02 July 2012

ASKEP KATARAK


     A.   KONSEP DASAR PENYAKIT

1.    Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Brunner & Suddarth, 2001).
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer, 2000).
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang yang lebih dari 65 tahun (Doenges, 2000).
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin, 2009). Katarak menyebabkan penglihatan  menjadi berkabut/buram. Katarak merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000). Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan, 2009).
Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan gambar. Retina merupakan jaringan yang berada di bagian belakang mata, bersifat sensitive terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga dapat dipahami. Tetapi bila jalan cahaya tertutup oleh keadaan lensa yang katarak maka impuls tidak akan dapat diterima oleh otak dan tidak akan bisa diterjemahkan menjado suatu gambaran penglihatan yang baik.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang salah arah. Misalnya dengan mengenakan topi berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.


2.    Epidemiologi
Berdasarkan hasil survey nasional tahun 1993 – 1996, angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5%. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia pada masa itu.
Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. Sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk di Indonesia, 78 % disebabkan oleh katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan ganda ketika mengemudi di malam hari, merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari penderita justru  merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.


3.    Etiologi
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin, 2000) :
a.    Usia lanjut dan proses penuaan
b.    Congenital atau bisa diturunkan.
c.    Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya.  
d.    Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).  
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti :
a.    Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
b.    Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti: penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes melitus.
c.    Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
d.    Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
e.    Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin, 2009).


4.    Klasifikasi
Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
a.    Katarak perkembangan (developmental) dan degenerative.
b.    Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
c.    Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata.
d.    Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita :
1)    Katarak Kongenital
Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.

2)    Katarak Juvenil
Kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya.

3)    Katarak Senil
Setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata,ed.3). Katarak Senil sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a)    Stadium awal (insipien).
Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. (Ilyas, Sidarta: Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

b)    Stadium imatur.
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)

c)    Stadium matur.
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

d)    Stadium hipermatur.
Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam6) (katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

4)    Katarak Intumesen.
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).

5)    Katarak Brunesen.
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Tabel 1.1 Perbedaan karakteristik Katarak (Ilyas, 2001)

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan Lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik mata depan
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Sudut bilik mata
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
(-)
(+)
(-)
+/-
Visus
(+)
<< 
<<< 
Penyulit
(-)
Glaukoma
(-)
Uveitis+glaukoma


Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya :
a.    Katarak Inti ( Nuclear )
Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan. Keluhan yang biasa terjadi :
ü  Menjadi lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat, dan untuk melihat dekat melepas kacamatanya.
ü  Setelah mengalami penglihatan kedua ini (melihat dekat tidak perlu kaca mata) penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning. Lensa lebih coklat.
ü  Menyetir malam silau dan sukar.
ü  Sukar membedakan warna biru dan ungu.

b.    Katarak Kortikal
Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM. Keluhan yang biasa terjadi:
ü  Penglihatan jauh dan dekat terganggu.
ü  Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra.
c.    Katarak Subkapsular.
Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata. Keluhan yang biasa terjadi :
ü  Mengganggu saat membaca.
ü  Memberikan keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya.
ü  Mengganggu penglihatan.



5.    Patofisiologi
Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase. 
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.

6.    Pathway

7.    Manifestasi Klinis
Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain:
a.    Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
b.    menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari

Gejala objektif biasanya meliputi :
a.     Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
b.    Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
c.    Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.

Gejala umum gangguan katarak meliputi : 
1.    Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2.    Gangguan penglihatan bisa berupa :
a)    Peka terhadap sinar atau cahaya.
b)    Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
c)    Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
d)    Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
e)    Kesulitan melihat pada malam hari.
f)     Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata.
g)    Penurunan ketajaman penglihatan (bahkan pada siang hari)

Gejala lainya adalah :
1.    Sering berganti kaca mata.
2.    Penglihatan sering pada salah satu mata. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.


8.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut :
a.    Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
b.    Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
c.    Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
d.    Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
e.    Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
f.     Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
g.    Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h.    EKG, kolesterol serum, lipid
i.      Tes toleransi glukosa : kontrol DM
j.      Keratometri.
k.    Pemeriksaan lampu slit.
l.      A-scan ultrasound (echography).
m.   Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
n.    USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.


9.    Penatalaksanaan
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
a.    Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam
b.    Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
c.    Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Indikasi dilakukannya operasi katarak :
a.    Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan
b.    Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma
c.    Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60

Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.)  ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler. Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe super dingin dan kemudian diangkat.

2.)  ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni:
a)    Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b)    Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.

Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.


10. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.

 

B.   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Pengkajian
a.    Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1)    Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia (Katarak bisa terjadi pada semua umur tetapi pada umumnya pada usia lanjut dan Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun), jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung atau Pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga,  dan keterangan lain mengenai identitas pasien.

2)    Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
·         Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak).
·         Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah.
·         Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film.
·         Perubahan daya lihat warna.
·         Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata.
·         Lampu dan matahari sangat mengganggu.
·         Sering meminta ganti resep kaca mata.
·         Lihat ganda.
·         Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia).
·         Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain.

3)    Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti :
·         DM
·         Hipertensi
·         Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.

4)    Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

5)    Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata)

6)    Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.

7)    Pembelajaran/pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.

b.    Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.

c.    Pemeriksaan Diagnostik
1)    Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
2)    Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
3)    Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik/infeksi.
4)    EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
5)    Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.

 
2.    Diagnosa Keperawatan
A.   Pre Operatif
1)    Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
2)    Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan-kehilangan vitreus, pandangan kabur
3)    Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan

B.   Post Operatif
                      1)      Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
                 2)      Gangguan persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi mata terpasang bebat
                      3)      Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang terpajan informasi, keterbatasan kognitif.
                      4)      Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
















3.    Intervensi
      A.   Pre-Operatif
No.
Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
-     Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-     Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Mandiri
1)    Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.


2)    Orientasikan klien tehadap lingkungan.





3)    Observasi tanda-tanda disorientasi.







4)    Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
5)    Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
6)    Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
Mandiri
1)    Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif.
2)    Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3)    Terbangun dalam lingkungan yang tidak di kenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan kebingungan terhadap orang tua .
4)    Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5)    Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6)    Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
2
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi cedera dengan criteria hasil:
-     Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
-     Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.




Mandiri:
1)    Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
2)    Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.


3)    Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4)    Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dengan anastesi.
5)    Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam, dan latihan relaksasi.
6)    Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.


7)    Observasi pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah pir.

Kolaborasi:
8)    Berikan obat sesuai indikasi:
Antiemetic, contoh proklorperazin (Compazine), Asetazolamid

Mandiri:
1)    Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2)    Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stress pada jahitan/jahitan terbuka.
3)    Menurunkan stress pada area operasi/menurunkan TIO.


4)    Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
5)    Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.




6)    Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
7)    Menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.

Kolaborasi:
8)    Mual/muntah dapat meningkatkan TIO. Memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada produksi akueus humor
3
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diaharapkan kecemasan px berkurang dengan criteria hasil:
-     Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
-     Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
-     Pasien dapat mengungkapkan pemahaman mengenai informasi pembedahan yang diterima.

1)    Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.

2)    Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
3)    Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.

4)    Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.


5)    Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
6)    Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.
1)    Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.

2)    Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

3)    Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4)    Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.

5)    Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.

6)    Mengurangi perasaan takut dan cemas.

    B.   Post Operatif
No.
Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang / hilang
Kriteria hasil :
- klien dapat mengontrol nyerinya
Skala nyeri 0 (0-10)
1)    Kaji tngkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan pengukuran TTV

2)    Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul
3)    Kurangi tingkat pencahayaan

4)    Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep


1) skala nyeri yang tinggi dan disertai peningkatan nadi dapat menggambarkan tingkat nyeri yang di rasakan oleh pasien
2) mengurangi edema akan mengurangi nyeri



3) cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman
4) pemakaian sesuai resep akan mengurangi nyeri dan TIO
2
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
-     Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-     Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.

Mandiri
1.    Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.


2.    Orientasikan klien tehadap lingkungan.




3.    Observasi tanda-tanda disorientasi.







4.    Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
5.    Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
6.    Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
Mandiri
1.    Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif.
2.    Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3.    Terbangun dalam lingkungan yang tidak di kenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan kebingungan terhadap orang tua .
4.    Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.

5.    Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.

6.    Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
3
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan pengetahuan px bertambah dengan criteria hasil:
-     Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Mandiri :
1)      Kaji informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.


2)      Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.









3)      Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
4)      Diskusikan kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.









5)      Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain).

6)      Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton televisi.











7)      Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
8)      Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada malam.

9)      Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas dengan kepala kebelakang (bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata terbuka.
10)  Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh: pindah kan perabot dari lalu lalang.

11)  Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan pelunak feses yang dijual bebas bila diindikasikan.
12)  Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.

Mandiri:
1)    Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2)    Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam dua minggu sampai beberapa tahun pasca operaasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki defisit penglihatan.
3)    Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.

4)    Penggunaan obat mata topikal, contoh agen simpatomimetik, penyekat beta, dan agen anti kolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM; gejala krisis hipoglikemik pada diabetes tergantung pada insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak diinginkan.
5)    Aktivitas yang menyebabkan mata lelah atau regang, manufer Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan: iritasi pernafasan yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.

6)    Memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan: menonton televisi frekuensi sedang menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit menimbulkan stres dibanding membaca.
7)    Dapat meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
8)    Mecegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
9)    Mencegah cedera kecelakaan pada mata.











10) Menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan ke dalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11) Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.




12) Intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.

4
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan criteria hasil :
-  Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam
-  Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.




Mandiri
1)    Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
2)    Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
3)    Tekankan pentingnya tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
Kolaborasi:
4)    Berikan obat sesuai indikasi :
-        Antibiotic (topical, parenteral,atau subkonjungtival).
-        Steroid


Mandiri
1)    Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.

2)    Teknik aseptik menurunkan risiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.







3)    Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

Kolaborasi:
4)    Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan: steroidmungkin ditambahkan pada antibiotic topical bila pasien mengalami implantasi IOL.


4.    Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan terhadap pasien yang mengalami katarak disesuaikan dengan intervensi yang telah dirancang atau disusun sebelumnya.

5.    Evaluasi Keperawatan
Hasil  Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita katarak adalah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pada intervensi. Evaluasi ini berdasarkan pada hasil yang di harapkan atau perubahan yang terjadi.






DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Smeltzer,Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta; EGC
Istiqomah, Indriana. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta; EGC