A.
Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah stadium akhir
penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan
pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah
penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan kronik pada hati,
diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul
kerusakan dalam susunan parenkim hati.
Sirosis hati adalah penyakit hati
menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai
nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur
hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis adalah
Penyakit hati yang di karakteriskan oleh gangguan struktur dan perubahan
degenerasi gangguan fungsi selular dan selanjutnya aliran darah ke hati. (
Marillyn E. Doengoes 1999 )
Sirosis adalah suatu keadaan patologis
yang menggambarkan stadium akhir fibrosishepatik yang berlangsung
progresif yang ditandai dengan distorsi
dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
2. Epidemiologi
Penderita sirosis hepatis lebih banyak
di jumpai pada laki – laki dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 berbanding 1,
dengan umur
rata – rata diatas 30 – 59 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40 -49 tahun.
Lebih dari 40% pasien sirosis
asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis di temukan waktu pemeriksaan rutin
kesehatan atau pada waktu autopsy. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika di
perkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit
hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik
(NASH,prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3 % .
prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik di laporkan 0,3 % juga. Di Indonesia data
prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat
pendidikan saja. Di RS Dr.Sarjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati
berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit dalam kurun waktu 1
tahun. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun di jumpai pasien sirosis hati
sebanyak 19 (4) pasien dari seluruh
pasien di bagian penyakikt dalam.
3.
Etiologi
Beberapa
penyebab dari sirosis hepatic yang sering adalah:
a. Post
nekrotic cirrhosis (viral hepatits)
b. Proses
autoimmune:
1) Cronic
active hepatitis
2) Biliary
cirhosis
c. Alkoholisme
Ada 3 tipe sirosis
atau pembentukan parut dalam hati :
a. Sirosis
portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
b. Sirosis
pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Sirosis bilier, dimana pembentukan
jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi
akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Bagian hati yang
terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris
dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.
Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh
jaringan parut.
Faktor Predisposisi dari sirosis hepatis:
a.
Hepatitis C
b.
Hepatitis B
c.
Alkohol Liver Diseasem
4.
Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang
terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai
faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada
peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein
turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang
berlabihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi
pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada
individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Sebagian individu tampaknya lebih rentan
terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu
tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi.
Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanandengan zat kimia
tertentu (karbon tretraklorida, naftalen terklorinasi, arsen atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah
dua kali lebih banyak daripada anita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40
sampai 60 tahun.
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang
ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang
berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati yang
dihancurkan itu secara berangsur-ansur digantikan oleh jaringan parut; akhirnya
jumlah jaringan parut melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi.
Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil
regenerasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati
yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar
(hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
meleati rentang waktu 30 tahun atau lebih.
5. Pathway
6. Klasifikasi
Sirosis secara konvensional
diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3
mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga di klasifikasikan
berdasarkan etiologi,fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan.
Sebagian besar jenis sirosis dapat di
klasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi:
1.
Alkoholik
2.
Kriptogenik dan post
hepatitis (pasca necrosis)
3.
Biliaris
4.
Kardiak
5.
Metabolic,keturunan,dan
terkait obat.
7.
Gejala
Klinis
Penyakit ini
mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
a. Pembesaran
hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati
cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi
keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru
saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati
akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
b. Obstruksi
Portal dan Asites
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan
oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi
sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul
dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa
organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain,
kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat
bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur
mengalami penurunan. Cairan
yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites.
Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau
gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau
dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang
sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
c. Varises
Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang
terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering
mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini
akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya. Karena
fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan
perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui
perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang
lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami
hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
d. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis
hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
e. Defisiensi
Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan
penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K),
maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutinsehari-hari.
f. Kemunduran
Mental
Manifestasi klinik lainnya adalah
kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat.
Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu
serta tempat, dan pola bicara.
8.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan
Laboratorium
1)
Pada Darah dijumpai HB
rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer,
anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia,
kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
2)
Kenaikan kadar enzim
transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan
parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel
yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat
pada sirosis inaktif.
3)
Albumin akan merendah
karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan
cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4)
Pemeriksaan CHE
(kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati
turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
5)
Kadar elektrolit
penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila
ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi
sindrom hepatorenal.
6)
Pemanjangan
masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit
K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi
maupun epistaksis.
7)
Peningggian
kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi
prognosis jelek.
8)
Pemeriksaan
marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA.,
untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein)
penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.
b.
Radiologi
Dengan barium
swallow dapat dilihat adanya varises esofagus untuk konfirmasi hepertensi
portal.
c.
Esofagoskopi
Dapat dilihat
varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal. Akelebihan
endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esofagus,
tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry
red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan
terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut, dapat
dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang
lebih besar.
d.
Ultrasonografi
Pada saat
pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaa rutin pada
penyakit hati. Diperlukan pengalaman seorang sonografis karena banyak faktor
subyektif. Yang dilihat pinggir hati, pembesaran, permukaan, homogenitas,
asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran
empedu/HBD, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL (space occupyin
lesion0. Sonografi bisa mendukung diagnosis sirosis hati terutama stadium
dekompensata, hepatoma/tumor, ikterus obstruktif batu kandung empedu dan
saluran empedu, dll.
e.
Sindikan hati
Radionukleid yang
disuntikkan secara intravena akan diambil oleh parenkim hati, sel
retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihatbesar dan bentuk hati, limpa, kelainan
tumor hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim
terlihat pengambilan radionukleid secara bertumpuk-tumpu (patchty) dan difus.
f.
ERCP
Digunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi
ekstrahepatik.
g.
Tomografi komputerisasi
Walaupun mahal
sangat berguna untuk mendiagnosis kelainan fokal, seperti tumor atau kista
hidatid. Juga dapat dilihat besar, bentuk dan homogenitas hati.
h.
Angiografi
Angiografi
selektif, selia gastrik atau splenotofografi terutama pengukuran tekanan vena
porta. Pada beberapa kasus, prosedur ini sangat berguna untuk melihat keadaan
sirkulasi portal sebelum operasi pintas dan mendeteksi tumopr atau kista.
i.
Pemeriksaan penunjang lainnya
Adalah pemeriksaan cairan asites dengan
melakukan pungsi asites. Bisa dijumpai tanda-tanda infeksi (peritonitis
bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.
9.
Penatalaksanaan
a)
Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan
pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi
distres lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal.
Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel
hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik
yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites jika gejala ini terdapat, dan meminimalkan perubahan cairan serta
elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya. Asupan
protein dan kalori yang adekuat merupakan bagian esensial dalam penanganan
sirosis bersama-sama upaya untuk menghindari penggunaan alkohol selanjutnya.
Meskipun proses fibrosis pada hati yang sirotik tidak dapat diputar balik,
perkembangan keadaan ini masih dapat dihentikan atau diperlambat dengan
tindakan tersebut.
Beberapa penelitian
pendahuluan menunjukan bahwa colchicine, yang merupakan preparat anti-inflamasi
untuk mengobati gejala gout, dapat memperpanjang kelangsungan hidup penderita
sirosis ringan hingga sedang
b)
Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mendukung istirahat dan kenyamanan
2) Mendukung asupan nutrisi dengan pemasangan NGT
3) Mencegah infeksi
4) Mencegah perdarahan
5) Menganjurkan klien untuk menghentikan penggunaan
alkohol, obat-obatan dan merokok.
10.
Kompilkasi
Bila penyakit sirosis hati berlanjut
progresif, maka gambaran klinis, prognosis, dan pengobatan tergantung pada 2
kelompok besar komplikasi :
a.
Kegagalan hati
(hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema Palmaris, atrofi testis,
ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
b.
Hipertensi portal :
dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esophagus/cardia, caput
medusa, hemoroid, vena kolateral dinding perut
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua
komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa:
q
Asites
q
Ensefalopati
q
Peritonitis bacterial
spontan
q
Sindrom hepatorenal
q
Transformasi kea rah
kanker hati primer (hepatoma).
B. Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan
utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang
dapat muncul.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Apakah
pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis
hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
pasien.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah
penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada
keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM,
hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada
gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
Kelainan-kelainan
fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat
mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir
yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia
tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Apakah
pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit
hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien
yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
f. Riwayat Psikologi
Bagaimana
pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan
kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi
perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi.
Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat
juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan
terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan
gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status
financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
¡
Pengkajian Data
a.
Istirahat/aktivitas
DS
: Kelemahan, Fatique.
DO: Menurunkan massa otot.
b.
Sirkulasi :
DS : Riwayat ganggguan kongesti (CHF),
Penyakit rematik, jantung, kanker (Malfungsi hati akibat gagl hati).
DO : Hipertensi / hipotensi
-
Disritmia, suara
jantung tambahan
-
Distensi vena juguler,
dan vena abdomen.
c.
Eliminasi :
DS
: - Flatulensi
-
Diare/konstipas
DO : Distensi abdominal.
Menurunya suara pencernaan
Urin pekat
Feses seperti dempul, melena.
d.
Makanan/minum
DS : Anoreksia
DO : Penurunan BB,
Edema.
Kulit
kering, turgor jelek.
Joundice, Spider angiomos.
e.
Neurosensori
DS : Depresi mental
DO : Berbicara tidak
jelas
Hepatik enchelopati.
f.
Nyeri/kenyamanan
DS : Kembung, pruriyus
DO : Tingkah laku
membingungkan
g.
Respirasi
DS : Dyspnoe
DO : Tachypnoe
Terbatasnya ekspirasi dada.
h.
Sexualitas
DS : Gangguan menstruasi
DO : Atropi testis, Ginekomasti, Rambut
rontok
i.
Pengetahuan
DS : Riwayat pemakaian alcohol yang
lama.
Riwayat penyakit empedu, hepatitis,
pemakaian obat yang merusak
fungsi
hati, dll.
¡
Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
b. Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar –
tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis
penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang
tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia
menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
c. Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kaki
TD, Nadi,
Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus
pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan
prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya
penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk
menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung
kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
1) Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati
membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis
kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada
nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya
pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan
hipertensi portal.
2) Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2
cara :
q
Schuffner, hati
membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke
SIAS kanan (S V-VIII)
q
Hacket, bila
limpa membesar ke arah bawah saja.
3) Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan
adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya
spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput
medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris,
ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
2.
Diagnosa
Keperawatan
a.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anorksia, gangguan metabolisme
protein,lemak,glukosa dan gangguan penyimpanan vitamin.
b.
Perubahan volume cairan berhubungan dengan
malnitrisi, kelebihan sodium/ intake cairan.
c.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
d.
Resiko tinggi ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan ascites, menurunya ekspansi paru.
e.
Resiko tinggi gangguan integritas
kulit yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi atau status metabolic.
f.
Resiko tinggi perdarahan yang
berhubungan dengan riwayat darah yang abnormal, hipertensi portal.
g.
Kurang
pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat.
3. Intervensi Keperawatan
a.
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anorksia, gangguan metabolisme
protein,lemak,glukosa dan gangguan penyimpanan Vitamin
ü Tujuan
: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x… jam,
diharapkan pemasukan nutrisi adekuat.
ü Kriteria
hasil :
·
Menunjukkan peningkatan
berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
·
Tidak mengaalami
tanda malnutrisi lebih lanjut
Tindakan
perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1. Ukur
masukan diet harian dengan jumlah kalori
2. Timbang
sesuai indikasi. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan,
ukuran kulit trisep
3. Bantu
dan dorong pasien untuk makan, jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan
bila pasien mudah lelah dan biarkan orang terdekat membantu. Pertimbangkan
pilihan makanan yg disukai
4. Berikan
makan makan sedikit dan sering
5. Berikan
tambahan garam bila diizinkan, hindari yang mengandung ammonium
6. Batasi
masukan kafein, makanan yang menghasilkan gas atau berbumbu dan terlalu panas
atau terlalu dingin
7. Berikan
makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
8. Berikan
perawatan mulut sering dan sebelum makan
9. Tingkatkan
periode tidur tanpa gangguan,khususnya sebelum makan
10. Anjurkan
menghentikan merokok
Kolaborasi
11. Awasi
pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein,
ammonia
12. Pertahankan
status puasa bila diindikasikan
13. Konsul
dengan ahli diet untuk memberikan diet tinggi kalori dan karbohidrat
sederhana, rendah lemak dan tinggi protein sedang, batasi cairan bila perlu.
14. Berikan
makanan dengan selang, hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi
15. Berikan
obat sesuai indikasi,contoh:
-
Tambahan vitamin, tiamin, zat
besi, asam folat.
-
Sink
-
Enzim pencernaan, contoh : pankreatin
(viokase)
-
Antiemetik, contoh:
trimetobenzamid (tigan)
|
1.Memberikan
informasi tentang kebutuhan pemasukan/defisiensi
2. Mungkin sulit
untuk menggunakan berat badan sbg indicator langsung status nutrisi karena
ada gambaran edema/ asites. Lipatan kulit trisep berguna dalam mengkaji
perubahan massa otot dan simpanan lemak subkutan.
3. Diet yang tepat
penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga
terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin
4. Buruknya toleransi
terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan tekanan
intra-abdomen/asites
5. Tambahan garam
meningkatkan rasa makanan dan membantu meningkatkan selera makan. Amonia
potensial resiko ensefalopati
6. Membantu dalam
menurunkan iritasi gaster/ diare dan ketidaknyamanan abdomen yang dapat
mengganggu pemasukan oral/ pencernaan
7. Pendarahan dari
varises esophagus dapat terjadi pada sirosis berat
8. Pasien cenderung
mengalami luka atau pendarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut dapat
menambah anoreksia
9. Penyimpanan energi
menurunkan kebutuhan metabolic pada hati dan meningkatkan regenerasi seluler
10.Menurunkan
rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/ pendarahan
11.Glukosa menurun
karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen. Protein menurun
karena gangguan metabolisme, penurunan sistesis hepatik. Peningkatan kadar ammonia
perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius
12.Pada awalnya,
pengistirahatan GI diperlukan untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan
produksi ammonia/urea GI
13.Makanan tinggi
kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukkannya dibatasi,
karbohidrat memberikan energy yang siap pakai. Protein dibutuhkan pada
perbaikan pada kadar protein serum untuk menurunkan edema dan untuk
meningkatkan regenerasi sel hati
14.Mungkin diperlukan
untuk diet tambahan untuk memberikan nutrient bila pasien terlalu mual atau
anoreksiauntuk makan atau varises esophagus mempengaruhi masukan oral
15.
- Pasien biasanya kekurangan vitamin karena
diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang rusak tak dapat menyimpan vitamin
A,B komplek, D, dan K. Juga dapat terjadi kekurangan zat besi dan asam folat
yang menimbulkan anemia.
- Meningkatkan rasa
kecap atau bau, yang dapat merangsang nafsu makan
- Meningkatkan
pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare
- Digunakan dengan
hati- hati untuk menurunkan mual/ muntah dan meningkatkan masukan oral
|
b.
Perubahan volume cairan berhubungan dengan
malnitrisi, kelebihan sodium/ intake cairan.
ü
Tujuan
: Setelah
diberikan tindakan keperawatan selama …x… jam diharapkan volume cairan kembali
normal.
ü
Kriteria
hasil :
·
Menunjukkan volume cairan stabil, dengan keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran.
·
Berat badan stabil
·
Tanda- tanda vital dalam rentang normal
·
Tidak ada edema
Tindakan perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1. Ukur masukan dan haluaran, catat
keseimbangan positif (pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan
tiap hari dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
2. Awasi TD dan CVP. Catat JVD/ distensi
vena.
3. Auskultasi paru, catat penurunan/ tak
adanya bunyi nafas dan terjadinya bunyi tambahan (contoh:krekels)
4. Awasi disritmia jantung. Auskultasi
bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop S3/S4.
5. Kaji derajat perifer/ edema dependen.
6. Ukur lingkar abdomen
7. Dorong untuk tirah baring bila ada
asites
8. Berikan perawatan mulut sering, kadang
beri es batu (bila puasa).
Kolaborasi
9. Awasi albumin serum dan elektrolit
(khususnya kalium dan natrium)
10. Awasi seri foto dada
11. Batasi natrium dan cairan sesuai
indikasi
12. Berikan albumin bebas garam/plasma
ekspander sesuai indikasi
13. Berikan obat sesuai indikasi:
-Diuretik, contoh: spironolakton
(adakton), furosemid (lasix)
-Kalium
-Obat inotropik positif dan
vasodilatasi arterial
|
1. Menunjukkan status volume sirkulasi,
terjadinya/ perbaikan perpindahan cairan dan respon terhadap terapi.
Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi
cairan lanjut.
2. Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan cairan, tetapi mungkin tidak terjadi karena
perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan vena
abdominal sehubungan dengan kongesti vascular.
3. Peningkatan kongesti pulmonal dapat
mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas dan komplikasi contohnya
edema paru.
4. Mungkin disebabkan oleh GJK, penurunan
perfusi arteri koroner dan ketidakseimbangan elektrolit.
5. Perpindahan cairan pada jaringan
sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin dan penurunan ADH.
6. Menunjukkan akumulasi cairan (asites)
diakibatkann oleh kehilangan protein plasma/cairan kedalam area peritoneal.
7. Dapat meningkatkan posisi rekumben
untuk diuresis.
8. Menurunkan rasa haus.
9. Penurunan albumin serum dapat
mempengaruhi tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema.
10. Kongesti vaskuler, edema paru dan
efusi pleural sering terjadi.
11. Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler. Pembatasan cairan
perlu untukmemperbaiki/ mencegah pengenceran hiponatremia.
12. Albumin mungkin diperlukan untuk
meningkatkan tekanan osmotic koloid dalam kompartemen vaskuler, sehingga meningkatkan
volumesirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
13.
- Digunakan dengan
perhatian untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek aldosteron,
meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.
- kalium serum dan seluler biasanya menurun
karena penyakit hati sesuai dengan kehilangan urine.
- Diberikan untuk
meningkatkan curah jantung atau perbaikan aliran darah ginjal dan fungsinya,
sehingga menurunkan kelebihan cairan.
|
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan
penurunan berat badan
ü
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x… jam diharapkan
terjadi peningkatan energy dan partisipasi dalam aktivitas
ü
Kriteria hasil:
·
Melaporkan peningkatan kekuatan dan kesehatan pasien.
·
Memperlihatkan asupan nutrien yang adekuat dan menghilangkan alcohol
dari diet.
Tindakan perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1.
Tingkatkan tirah baring, berikan
lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai kebutuhan
2.
Tingkatkan aktivitas sesuai
toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendiri pasif/aktif.
3.
Catat perubahan mental tingkat
kesadaran
4.
Tawarkan diet tinggi kalori,
tinggi protein (TKTP).
5.
Berikan suplemen vitamin (A, B
kompleks, C dan K)
6.
Motivasi pasien untuk melakukan
latihan yang diselingi istirahat
7.
Motivasi dan bantu pasien untuk
melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
|
1. Meningkatkan istirahat dan ketenangan
2. Peningkatan nadi dan penurunan TD menunjukkan
kehilangan volume darah sirkulasi.
3. Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi
jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemi.
4. Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi
proses penyembuhan
5. Memberikan nutrien tambahan.
6. Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien
untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
7. Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya
diri.
|
d.
Resiko tinggi ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan ascites, menurunya ekspansi paru.
ü
Tujuan
: Setelah
diberikan asuhan keperawatan selama …x… jam, diharapkan pola nafas kembali efektif
ü
Kriteria hasil:
·
Mempertahankan pola pernafasan efektif
·
Bebas dispneu dan sianosis, dengan nilai GDA dan kavasitas vital dalam
rentang normal
Tindakan perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1. Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya
pernafasan
2. Auskultasi bunyi nafas,catat krekels,
mengi, ronki
3. Selidiki perubahan tingkat kesadaran
4. Pertahankan kepala tempat tidur
tinggi. Posisi miring
5. Ubah posisi dengan sering, dorong
nafas dalam, latihan dan batuk
6. Awasi suhu. Catat adanya menggigil,
meningkatnya batuk, perubahan warna atau karakteristik sputum
Kolaborasi
7. Awasi seri GDA, nadi oksimetri, ukur
kapasitas vital, foto dada
8. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
9. Bantu dengan alat-alat pernafasan,
contoh spirometri insentif, tiupan botol
10. Siapkan untuk/bantu untuk prosedur,
contoh:
-
parasentesis
-
Pirau
peritoneova
|
1. Pernafasan dangkal cepat/dispnea
mungkin ada sehubungan dengan hipoksia akumulasi cairan dlama abdomen
2. Menunjukkan terjadinya komplikasi
(contoh adanya bunyi tambahan menunjukkan akumulasi cairan/ sekresi, tidak
ada atau menurunkan bunyi ateletaksis) meningkatkan resiko infeksi
3. Perubahan mental dapat menunjukkan
hipoksemia dan gagal pernafasan, yang disertai koma hepatik
4. Memudahkan pernafasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi secret
5. Membantu ekspansi paru dan
memobilisasi secret
6. Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh
pneumonia
7. Menyatakan perubahan status
pernafasan, terjadinya komplikasi paru
8. Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah
hipoksia. Bila pernafasan tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan
9. Menurunkan insiden ateletaksis,
meningkatkan mobilitas secret
-
Kadang dilakukan untuk membuang cairan asites bila keadaan pernafasan
tidak membaik dengan tindakan lain
- Bedah penanaman kateter untuk
mengembalikan akumulasi cairan dalam abdomen ke system sirkulasi melalui vena
kava, memberikan penghilangan asites jangka panjang dan memperbaiki fungsi
pernafasan
|
e.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit
yang berhubungan dengan perubahan sirkulasi atau status metabolic.
ü
Tujuan
: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama …x… jam diharapkan terjadi perbaikan integritas
kulit
ü
Kriteria
hasil :
·
Mempertahankan integritas kulit
·
Mengidentifikasi factor resiko dan menunjukkan prilaku/teknik untuk
mencegah kerusakan kulit
Tindakan perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1. Lihat permukaan kulit/titik tekanan
secara rutin. Pijat penonjolan tulang atau area yang tertekan terus- menerus.
Gunakan lotion minyak, batasi penggunaan sabun untuk mandi
2. Ubah posisi pada jadwal teratur, saat
di kursi/tempat tidur, bantu dengan latihan rentang gerak aktif/pasif
3. Tinggikan ekstremitas bawah
4. Pertahankan spei kering dan bebas
lipatan
5. Gunting kuku jari hingga pendek,
berikan sarung tangan bila diindikasikan
6. Berikan perawatan perineal setelah
berkemih dan defekasi
7. Gunakan kasur bertekanan tertentu ,
kasur karton telur, kasur air, kulit domba sesuai indikasi
8. Berikan lotion kalamin, berikan mandi
soda kue. Berikan kolesteramin (questran) bila diindikasikan
|
1. Edema jaringan lebih cenderung untuk
mengalami kerusakan dan terbentuk dekubitus. Asites dapat meregangkan kulit
sampai padatitik robekan pada sirosis berat
2. Pengubah posisi menurunkan tekanan
pada jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi. Latihan meningkatkan
sirkulasi dan perbaikan /mempertahankan mobilitas sendi
3. Meningkatkan aliran balik vena dan
menurunkan edema pada ekstremitas
4. Kelembaban meningkatkan pruritus dan
neningkatkan risiko kerusakan kulit
5. Mencegah pasien dari cidera tambahan
pada kulit khususnya bila tidur
6. Mencegah ekskoriasi kulit dari garam
empedu
7. Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan
sirkulasi, dan menurunkan risiko iskemia/kerusakan jaringan
8. Mungkin menghentikan gatal sehubungan
dengan ikterik, garam empedu pada kulit
|
f.
Resiko tinggi perdarahan yang
berhubungan dengan riwayat darah yang abnormal, hipertensi portal.
ü
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x… jam diharapkan
terjadi penurunan risiko pendarahan
ü
Kriteria hasil:
·
Mempertahankan homeostasis dengan tampa pendarahan
·
Menunjukkan prilaku penurunan risiko pendarahan
Tindakan perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1. Kaji adanya tanda dan gejala
pendarahan GI, contoh periksa semua sekresi untuk adanya darah warna coklat
atau samar. Observasi warna dan konsistensi feses, drainase NG, atau muntah
2. Observasi adanya petekie, ekimosis,
pendarahan dari satu atau lebih sumber
3. Awasi nadi, TD, dan CVP bila ada
4. Catat perubahan mental dan tingkat
kesadaran
5. Hindari pengukuran suhu rectal, hati-
hati memasukkan selang GI
6. Dorong menggunakan sikat gigi halus ,
pencukur elekrik , hindari mengejan saat defekasi, meniupkan hidung dengan
kuat dan sebagainya
7. Gunakan jarum kecil untuk injeksi.
tekan lebih lama pada bagian suntikan
8. Hindarkan penggunaan produk yang mengandung aspirin
Kolaborasi
9. Awasi Hb/Ht dan factor pembekuan
10. Berikan obat sesuai indikasi
-Vitamin tambahan
(contoh vitamin K, D dan C)
-Pelunak feses
11. Berikan lavase
gaster dengan cairan garam faal bersuhu kamar/dingin atau air sesuai indikasi
12. Bantu dalam
memasukkan atau mempertahankan selang GI atau esophageal (contoh selang
sengstaken- Blakemore)
13. Siapkan
prosedur bedah contoh ligasi langsung (pengikatan) varises, reseksi
esofagogastrik, anastomosis splenorenalportakaval
|
1. Traktus GI (esophagus dan rektum)
paling biasa untuk sumber pendarahan sehubungan dengan mukosa yang mudah
rusak dan gangguan dalam hemostasis karena sirosis
2. KID subakut dapat terjadi sekunder
terhadap gangguan factor pembekuan
3. Peningkatan nadi dengan penurunan TD
dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah sirkulasi, memerlukan
evaluasi lanjut
4. Perubahan dapat menunjukkan penurunan
perfusi jaringan serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemia
5. Rektal dan vena esophageal paling
rentan untuk robek
6. Pada adanya gangguan pada factor
pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan pendarahan mukosa
7. Meminimalkan kerusakan jaringan,
menurunkan resiko pendarahan/hematoma
8. Koagulasi memanjang, berpotensi untuk
risiko pendarahan
9. Indikator anemia, pendarahan aktif dan
terjadinya komplikasi
10.
-Meningkat sintesis protombin dan
koagulasi bila hati berfungsi.
Kekurangan vitamin C meningkatkan kerentanan terhadap system GI untuk terjadi
iritasi/pendarahan
-Mencegah mengejan yang akhirnya
meningkatkan tekanan intraabdomen dan risiko robekan vaskuler/pendarahan
11. Evakuasi darah dari traktus GI
menurunkan produksi ammonia dan risiko ensefalopati hepatik
12. Sementara mengontrol pendarahan
varises esophagus bila kontrol yang lain tidak mampu (contoh lavase) dan stabilitas
hemodinamik tak dapat ditingkatkan
13. Mungkin diperlukan untuk mengontrol
pendarahan aktif atau untuk menurunkan tekanan portal dan kolateral pembuluh
darah untuk meminimalkan risiko berulangnya pendarahan
|
g.
Kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi yang didapat.
ü
Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x… jam diharapkan
terjadi pemahaman mengenai informasi penyakitnya
ü
Kriteria hasil
·
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis
·
Menghubngkan gejala dengan factor penyebab
·
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi alam perawatan
Tindakan perawatan
|
Rasional
|
Mandiri
1. Kaji ulang proses penyakit atau
prognosis dan harapan yang akan datang
2. Tekankan pentingnya menghindari
alcohol. Berikan informasi tentang pelayanan masyarakat yang ada untuk
membantu dalam rehabilitasi alcohol sesuai indikasi
3. Informasikan pasien tentang efek
gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya penggunaan obat hanya yang
diresepkan/dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwayat pasien
4. Kaji ulang prosedur untuk
mempertahankan pirau peritoneovena bila ada
5. Tekankan pentingnya nutrisi yang baik.
Anjurkan menghindari bawang dan keju padat. Berikan instruksi diet tertulis
6. Tekankan perlunya mengevaluasi
kesehatan dan mentaati program terapeutik
7. Diskusikan pembatasan natrium dan
garam serta perlunya membaca label makanan atau obat yang dijual bebas
8. Dorong menjadwalkan aktivitas dengan
periode istirahat adekuat
9. Tngkatkan aktivitas hiburan yang dapat
dinikmati pasien
10. Anjurkan menghindari infeksi,
khususnya ISK
11. Identifikasi bahaya lingkungan contoh
karbon tetraklorida tipe pembersi, terpajan pada hepatitis
12. Anjurkan pasien atau orang terdekat
melihat tanda/gejala yang perlu pemberitahuan pada pemberi perawatan, contoh
peningkatan lingkar abdomen, penurunan/ peningkatan berat badan cepat,
penigkatan edema perifer, peningkatan dispneu, demam darah dalam feses atau
urine, pendarahan berlebihan dalam bentuk apapun.
13. Instruksikan orang terdekat untuk
memberitahu pemberi perawatan akan adanya
bingung, tidak rapi, tidur berjalan, tremor atau perubahan kepribadian
|
1. Memberikan dasar pengetahuan pada
pasien yang dapat membuat pilihsn informasi
2. Alkohol menyebabkan terjadinya sirosis
3. Beberapa obat bersifat hepatotoksik
(khususnya narkotik, sedative dan hipnotik). Selain itu kerusakan hati telah
menurunkan kemampuan metabolism semua obat, potensial efek akumulasi dan
meningkatnya kecenderungan pendarahan
4. Pemasangan pirau Denver memerlukan
pemompaan bilik untuk mempertahankan patensi alat. Pasien dengan pirau
Le-Veen dapat menggunakan pengikat abdomen dan melakukan gerakan Valsalva
untuk mempertahankan fungsi pirau
5. Pemeliharaan diet yang tepat dan
menghindari makanan tinggi ammonia membantu perbaikan gejala dan membantu
mencegah kerusakan hati. Intruksi tertulis akan membantu pasien sebagai rujukan dirumah
6. Sifat penyakit kronis mempunyai
potensial untuk komplikasi mengancam hidup. Memberikan kesempatan untuk
evaluasi keefektifan program termasuk patensi pirau yang digunakan
7. Meminimalkan asites dan pembentukan
edema. Penggunaan tambahan bahan tambahan mengakibatkan ketidakseimbangan
elektrolit lain. Makanan, produk yang djual bebas/pribadi (contoh antasida,
beberapa [pembersih mulut) dapat mengandung natrium tinggi atau alkohol
8. Istirahat adekuat menurunkan kebutuhan
metabolic tubuh dan meningkatkan
simpanan energy untuk regenerasi jaringan
9. Mencegah kebosanan dan meminimalkan
ansietas dan depresi
10. Penurunan pertahanan, gangguan status
nutrisi dan respons imun (contoh leucopenia, dapat terjadi pada splenomegali)
11. Dapat mencetuskan kekambuhan
12. Pelaporan segera tentang gejala
menurunkan risiko kerusakan hati lebih lanjut dan memberikan kesempatan untuk
mengatasi komplikasi sebelum mengancam hidup
13. Perubahan (menunukkan penyimpangan)
dapat lebih tampak oleh orang terdekat , meskipun adanya perubahan dapat
dilihat oleh orang lain yang jarang kontak dengan pasien
|
4. Implementasi
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
5.
Evaluasi
ü
Dx 1: Pemasukan nutrisi adekuat
ü
Dx 2: Volume cairan kembali
normal
ü
Dx 3: Terjadi peningkatan energi
dan partisipasi dalam aktivitas
ü
Dx 4: Pola nafas pasien kembali
efektif
ü
Dx 5: Terjadi perbaikan integritas kulit
ü
Dx 6: Terjadi penurunan risiko
pendarahan
ü
Dx 7: Terjadi pemahaman pada
informasi penyakitnya
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer,
Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.
Doenges,
Marilynn E, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.
Tjokonegoro,
dkk. (1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. FKUI. Jakarta.
Price,
Sylvia A, dkk. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC.
Jakarta.