincin berwarna yang
melingkari pupil yang berwarna hitam
b. Badan silier : otot-otot yang
membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan
lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
c. Koroid : lapisan mata bagian dalam
yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang
mata.
Sebagian atau
seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris
disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi
katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati
diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih
menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi.
Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau
atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi
dilakukannya operasi katarak :
a. Indikasi sosial: jika pasien
mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
b. Indikasi medis: bila ada komplikasi
seperti glaucoma
c. Indikasi optik: jika dari hasil
pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
Ada beberapa
jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.) ICCE ( Intra Capsular Cataract
Extraction)
ICCE yaitu
dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya
itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat
seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini dilakukan,
sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal detachment
dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler. Salah satu
teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe
super dingin dan kemudian diangkat.
2.) ECCE (Ekstra Capsular Cataract
Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
a) Standar ECCE atau planned ECCE
dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa.
Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b) Fekoemulsifikasi (Phaco
Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic
untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat
diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup
dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput
bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal,
sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian
disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan
lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil
ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi
pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru
dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh.
Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat
dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka
pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak
dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap
pengembangan
Apabila tidak
terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya,
tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan
kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi.
Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah
menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser
untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi
jelas.
10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus
dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan
akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
B.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a.
Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada
klien dengan katarak adalah :
1) Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia (Katarak bisa
terjadi pada semua umur tetapi pada umumnya pada usia lanjut dan Pada pasien dengan katarak konginetal
biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan
katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak
presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark
senilis terjadi pada usia > 40 tahun), jenis kelamin, pekerjaan yang sering
terpapar sinar matahari secara langsung atau Pada pekerjaan laboratorium atau
yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X, tempat
tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan
lain mengenai identitas pasien.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak
biasanya antara lain :
·
Penurunan
ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak).
·
Mata
tidak merasa sakit, gatal atau merah.
·
Berkabut,
berasap, penglihatan tertutup film.
·
Perubahan
daya lihat warna.
·
Gangguan
mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata.
·
Lampu
dan matahari sangat mengganggu.
·
Sering
meminta ganti resep kaca mata.
·
Lihat
ganda.
·
Baik
melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia).
·
Gejala
lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya
riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti :
·
DM
·
Hipertensi
·
Pembedahan
mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.
4) Aktifitas istirahat
Gejala
yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau
hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
5) Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata)
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata)
6) Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.
7) Pembelajaran/pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
b.
Pemeriksaan
Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi,
bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui
senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya
dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata)
dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa
yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya
imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak
matur.
c.
Pemeriksaan
Diagnostik
1) Kartu mata Snellen/mesin
telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan): mungkin
terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau
jalan optic.
2) Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji
struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan
retina, dan mikroaneurisme.
3) Darah lengkap, laju sedimentasi
(LED) : menunjukkan anemi sistemik/infeksi.
4) EKG, kolesterol serum, dan
pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
5) Tes toleransi glukosa / FBS :
menentukan adanya/ control diabetes.
2.
Diagnosa
Keperawatan
A. Pre
Operatif
1) Gangguan sensori-perseptual:
penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status organ indera, lingkungan
secara terapeutik dibatasi.
2) Resiko cedera berhubungan dengan
kerusakan fungsi sensori penglihatan-kehilangan vitreus, pandangan kabur
3) Kecemasan b/d kurang terpapar
terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
B. Post
Operatif
1)
Nyeri
akut berhubungan dengan trauma insisi
2)
Gangguan
persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi mata
terpasang bebat
3)
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang terpajan
informasi, keterbatasan kognitif.
4)
Risiko
tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3.
Intervensi
A.
Pre-Operatif
No.
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan
dalam batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
- Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
|
Mandiri
1) Kaji ketajaman peng-lihatan, catat
apakah satu atau dua mata terlibat.
2) Orientasikan klien tehadap
lingkungan.
3) Observasi tanda-tanda
disorientasi.
4) Pendekatan dari sisi yang tak
dioperasi, bicara dengan menyentuh.
5) Ingatkan klien menggunakan
kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen,
penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
6) Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
|
Mandiri
1) Kebutuhan tiap individu dan
pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan
progresif.
2) Memberikan peningkatan kenyamanan
dan kekeluargaan, menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3) Terbangun dalam lingkungan yang
tidak di kenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan kebingungan
terhadap orang tua .
4) Memberikan rangsang sensori tepat
terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5) Perubahan ketajaman dan kedalaman
persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera
sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6) Memungkinkan
pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan
bila diperlukan.
|
2
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi cedera dengan criteria
hasil:
- Menyatakan pemahaman faktor yang
terlibat dalam kemungkinan cedera.
- Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan keamanan.
|
Mandiri:
1) Diskusikan
apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
penampilan, balutan
mata.
2) Beri pasien posisi bersandar,
kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
3) Batasi aktivitas seperti
menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4) Ambulasi
dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dengan anastesi.
5) Anjurkan menggunakan
teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam,
dan latihan relaksasi.
6) Pertahankan perlindungan mata
sesuai indikasi.
7) Observasi
pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi:
8) Berikan obat
sesuai indikasi:
Antiemetic, contoh proklorperazin (Compazine), Asetazolamid
|
Mandiri:
1) Membantu
mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan.
2) Menurunkan
tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stress pada
jahitan/jahitan terbuka.
3) Menurunkan
stress pada area operasi/menurunkan TIO.
4) Memerlukan
sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
5) Meningkatkan
relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
6) Digunakan
untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
7) Menunjukkan
prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan
mata.
Kolaborasi:
8) Mual/muntah
dapat meningkatkan TIO. Memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera
okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila
terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada
produksi akueus humor
|
3
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 2x24 jam diaharapkan kecemasan px berkurang dengan criteria
hasil:
- Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan
rasa cemas/takutnya.
- Pasien tampak rileks tidak tegang
dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
- Pasien dapat mengungkapkan
pemahaman mengenai informasi pembedahan yang diterima.
|
1) Kaji tingkat kecemasan pasien dan
catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2) Beri kesempatan pasien untuk
mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
3) Observasi tanda vital dan
peningkatan respon fisik pasien.
4) Beri penjelasan pasien tentang
prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
5) Beri penjelasan dan suport pada
pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
6) Lakukan orientasi dan perkenalan
pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.
|
1) Derajat kecemasan akan dipengaruhi
bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2) Mengungkapkan rasa takut secara
terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3) Mengetahui respon fisiologis yang
ditimbulkan akibat kecemasan.
4) Meningkatkan pengetahuan pasien
dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5) Mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan.
6) Mengurangi perasaan takut dan
cemas.
|
B.
Post
Operatif
No.
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang /
hilang
Kriteria hasil :
-
klien dapat mengontrol nyerinya
Skala
nyeri 0 (0-10)
|
1) Kaji tngkat nyeri pasien dengan
menggunakan skala nyeri dan pengukuran TTV
2) Berikan kompres dingin sesuai
dengan permintaan untuk trauma tumpul
3) Kurangi tingkat pencahayaan
4) Berikan obat untuk mengontrol
nyeri dan TIO sesuai dengan resep
|
1) skala nyeri yang tinggi dan
disertai peningkatan nadi dapat menggambarkan tingkat nyeri yang di rasakan
oleh pasien
2) mengurangi edema akan
mengurangi nyeri
3) cahaya yang kuat menyebabkan
rasa tak nyaman
4) pemakaian sesuai resep akan
mengurangi nyeri dan TIO
|
2
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan
dalam batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
- Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
- Mengidentifikasi/memperbaiki
potensial bahaya dalam lingkungan.
|
Mandiri
1. Kaji ketajaman peng-lihatan, catat
apakah satu atau dua mata terlibat.
2. Orientasikan klien tehadap lingkungan.
3. Observasi tanda-tanda
disorientasi.
4. Pendekatan dari sisi yang tak
dioperasi, bicara dengan menyentuh.
5. Ingatkan klien menggunakan
kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen,
penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
6. Letakkan barang yang
dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
|
Mandiri
1. Kebutuhan tiap individu dan
pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan
progresif.
2. Memberikan peningkatan kenyamanan
dan kekeluargaan, menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3. Terbangun dalam lingkungan yang
tidak di kenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan
kebingungan terhadap orang tua .
4. Memberikan rangsang sensori tepat
terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5. Perubahan ketajaman dan kedalaman
persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera
sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6. Memungkinkan
pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan
bila diperlukan.
|
3
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24jam diharapkan pengetahuan px bertambah
dengan criteria hasil:
- Menyatakan
pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Melakukan dengan
prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
|
Mandiri :
1) Kaji
informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.
2) Tekankan
pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
3) Informasikan
pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
4) Diskusikan
kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien,
contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat
memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
5) Anjurkan
pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat, mengejan saat
defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak
bubuk, merokok (sendiri/orang lain).
6) Dorong
aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton
televisi.
7) Anjurkan
pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
8) Tekankan
kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup
pada malam.
9) Anjurkan
pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata
gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas dengan kepala kebelakang
(bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata terbuka.
10) Anjurkan
mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh: pindah kan
perabot dari lalu lalang.
11) Dorong
pemasukan cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan pelunak feses
yang dijual bebas bila diindikasikan.
12) Identifikasi
tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba,
penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata
berair, fotofobia.
|
Mandiri:
1) Meningkatkan
pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2) Pengawasan
periodik menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul
posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam dua minggu sampai
beberapa tahun pasca operaasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki
defisit penglihatan.
3) Dapat
bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
4) Penggunaan
obat mata topikal, contoh agen simpatomimetik, penyekat beta, dan agen anti
kolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus
dispnea pada pasien PPOM; gejala krisis hipoglikemik pada diabetes tergantung
pada insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi
sistemik, meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak
diinginkan.
5) Aktivitas
yang menyebabkan mata lelah atau regang, manufer Valsalva, atau meningkatkan
TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan: iritasi
pernafasan yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6) Memberikan
masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih mudah
bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan: menonton
televisi frekuensi sedang menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit
menimbulkan stres dibanding membaca.
7) Dapat
meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
8) Mecegah
cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan
dengan berkedip atau posisi kepala.
9) Mencegah
cedera kecelakaan pada mata.
10) Menurunkan
penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien
jalan ke dalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11) Mempertahankan
konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
12) Intervensi
dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan
penglihatan.
|
4
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan criteria
hasil :
- Meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam
- Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
|
Mandiri
1) Diskusikan pentingnya mencuci
tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
2) Gunakan/tunjukkan teknik yang
tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas
untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
3) Tekankan pentingnya tidak
menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
Kolaborasi:
4) Berikan obat sesuai indikasi :
-
Antibiotic
(topical, parenteral,atau subkonjungtival).
-
Steroid
|
Mandiri
1) Menurunkan
jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2) Teknik
aseptik menurunkan risiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3) Mencegah
kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
Kolaborasi:
4) Sediaan
topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan
bila terjadi infeksi. Catatan: steroidmungkin ditambahkan pada antibiotic
topical bila pasien mengalami implantasi IOL.
|
4.
Implementasi
Keperawatan
Pelaksanaan
tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan terhadap pasien yang
mengalami katarak disesuaikan dengan intervensi yang telah dirancang atau
disusun sebelumnya.
5.
Evaluasi
Keperawatan
Hasil Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita
katarak adalah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada intervensi.
Evaluasi ini berdasarkan pada hasil yang di harapkan atau perubahan yang
terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Mansjoer,
Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta; Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Smeltzer,Suzanne.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta; EGC
Istiqomah,
Indriana. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta; EGC