A.
Konsep
Dasar Penyakit
1.
PENGERTIAN
Labioschisis
adalah adanya gangguan fusi maxillary swelling
dengan medial nasal swelling pada satu sisi akan menimbulkan kelaianan berupa
labioschisis unilateral. Bila kegagalan fusi ini menimbulkan celah di daerah
prealveolaris, maka celah tersebut dikatakan inkomplet, sedang selebihnya dikatakan
labioschisis komplet.
Celah bibir adalah
kelainan kongenital pada bibir yang disebabkan oleh kegagalan struktur fasial
embrionik yang tidak komplet, kelainan ini dapat diasosiasikan dengan anomali
lain juga. Insidensi kalainan ini adalah 1 di antara 750 kelahiran hidup. Celah
bibir, lebih sering terjadi pada anak laki-laki, dapat muncul berupa indentasi
ringan hingga celah terbuka. (Kathleen Morgan Speer. 2007)
2.
EPIDEMIOLOGI
Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti,
hanya disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan
kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember
1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit
pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.
Bibir Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan
ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh
Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit
1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf
dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel
menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.
3.
ETIOLOGI
Banyak
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. faktor tersebut antara
lain, yaitu :
a. Faktor
Genetik atau keturunan
Dimana
material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena
adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal
mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromosom 1
s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis
kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau
dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain
menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan
otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
b. Kurang
Nutrisi, contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu hamil, kekurangan
asam folat.
c. Radiasi.
d. Terjadi
trauma pada kehamilan trimester pertama.
e. Infeksi
pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi rubella dan
sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
f. Pengaruh
obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas
selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi penitonin.
g. Multifaktoral
dan mutasi genetik.
h. Diplasia
ektodermal.
4. KLASIFIKASI
Berdasarkan
lengkap/tidaknya celah terbentuk, tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi,
mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis bibir sumbing yang
diketahui adalah :
a. Unilateral
Incomplete. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral
Complete. Jika celah sumbing yang terjadi hanya
disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral
Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung
5.
PATOFISIOLOGI
Secara umum, labioschisis bisa
terjadi karena :
a. Kegagalan penyatuan atau
perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester
I.
b. Terbelahnya bibir dan atau hidung
karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama
kehamilan 6-8 minggu.
c. Palatoskisis adalah adanya celah
pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan
palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
d. Penggabungan komplit garis tengah
atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui
dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai
akibat dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika
Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang
mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis.
Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan
labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara
kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan
narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama
kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak
dengan labioschisis.
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang
diajukan antara lain:
a. Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal
kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C, dan Zn)
b. Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
c. Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
d. Faktor genetic
Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Pada hewan percobaan vitamin A dikenal sebagai
"teratogen universal". Namun kemungkinan teratogenitas pada manusia
yang mengkonsumsi suplemen vitamin A masih kontroversi.
Vitamin B-6
memiliki peran vital dalam metabolisme asam amino. Defisiensi vitamin B-6
tunggal telah terbukti dapat menyebabkan langit-langit mulut sumbing dan
kelainan defek lahior lainnya pada tikus percobaan. Dan Miller (1972)
menunjukkan bahwa pemberian vitamin B-6 dapat mencegah terjadinya celah
orofasial. Salah satu penyebab terjadinya celah orofasial ialah heterogenitas,
sebanyak sekitar 20% menyertai sindrom yang disebabkan mutasi yang spesifik.
Namun juga terjadinya celah orofasil juga berhubungan dengan asam folat dan
multivitamin lainnya. Beberapa mungkin memiliki etiologi karena asam folat
namun sebagian lagi tidak, sehingga menyulitkan untuk mencari efeknya.
6. PATHWAYS
7.
GEJALA DAN TANDA
Ada
beberapa gejala dari bibir sumbing / labioschisis yaitu :
a. Terjadi
pemisahan langit – langit.
b. Terjadi
pemisahan bibir.
c. Terjadi
pemisahan bibir dan langit – langit.
d. Infeksi
telinga berulang.
e. Berat
badan tidak bertambah.
f. Pada
bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarny air susu dari
hidung.
8.
KOMPLIKASI
Keadaan
kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenannya,
yaitu :
a. Masalah asupan makanan
Merupakan masalah
pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis
memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau
dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah
reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi
normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang
bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi.
Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang hanya
menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat
menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan
penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan
tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
b. Masalah Dental
Anak yang lahir dengan
labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan
kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah
bibir yang terbentuk.
c. Infeksi telinga
Anak dengan
labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan
dan penutupan tuba eustachius.
d. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan
labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan
otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas
nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah
dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup
ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena
palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama
berbicara udara keluar dari hidung. Anak
mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h,
k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat
membantu.
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan prabedah
rutin (misalnya hitung darah lengkap
b.
Pemeriksaan Diagnosis
1)
Foto Rontgen
2)
Pemeriksaan fisik
3)
MRI untuk evaluasi abnormal
10.
THERAPY
Terapi untuk pasien
dengan labioschisis meliputi perbaikan melalui pembedahan, untuk memperbaiki
penampilan anak, biasanya antara usia 1-3 bulan
11. PENATALAKSANAAN
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara
operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan
yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan sistemik.
Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing
dilakukan hukum Sepuluh (rules
of Ten)yaitu, Berat badan bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan
usianya minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
Perawatan
a. Menyusu
ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk
seorang bayi dengan bibir sumbing tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu
dapat mencoba sedikit menekan payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga
menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan memberikannya kepada
bayi dengan menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu
sampai 6 mgg.
b. Menggunakan
alat khusus :
- Dot
domba
Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan
dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot
yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar,
ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
- Botol
peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di
bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi.
- Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara
celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi
deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive.
c. Posisi
mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang
lidah bayi.
d. Tepuk-tepuk
punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara.
e. Periksalah
bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lobang hidung.
f. Suatu
kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini
terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit
yang lembut tersebut untuk sembuh.
g. Setelah
siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung
kapas yang dicelupkan dala hydrogen peroksida setengah kuat atau air.
Pengobatan
a. Dilakukan
bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi
waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
b. Tindakan
pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often
yaitu umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit >
10.000/ui.
c. Tindakan
operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini
mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara
otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan
operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli
ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
d. Operasi
terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang
muka mendeteksi selesai.
e. Operasi
mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang
lebar. Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempl pada bagian
belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih
baik.
f. Anak
tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting
untuk pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaiki,
dapat mempengaruhi pola bicara secara permanen.
Prinsip perawatan secara
umum :
1. Lahir
: bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu untuk
membantu masuknya makanan kedalam lambung.
2. Umur
1 minggu : pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan
mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
3. Umur
3 bulan : labioplasty; tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan
evaluasi telingga.
4. Umur
18 bulan - 2 tahun : palathoplasty atau tindakan operasi langit-langit bila
terdapat sumbing pada langit-langit.
5. Umur
4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.
6. Umur
6 tahun : evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7. Umur
11 tahun : alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir
alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus), perawatan otthodontis.
8. Umur
12-13 tahun : final touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
9. Umur
17-18 tahun : orthognatik surgery bila perlu.
A.
Konsep
Asuhan Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Mata, telinga, hidung dan tenggorokan
▬ Pemisahan abnormal bibir atas
▬ Pemisahan gusi bagian atas
▬ Kerusakan gigi-geligi
▬ Kerusakan wicara
▬ Mudah tersedak
▬ Peningkatan otitis
b. Respirasi
▬ Kegawatan pernapasan disertai aspirasi
▬ Kemungkinan dispnea
c. Muskuloskeletal
▬ Gagal bertumbuh
d. Gastrointestinal
▬ Kesulitan pemberian makan
e. Psikososial
▬ Gangguan ikatan antara orang tua-bayi
▬ Gangguan citra tubuh
2. DIAGNOSA KEPERWATAN
a. Prabedah
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan gangguan dalam pemberian makan
2) Risiko infeksi yang berhubungan dengan kelainan
3) Risiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan
stres akibat hospitalisasi
4) Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan pembedahan
b. Post-bedah
1) Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan efek
anestesia, edema pascaoperasi, serta produksi lendir yang berlebihan
2) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan teknik pemberian makan yang baru dan perubahan diet
pascaoperasi
3) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan insisi
bedah
4) Nyeri yang berhubungan dengan pembedahan
5) Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di
rumah
1. INTERVENSI
Pra-Bedah
No
Dx
|
Tujuan dan Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan berat badan seimbang dengan kriteria
hasil :
·
Bayi
mempertahankan status nutrisi yang ditandai oleh kenaikan berat badan bulanan
(1/2 hingga 1 kg)
|
·
Tempatkan
dot botol di dalam mulut bayi, pada sisi berlawanan dari celah, ke arah belakang
lidah.
·
Posisikan
bayi tegak atau semi-Fowler, namun tetap rileks selama pemberian makan.
·
Serdawakan
bayi setelah setiap pemberian 15 hingga 30 ml susu, tetapi jangan pindahkan
dot botol terlalu sering selama pemberian makan.
·
Coba
untuk memberi makan selama kira-kira 45 menit atau kurang untuk setiap kali
makan.
·
Apabila
bayi tidak makan tanpa tersedak atau teraspirasi, letakkan dalam posisi
tegak, dan beri makan dengan menggunakan spuit serta slang karet lunak.
|
·
Meletakkan
dot botol dengan cara ini dapat menstimulasi tindakan ” stripping” bayi (menekan dot botol melawan lidah dan atap mulut
untuk mengeluarkan susu).
·
Posisi
ini mencegah tersedak dan regurgitasi per nasal.
·
Bayi
perlu disendawakan dengan frekuansi yang sering karena kelainan tersebut
dapat menyebabkan menelan udara lebih banyak sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman. Melepas dot botol terlalu sering dapat melelahkan, atau membuat bayi
frustasi sehingga menyebabkan pemberian makan tidak komplet.
·
Pemberian
makan yang lebih lama dapat melelahkan bayi sehingga dapat menyebabkan
pencapaian berat badan yang sangat kurang.
·
Posisi
tegak mengurangi risiko aspirasi; menggunakan sebuah spuit dan slang karet
lunak yang mampu menampung cairan di bagian belakang mulut bayi dapat
mengurangi aspirasi melalui celah.
|
2
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil :
·
Bayi
tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi yang ditandai oleh suhu tubuh kurang
dari 37,80 C dan tidak ada tanda-tanda draynase telinga, batuk,
ronchi kasar di lapangan paru, atau iritabilitas
|
·
Beri
minum bayi sebanyak 5-10 ml air, setelah setisp pemberian makan.
·
Buang
formula atau susu yang mengering dengan menggunakan aplikator yang berujung
kapas basah.
·
Setelah
setiap pemberian makan, letakkan bayi di ayunan bayi atau baringkan bayi di
tempat tidurnya dengan posisi miring kanan dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 300.
·
Kaji
bayi untuk menentukan bila ada tanda infeksi, termasuk drainase telinga yang
berbau dan demam. Beri obat antibiotik sesuai program.
|
·
Air
dapat membersihkan pasase nasal dan palatu, serta dapat mencegah susu
mengumpul di saluran eustasia, yang pada gilirannya dapat mencegah
pertumbuhan bakteri yang dapat mengarah pada terjadinya infeksi.
·
Merontokkan
dan melepaskan matero yang berkerak dalam botol, dapat menjaga agar celah
tersebut bersih dan bebas dari bakteri sehingga mengurangi risiko infeksi.
·
Mengatur
posisi bayi dengan cara ini dapat mencegah aspirasi yang dapat menimbulkan
pneumonia.
·
Kekambuhan
otitis media yang terjadi akibat saluran eustasia yang tidak normal dapat
dikaitkan dengan celah bibir.
|
3
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan :
Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat tentang kondisi bayi, dapat
melibatkan perawatan bayi ke dalam gaya hidup normal mereka, serta
mengekspresikan perasaan mereka tentang penampilan bayi
|
·
Beri
kesempatan pada orang tua untuk menggendong serta memeluk bayi, dan dapat
mempraktikkan tugas pemberian perawatan sebelum pemulangan.
·
Anjurkan
orang tua untuk mempersiapkan anggota keluarga, termasuk saudara kandung dan
kerabat lain, untuk menyambut kehadiran bayi di rumah. Nasihatkan mereka
untuk menjelaskan ke seluruh anggota keluarga, tentang penampilan bayi dengan
menggunakan istilah sederhana, memperlihatkan kepada mereka gambar, dan
meminta mereka mengunjungi bayi di rumah sakit.
·
Anjurkan
orang tua untuk memperlakukan bayi layaknya anggota keluarga yang normal, dan
menjadwalkan kegiatan perawatan mereka ke dalam rutinitas sehari-hari.
·
Anjurkan
orang tua untuk meminta bantuan dari anggota keluarga yang lain atau dari
teman saat memberi makan dan perawatan bayi.
·
Rujuk
orang tua ke kelompok pendukung yang tepat serta pusat kraniofasial, jika
ada.
|
·
Kesempatan
ini meningkatkan ikatan dan mempersiapkan orang tua dalam perawatan bayi di
rumah.
·
Mempersiapkan
anggota keluarga untuk kedatangan bayi memungkinkan mereka beradaptasi dengan
penampilan bayinya, dan memungkinkan orang tua berfokus pada kebutuhan bayi
yang mendesak.
·
Orang
tua perlu memiliki pemikiran bahwa bayi mereka merupakan individu yang
normal, yang menderita celah bibir bukan sebagai individu yang sedang sakit
sehingga dapat memberi perawatan di rumah yang adekuat, dan menjaga kebutuhan
keluarga.
·
Meminta
bantuan orang lain dalam perawatan bayi dan pemberian makan dapat memberi
orang tua kesempatan beristirahat, serta berfokus pada kebutuhan mereka
sendiri.
·
Kelompok
pendukung memberi kesempatan pada orang tua untuk berbagi perasaan dan
pengalaman dengan orang tua lain, yang juga memiliki situasi sama, dapat
mengurangi kecemasan dan meningkatkan keterampilan koping serta keterampilan
penyelesaian masalah. Pusat kraniofasial memiliki pangalaman dalam memberi
perawatan bagi anak-anak dengan celah bibir.
|
4
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan tidak adanya ansietas dengan
kriteria hasil :
·
Orang
tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai oleh mengekspresikan
pemahaman tentang kebutuhan pembedahan dan berpatisipasi dalam perawatn pra
dan pasca bedah anak atau bayi
|
·
Kaji
pemahaman orang tua tentang kelainan anak dan kebutuhan pembedahan.
·
Jelaskan
kepada orang tua prosedur pembedahan, termasuk prosedur pembedahan itu
sendiri, lama pembedahan, serta penampilan anak yang diharapkan saat
pascaoperasi.
·
Demonstrasikan
kepada orang tua teknik pemberian makan yang benar, untuk dipraktikkan
setelah pembedahan (meletakkan slang pada mukosa bukal dan mengalirkan cairan
sedikit demi sedikit melalui spuit); minta mereka mempraktikkan teknik
tersebut. Juga demonstrasikan pengunaan restrain yang benar pada lengan
sehingga mencegah bayi atau anak menyentuh dan mengganggu insisi.
|
·
Pengkajian
ini merupakan dasar untuk penyuluhan.
·
Penjalasan
yang demikian mempersiapkan orang tua tentang prosedur perioperasi dan hasil
yang diharapkan sehingga dapat mengurangi kecemasan.
·
Mendemonstrasikan
teknik pemberian makan yang benar dan pengguanaan restrain lengan membantu
orang tua mengenal perawatan pascaoperasi sehingga dapat mengurangi rasa
cemas.
|
Post-bedah
NO
Dx
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan jalan nafas efektif dengan kriteria
hasil :
·
Bayi
atau anak tetap bebas dari komplikasi pernapasan yang ditandai oleh
memepertahankan pernapasan lancar, serta frekuensi teratur
|
·
Kaji
status pernapasan bayi atau anak setiap 4 jam untuk mendeteksi suara napas
yang abnormal, sianosis, retraksi, mendengkur, atau pernapasan cuping hidung.
·
Atur
ulang posisi bayi atau anak setiap 2 jam. Setelah pembedahan celah bibir,
bayi atau anak dapat diletakkan dengan baik di ayunan bayi atau dalam posisi
terlentang atau miring dengan kepala ditinggikan.
·
Tempatkan
bayi atau anak dalam tenda lembap, sesuai program. Pertahankan bayi
diselimuti dan ganti sprei dengan teratur.
·
Pertahankan
bayi atau anak dalam posisi tegak selama pemberian makan.
|
·
Tanda
distres pernapasan ini dapat mengindikasikan pneumonia, yang membutuhkan
terapi antibiotik.
·
Pengaturan-kembali
posisi dapat meningkatkan drainase sekresi paru.
·
Udara
yang sejuk dan yang dilembapkan membantu mencairkan sekresi sehingga dapat
membantu bayi atau anak bernapas dengan lebih mudah. Menutupi tubuh dengan
selimut dapat mencegah anak dari menggigil.
·
Posisi
tegak mengurangi risiko tersedak dan aspirasi.
|
2
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan berat badan seimbang dengan kriteria
hasil :
·
Bayi
atau anak dapat mempertahankan nutrisi adekuat yang ditandai oleh dapat
beradaptasi terhadap diet dan metode pemberian makan yang baru, serta terus
mengalami peningkatan berat badan
|
·
Apabila
bayi atau anak telah menjalani perbaikan celah bibir, beri mereka makan
melalui spuit dan slang karet lunak yang ditempatkan di dalam pipi dan jauh
dari alur jahitan. Jangan gunakan dot botol. Seiring anak mengalami kemajuan
dari diet cair murni, gunakan sendok untuk pemberian makan, bukan garpu.
·
Mula-mula
anjurkan pemberian makan dengan frekuensi yang sering dalam porsi kecil;
kemudian lanjutkan dengan asupan cairan sesuai-usia.
|
·
Mengisap
dot botol menyebabkan terlalu banyak tekanan pada alur jahitan; penggunaan
garpu atau sedotan dapat merusak alur jahitan.
·
Bayi
atau anak membutuhkan pemberian makan dengan porsi lebih kecil, sambil
beradaptasi terhadap metode pemberian makan.
|
3
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan integritas kulit baik dengan
kriteria hasil :
·
Bayi
atau anak tidak menderita kerusakan pada integritas kulit yang ditandai oleh
insisi tetap utuh, tidak ada tanda infeksi dan tanda pemulihan
|
·
Lakukan
perawatan alur sutura berikut ini setelah pemberian makan, dan sesuai
kebutuhan :
- Bersihkan garis sutura dengan menggunakan larutan
salin dan aplikator berujung kapas basah.
- Oleskan salep antibiotik sesuai program untuk
melembabkan mulut dan mencegah pemisahan sutura.
- Pantau tanda dan gejala infeksi.
- Beri sedikit air setelah pemberian makan untuk
membersihkan mulut dari setiap sisa susu, yang dapat menyebabkan pertumbuhan
bakteri.
·
Pasang
restrain lengan, sesuai program. Evaluasi sirkulasi dan latihan pergerakan
sendi (ROM) setiap 2 jam.
·
Setelah
pembedahan celah bibir, posisikan bayi atau anak dengan baik, berbaring
miring atau telentang-bukan posisi telungkup-pertahankan kepala tempat tidur
ditinggikan.
·
Antisipasi
perlunya anak mengurangi menangis.
|
·
Perawatan
alur jahitan yang tepat menjamin tercapainya kebersihan, mencegah pemisahan
sutura, mengurangi risiko infeksi, dan mengurangi jumlah materi berkerak di
sekitar alur jahitan, yang mungkin mengakibatkan pembesaran jaringan parut.
·
Restrain
lengan mencegah bayi atau anak menggaruk alur jahitan atau meletakkan objek
dalam mulutnya sampai insisi memulih. Evaluasi memastikan sirkulasi yang
adekuat, dan latihan ROM mencegah kekakuan dan kontraktur otot.
·
Duduk
di tempat duduk bayi atau berbaring miring atau telentang setelah pembedahan
celah bibir, mencegah anak menggesekkan bibirnya pada linen tempat tidur,
mengurangi risiko ruptur.
·
Menangis
menyebabkan tegangan pada alur jahitan, yang dapat menyebabkan ruptur.
|
4
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria
hasil :
·
Bayi
atau anak dapat mempertahankan tingkat kenyamanan yang ditandai oleh tangisan
dan iritabilitas yang berkurang
|
·
Kaji
bayi atau anak untuk mengetahui iritabilitas, kehilangan selera makan, dan
kegelisahan setiap 2 jam setelah pembedahan.
·
Beri
obat analgesik, sesuai program.
·
Lakukan
aktivitas pengalihan, misalnya, permainan, kartu, videotapes, dan membaca
buku untuk anak yang lebih besar.
|
·
Bayi
atau anak mungkin terlalu muda usianya untuk mengespresikan rasa tidak nyaman
melalui kata-kata; petunjuk perilaku adalah satu-satunya indikasi nyeri
·
Obat
analgesik dapat mengurangi nyeri.
·
Aktivitas
pengalihan memfokuskan kembali perhatian anak, mengurangi persepsinya
terhadap nyeri.
|
5
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama ...x24 jam diharapkan :
·
Orang
tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan pra bedah dan pasca
bedah di rumah dan mendemonstrasikan prosedur perawatan di rumah
|
·
Ajarkan
orang tua tentang teknik pemberian makan berikut ini :
- Gunakan sendok, bukan garpu, untuk memberi makan
lunak, serta spuit berujung karet atau mengkuk (jika memungkinkan) untuk
memberi bayi atau anak cairan.
- Jangan biarkan anak menggunakan sedotan.
·
Ajarkan
orang tua cara merawat alur jahitan :
- Gunakan larutan salin dan aplikator berujung kapas
untuk membersihkan alur jahitan.
- Oleskan salep antibiotik sesuai program untuk menutup
insisi.
- Periksa area insisi bedah untuk melihat tanda
infeksi, misalnya, kemerahan, pembengkakan, dan drainase purulen, dan
laporkan temuan tersebut kepada dokter.
- Beri air sedikit-sedikit setelah pemberian makan,
untuk membuang sisa susu yang menempel, mengingat ini merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan bakteri dan infeksi.
·
Sampaikan
kepada orang tua bahwa mereka harus mempertahankan lengan bayi atau anak
terfiksasi. Jelaskan bahwa mereka harus melepas restrain secara berkala,
mempertahankan agar bayi atau anak tetap diawasi.
·
Setelah
pembedahan celah bibir, instruksikan orang tua untuk mengatur posisi bayi
atau anak pada ayunan bayi, atau dalam posisi miring atau telentang-jangan
menekan daerah abdomen-dengan kepala tempat tidur ditinggikan.
·
Beri
tahu oranng tua untuk mengantisipasi perlunya bayi atau anak mengurangi
tangisan.
·
Jelaskan
kepada orang tua pentingnya perawatan tidak lanjut, termasuk perlunya
inspeksi telinga dan evaluasi pendengaran setiap 2-4 bulan dan pemeriksaan
rutin serta imunisasi.
|
·
Menggunakan
sendok makanan padat, dan spuit berujung karet untuk cairan dapat mengurangi
risiko trauma pada alur jahitan. Menggunakan sedotan dapat membahayakan alur
jahitan.
·
Perawatan
alur jahitan dapat memastikan kebrsihan sehingga mengurangi risiko infeksi,
dan mengurangi pembentukan kerak yang dapat menyebabkan jaringan parut
membesar; infeksi membutuhkan intervensi medis.
·
Restrain
lengan mencegah bayi atau anak menggaruk alur jahitan, atau memasukkan benda
di dalam mulutnya. Melepaskan restrain memungkinkan ROM dan mencegah gangguan
neuro vaskular.
·
Mengatur
posisi bayi atau anak melalui cara ini, mencegahnya menggosokkan bibir ke
linen tempat tidur.
·
Menangis
yang lama menyebabkan tegangan pada alur jahitan.
·
Inspeksi
telinga dan evaluasi pendengaran sangat penting, karena perkembangan saluran
eustaki yang abnormal dapat mempredisposisi bayi atau anak pada serangan
otitis media yang lebih sering, yang dapat mengarah pada kehilangan
pendengaran. Pemeriksaan rutin dan imunisasi membantu mempertahankan
kesehatan optimal.
|
2. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
3. EVALUASI
NO.DX
|
EVALUASI
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi
dapat mempertahankan status nutrisi
adekuat yang ditandai oleh kenaikan berat badan bulanan (1/2 hingga 1 kg)
Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi tidak
menunjukkan tanda-tanda infeksi yang ditandai oleh suhu tubuh kurang dari
37,80 C dan tidak ada tanda-tanda draynase telinga, batuk, ronchi
kasar di lapangan paru, atau iritabilitas
Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat tentang
kondisi bayi, dapat melibatkan perawatan bayi ke dalam gya hidup normal
mereka, serta mengekspresikan perasaan mereka tentang penampilan bayi
Orang tua mengalami penurunan rasa cemas yang ditandai
oleh mengekspresikan pemahaman tentang kebutuhan pembedahan dan berpatisipasi
dalam perawatan pra dan pasca bedah anak atau bayi.
Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi atau
anak tetap bebas dari komplikasi pernapasan yang ditandai oleh
memepertahankan pernapasan lancar, serta frekuens
Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi atau
anak dapat mempertahankan nutrisi adekuat yang ditandai oleh dapat
beradaptasi terhadap diet dan metode pemberian makan yang baru, serta terus
mengalami peningkatan berat badan.
Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi atau
anak tidak menderita kerusakan pada integritas kulit yang ditandai oleh
insisi tetap utuh, tidak ada tanda infeksi dan tanda pemulihan
Perawatan dapat dikatakan berhasil apabila bayi atau
anak dapat mempertahankan tingkat kenyamanan yang ditandai oleh tangisan dan
iritabilitas yang berkurang
Orang tua mengekspresikan pemahaman tentang instruksi
perawatan pra bedah dan pasca bedah di rumah dan mendemonstrasikan prosedur
perawatan di rumah
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E.,
Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3.EGC : Jakarta.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hall and Guyton, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
Noer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI,
Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006.
Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak
bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak
Sakit. Jakarta : EEC.
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Wilkinson,
J.M, 2007. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC:
Jakarta.
Wong, Dona
L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.