PENGKAJIAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN
1)
Keluhan Utama
Keluhan
utama didapat dengan menanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan
pasien sampai perlu pertolongan. Keluhan utama pada pasien gangguan sistem
pencernaan secara umum antara lain:
a.
Nyeri
Keluhan
nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk meminta
pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran gastrointestinal dan
organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan pendekatan PQRST,
sehingga pengkajian dapat lebih komprehensif. Kondisi nyeri biasanya bergantung
pada penyebab dasar yang juga mempengaruhi lokasi dan distribusi penyebaran
nyeri.
b.
Mual muntah
Keluhan
mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan biasanya selalu
berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal. Mual (nausea) adalah
sensasi subjektif yang tidak menyenangkan dan sering mendahului muntah. Mual
disebabkan oleh distensi atau iritasi dari bagian manasaja dari saluran GI,
tetapi juga dapat dirangsang oleh pusat-pusat otak yang lebih tinggi.
Interpretasi mual terjadi di medulla, bagian samping, atau bagian dari pusat
muntah. Muntah merupakan salah satu cara traktus gastrointestinal membersihkan
dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atau traktus
gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang, atau sangat
terangsang.
c.
Kembung dan Sendawa (Flatulens).
Akumulasi
gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan sendawa yaitu
pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu pengeluaran gas
dari rektm. Sendawa terjadi jika menelan udara dimana cepat dikeluarkan bila
mencapai lambung. Biasanya, gas di usus halus melewati kolon dan di keluarkan.
Pasien sering mengeluh kembung, distensi, atau merasa penuh dengan gas.
d.
Ketidaknyamanan Abdomen
Ketidaknyamanan
pada abdomen secara lazim berhubngan dengan gangguan saraf lambung dan gangguan
saluran gastrointestinal atau bagian lain tubuh. Makanan berlemak cenderung
menyebabkan ketidaknyamanan karena lemak tetap berada di bawah lambung lebih
lama dari protein atau karbohidrat. Sayuran kasar dan makanan yang sangat
berbumbu dapat juga mengakibatkan penyakit berat. Ketidaknyamanan atau distress
abdomen bagian atas yang berhubungan dengan makanan yang merupakan keluhan
utama dari pasien dengan disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan
abdomen ini merupakan gerakan peristaltic lambung pasien sendiri. Defekasi dapat
atau tidak dapat menghilangkan nyeri.
e.
Diare
Diare
adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi akibat
adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang disebut diare
osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Penyebab tersering iritasi adalah
infeksi virus atau bakteri di usus halus distal
atau usus besar. Iritasi usus oleh suatu pathogen mempengaruhi lapisan
mukosa usus sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik termasuk mucus.
Iritasi oleh mikroba jga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan
motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang
karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran.
Individu yang mengalami diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan
elektrolit.
f.
Konstipasi
Konstipasi
didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Frekuensi defekasi
berbeda-beda setiap orang sehingga definisi ini bersifat subjektif dan dianggap
sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada seseorang. Defekasi
dapat menjadi sulit apabila feses mengeras dan kompak. Hal ini terjadi apabila
individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB ditunda sehingga
memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar sewaktu feses berada di usus
besar.diet berserat tinggi mempertahankan kelembaban feses dengan cara menarik
air secara osmosis ke dalam feses dan dengan merangsang peristaltic kolon
melalui peregangan. Dengan demikian, orang yang makan makanan rendah serat atau
makananan yang sangat dimurnikan beresiko lebih besar mengalami konstipasi.
Olah raga mendorong defekasi dengan merangsang saluran GE secara fisik. Dengan
demikian, orang yang sehari-harinya jarang bergerak berisiko tinggi mengalami
konstipasi.
2)
Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan
dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah keperawatan
lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya. Perawat memperoleh data
subyektif dari pasien mengenai awitan masalahnya dan bagaimana penanganan yang
sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien sehubungan dengan masalah
kesehatan dapat mempengaruhi masalah kesehatan. Yang perlu dikaji dalam sistem
gastrointestinal:
1.
Pengkajian rongga mulut
2.
Pengkajian esofagus
3.
Pengkajian lambung
4.
Pengkajian intestinal
5.
Pengkajian anus dan feses
6.
Pengkajian organ aksesori
a)
Riwayat kesehatan sekarang
Setiap
keluhan utama harus ditanyakan pada pasien seditail-ditailnya dan semuanya di
buat diriwayat penyakit sekarang. Pasien diminta untuk menjelaskan keluhannya
dari gejala awal sampai sekarang.
Tanyakan
apakah pada setiap keluhan utama yang terjadi bemberikan dampak terhadap intaik
nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat badan? Pengkajian ini
akan memberikan kemudahan pada perawat untuk merencanakan intervensi dalam
pemenuhan nutrisi yang tepat sesuai kondisi pasien. Tanyakan pada pasien
apakah baru-baru ini mendapat tablet
atau obat-obatan yang sering kali dijelaskan warna atau ukurannya dari pada
nama dan dosisnya. Kemudian pasien diminta untuk memperlihatkan semua
tablet-tablet jika membawanya dan catat semuanya. Masalah ini menjadi petunjuk
yang bermanfaat melengkapi pengkajian.
b)
Riwayat kesehatan dahulu
Pengkajian
kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi yang memberikan
berbagai kondisi saat ini. Perawat mengkaji riwayat MRS (masuk rumah sakit) dan
penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan obat2 dan adanya alergi.
c)
Riwayat penyakit dan riwayat MRS
Perawat
menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka perlu ditanyakan rumah
sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa lama dirawat dan apakah
berhubungan dengan penyakit pada saluran gastrointestinal. Pasien yang pernah
dirawat dengan ulkus peptikum, jaundice, panyakit kandung empedu, kolitis
,kanker gastrointestinal, pada pasca pembedahan pada seluran intestinal
mempunya predisposisi penting untuk dilakukan rawat lanjutan. Dengan mengetahui adanya riwayat MRS, perawat
dapat mengumpulkan data-data penunjang masalulu seperti status rekam medis saat
dirawat sebelumnya, serta data-data
diagnostik dan pembedahan.
d)
Riwayat penggunaan obat-obatan
Anamnesis
tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi kuantitas maupun
kualitas akan memberi dampak yang merugikan pada pasien akaibat efeksamping
dari obat atau zat yang telah dikonsumsi. Beberapa obat akan mempengaruhi
mukosa GI seperti obat anti inflamasi
non-steroid (NSAIDs), asam salisilat dan kortiko steroid yang memberikan resiko
peningkatan terjadinya gastritis atau ulkus peptikum. Kaji apakah pasien
menggunakan preparat besi atau ferum karna obatini akan mempengaruhi perubahan
konsistensi dan warna feses (agak kehitaman) atau meningkatkan resiko
konstipasi. Kaji penggunaan laksantia /laksatik pada saat melakukan BAB.
Beberapa obat atau zat juga bisa bersifat efatotoksik atau bersifat racun
terhadap fisiologis kerja hati yang memberikan resiko pada peningkatan
peraadangan atau keganasan pada hati.
e) Riwayat
alergi
Perawat mengkaji adanya alergi
terhadap beberapa komponen makanan atau agen obat pada masa lalu dan bagai mana
pengaruh dari alergi tersebut, apakah memberikan dampak terjadinya diare atau
konstipasi.
3) Pemerikasaan
fisik
Pemeriksaan fisik keperawatan pada
sistem GI dimulai dari survei umum terhadap setiap kelainan yang terlihat atau
mengklarifikasi dari hasil pengkajian anamnesis.
a. Ikterus
Ikterus atau jaundice merupakan suatu kondisi yang sering ditemukan perawat di
klinik dimana konsentrasi biliribin dalam darah mengalami peningkatan abnormal
sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit akan berubah warna
menjadi kuning atau kuning kehijauan.
Ikterus akan tampak sebagai gejala
klinis yang nyata bila kadar bilirubin serum melampaui 2-2,5 mg/dl. Peningkatan
kadar bilirubin serum dan gejala ikterus dapat terjadi akibat gangguan pada
ambilan hepatic, konjugasi bilirubin, atau ekskresi bilier.
b. Kaheksia
dan atrofi
Kegagalan saluran GI untuk menyerap
makanan secara fisiologis dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia
(kondisi tubuh terlihat kurus dan lemah). Keadaan ini dapat disebabkan oleh
keganasan GI. Keriput pada kulit yang terlihat diabnomen dan anggota badan
menunjukkan penurunan berat badan yang belum lama terjadi.
c. Pigmentasi
kulit
Pigmen kulit secara umum dapat
disebabkan oleh gangguan fumgsi hati, hemokromatosis (akiabat stimulus
hemosiderin pada melanosit sehingga memproduksi melamin), dan sirosis primer.
Malabsorpsi dapat manimbulkan pigmentasi tipe Addison (pigmentasi solaris)pada
puting susu, lipatan palmaris, daerah-daerah yang tertekan, dan mulut
d. Status
mental dan tingkat kesadaran
Sindrom ensefalopati hepatik akibat siroses lanjut yang tidak
terkonpensasi(gagal hati kronik) atau hepatitis fulmin (gagal hati akut)
merupakan kelainan neurologis organik . kondisi penyakit ini tergantung pada
etiologi dan faktor-faktor presipitasinya.
Pada kondisi klinik pasien pada
kondisi ensefalopati hepatik akan mengalami penuruna kesadaran menjadi stupor,
kemudian koma. Kombinasi kesussakn hepatoseluler dan shunting forto sistemik akibat struktur hepatik yang terganggu
(keuanya ekstra hepatik dan intara hepatik) menimbulkan sindrom ini. Kelainan
ini mungkin berkaitan dengan kegagalan hepar untuk menyingkirkan metabolit dari
darah portal. Metabolit-metabolit yang toksik ini dapat meliputi amonia, asam
amonia, asam rantai pendek, dan amin.
Pemeriksaan fisik sistem GI terdiri
atas pemeriksaan bibir, rongga mulut, abdomen, rectum dan anus.
1. Bibir
Bibir dikajia terhadap kondisi
warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya lesi. Dengan mulut pasien
tertutup, perawat melihat bibir dari ujung ke ujung. Normalnya bibir berwarna
merah muda, lembab, simetris, dan halus. Pasien wanita harus menghapus lipstik
mereka sebelum pemeriksaan. Bibr yang pucat dapat disebabkan karna anemia,
sedangkan sianosis desebabkan oleh masalah pernapasan atau kardiovaskular. Lesi
seperti nodul dan ulserasi dapat berhubungan dengan infeksi, iritasi, atau
kanker kulit.
2. Rongga
mulut
Pemeriksaan fisik rongga mulut
dilakukan untuk menilai kelainan atau lesi yang mempengaruhi pada fungsi
ingesti dan digesti. Untuk mengkaji rongga oral,perawat menggunakan senter dan
spatel lidah atau kasa tunggal segi empat. Sarung tangan harus dipakai selama
pemeringksaan. Selama pemeriksaan, pasien dapat duduk dan berbaring. Pengkajian
rongga mulut dilakukan perawat denganmengingat kembali struktur rongga
mulut.
Untuk melihat mukosa bukal,pasien
meminta perawat untuk membuka mulut, kemudian merektrasi pipi dengan lembut
menggunakan spatel lidah atau jari bersarung tangan yang ditutupi dengan kasa.
Permukaan mukosa harus dilihat dari kanan kekiri dan dari atas kebawah.senter
menerangi bagian paling posterior dari mukosa. Mukosa normal berkilau merah
muda,lunak, basah, dan halus. Dengan pasien dengan pigmentasi normal, mukosa
bukal merupakan tempat yang paling baik untuk menginspeksi adanya interik atau
pucat.
3. Lidah
dan dasar mulut
Lidah dan diinspeksi dengan cermat
pada semua sisi dan bagian dasar mulut. Terlebih dahulu pasien harus
merilekskan mulut dan sedikit menjulurkan lidah keluar. Perawat mencatat adanya
penyimpangan, tremor, atau keterbatasan gerak. Hal tersebut dilakukan untuk menguji fungsi safar hipoglosum.
Jika pasien menjulurkan lidahnya terlalu jauh, dapat terlihat adanya reflek
muntah. Pada saat lidah dijulurkan, lidah berada digaris tengah.
Pada beberapa keeadaan, gangguan
neuro logis didapatkan ketidaksimetrisan lidah akibat kelemahan otot lidah pada
pasien yang mengalami Miastenia gravis dengan tanda khas triple forroed . untuk menguji mobilitas lidah, perawat meminta
pasien untuk menaikan lidah keatas dan kesemping. Lidah harus bergerak dengan
bebas.
Dengan menggunakan senter untuk
pencahayaan, perawat memeriksa warna, ukuran posisi, tekstur, dan adanya
lapisan atau lesi pada lidah. Lidah harus berwarna merah sedang atau merah
pudar, lembab, sedikit kasar pada bagian permukaan atasnya, dan halus sepanjang
tepi lateral. Permukaan bawah lidah dan bagian dasar mulut sangat bersifat
faskular. Kecermatan ekstra harus dilakukan pada saat minginspeksi area-area
yang umumnya terkena lesi kanker oral.
Pada pengkajian dasar mulut dengan
kondisi klinik dengan trauma mandibula akan terlihat pada dasar mulut garis
patah dari tulang mandibula
»
Kelenjar parotis
Pemeriksaan kelenjar parotis dengan
melakukan palpasi kedua pipi pada daerah parotis untuk mencari adanya
pembesaran parotis. Pasien disuruh mengatupkan giginya sehingga otot masseter
dapt teraba; kelenjar parotis paling baik diraba dibelakang otot messeter dan
didepan telinga. Parotidomegali berkaitan dengan pasta alkohol daripada
penyakit hepar itu sendiri. Hal ini disebabkan infiltrasi lemak, mungkin akibat
sekunder dari toksisitas alkohol dengan atau tanpa
malnutrisi.
4. Pemeriksaan
fisik Abdomen
Urutan teknik pemeriksaan pada abdomen
ialah inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Auskultasi dilakukan sebelum
kita melakukan palpasi dan perkusi dengan tujuan agar hasil pemeriksaan auskultasi lebih
akurat karena kita belum melakukan manipulasi terhadap abdomen.bila dilakukan
palpasi dan perkusi terlebih dahulu , maka dapat mengubah frekuensi dan
karakter bising usus.
v Topografi
Anatomi Abdomen
Ada dua macam cara pembagian
topografi abdomen yang umum dipakai
untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1. Pembagian
atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui
umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah,
dan kiri bawah.
2. Pembagian
atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis
vertikal.
« Garis
horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
« Garis
vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan
mid-line abdomen.
« Terbentuklah
daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan,
umbilical, lumbal kanan, iliaka
kanan, hipogastrium/suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada
keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat
dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat
teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah
kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran
kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal
tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di
daerah suprapubik.
Gambar 1 : abdomen 4
kuadran
Gambar 2 : abdomen 9 kuadran
INSPEKSI
Dilakukan
pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding
abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
a.
Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat,
coklat, kehitaman), elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi),
kering (dehidrasi), lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit
ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae
(gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena
kava inferior & kolateral pada hipertensi portal).
b.
Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol,
atau scaphoid (cekung).
c.
Simetrisitas; perhatikan
adanya benjolan local
(hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).Gerakan dinding abdomen pada
peritonitis terbatas.
d.
Pembesaran organ atau tumor, dilihat
lokasinya dapat diperkirakan organ apa
atau tumor apa.
e.
Peristaltik; gerakan peristaltik usus
meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus
juga tampak (darm-contour).
f.
Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan
aneurisma aorta sering memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan
umbilical.
g.
Perhatikan juga gerakan pasien:
·
Pasien sering merubah posisi → adanya
obstruksi usus.
·
Pasien sering menghindari gerakan → adanya
iritasi peritoneum generalisata.
·
Pasien sering melipat lutut ke atas agar
tegangan abdomen berkurang/ relaksasi → adanya peritonitis.
·
Pasien melipat lutut sampai ke dada,
berayun-ayun maju mundur pada saat nyeri → adanya pankreatitis parah.
AUSKULTASI
Kegunaan
auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising pembuluh
darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
a.
Mendengarkan suara peristaltik usus.
Diafragma
stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan keseluruh bagian
abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara
dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Ø Bila
terdapat obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa
sakit (borborigmi).
Ø Bila
obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltik lebih
tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
Ø Bila
terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan
sampai hilang.
·
Suara usus terdengar tidak ada
·
Hipoaktif/sangat lambat ( misalnya sekali
dalam 1 menit )
b.
Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising
dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
hipertensi portal, terdengar adanya
bising vena (venous hum) di daerah
epigastrium.
PALPASI
Beberapa
pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
a.
Pasien
diusahakan tenang dan santai
dalam posisi berbaring terlentang. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak
buru-buru.
b.
Palpasi
dilakukan dengan menggunakan
palmar jari dan telapak
tangan. Sedangkan untuk menentukan
batas tepi organ,
digunakan ujung jari. Diusahakan agar tidak melakukan
penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding abdomen.
c.
Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu
ke bagian dalam. Bila ada daerah yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini
diperiksa paling akhir.
d.
Bila dinding abdomen tegang, untuk
mempermudah palpasi maka pasien diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme
volunteer & spasme sejati dengan menekan daerah muskulus rectus, minta
pasien menarik napas dalam, jika
muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot
kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
e.
Palpasi
bimanual : palpasi dilakukan
dengan kedua telapak tangan, dimana tangan kiri berada di bagian
pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di bagian depan dinding
abdomen.
f.
Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ
abdomen dimana terdapat asites. Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak
pada dinding abdomen & dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites
akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar
dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul.Teknik ballottement juga
dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu
tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.
g.
Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/
besarnya, bentuknya, lokasinya, konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/
mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan, dan warna kulit di atasnya. Palpasi hati :
dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan atas. Dilakukan
palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line & SIAS.
Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati dapat
teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah lengkung
costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus. Sebaiknya digambar.
PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan
abdomen secara keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya
asites, adanya massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang
meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga
abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang
berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
a.
Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan
perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk mengetahui
distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus,
pekak hati akan menghilang.
b.
Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya
cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi
timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan
ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:
1.
Pemeriksaan gelombang cairan (undulating
fluid wave).
Teknik
ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan
menimbulkan gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain. Pasien
tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi
abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang-ulang pada dinding abdomen
sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan gelombang.
2.
Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya
cairan bebas akan berpindah ke bagian
abdomen terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai
peralihan suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur
miring pada satu sisi, lakukan perkusi
lagi, tandai tempat peralihan suara
timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara redup.
5. Pemeriksaan
Rektal Anus
INSPEKSI
Setelah
menjelaskan apa yang akan dilakukan, pasien disuruh berbaring pada sisi kirinya
dengan lutut ditekuk. Posisi ini yang disebut dengan posisi lateral kiri.
Perawat yang mengenakan sarung tangan dan mulai melakukan inspeksi pada anus
dan daerah perianal dengan menyisihkan kedua belah pantatnya. Perawat perlu
menilai adanya konsistensi abnormalitas pada anus, meliputi hal-hal berikut
ini:
1.
Fisura-in-ano,
Fisura ini merupakan retakan dari dinding anus yang cukup nyeri sehingga
menghambat pemeriksaan rectal dengan jari.
Fisura-in-ano biasanya terjadi secara berlangsung pada bagian posterior dan
garis tengah. Mungkin perlu menyuruh pasien mengedan agar fisura dapat terlihat
2.
Hemoroid,
merupakan
suatu kondisi pemekaran pembuluh darah vena akibat bendungan vena usus.
3.
Prolaps
rekti, merupakan lipatan sirkum firesial dari mukosa yang
berwarna merah terlihat menonjol dari anus.
4.
Fistel-in-ano,
lubang
dari fistel mungkin dapat terlihat, biasanya dalam 4 cm dari anus. Mulut lubang
fistel tampak berwarna merah yang disebabkan jaringan granulasi. Fistel ini
mempunyai hubungan dengan penyakit Crohn.
5.
Karsinoma
anus, dapat terlihat sebagai massa yang terbentuk kembang kol
pada pinggir anus.
PALPASI
Colok
anus (Colok dubur). Perawat yang menggunakan ujung jari telunjuk yang
terbungkus sarung tangan dilubrikasi dan diletakkan pada anus. Pasien diminta
bernapas melalui mulut dengan tenaga dan rileks. Dengan perlahan-lahan
meningkatkan tekanan pada jari telunjuk kea rah bawah sampai sfingter terasa
agak lemas. pada saat ini dimasukkan perlahan-lahan kedalam rectum.
Palpasi
dinding anterior dari rectum dilakukan untuk menilai kelenjar prostat pada pria
dan serviks wanita. Prostat yang normal merupakan massa kenyal berlobus dua
dengan lekukan sentral. Prostat menjadi semakin keras sesuai umur ang
bertambahdan akan menjadi sangat keras bila terdapat karsinoma prostat. Massa
di atas prostat atau serviks dapat menunjukkan adanya metastatic.
Jari
kemudian diputar sesuai arah jarum jam sehingga dinding lateral kanan, dinding
posterior, dan dinding laterl kiri dari rectum dapat dipalpasi secara
berurutan. Kemudian jari dimasukkan sedalam mungkin ke dalam rectum dan
perlahan ditarik keluar menyusuri dinding rectum. Lesi yag lunak, seperti
karsinoma rekti yang kecil atau polip, lebih mungkin teraba dengan cara ini
Setelah
jari ditarik keluar, sarung tangan diinspeksi apakah terdapat darah segar atau
melena, mucus atau pus, dan warna dari feses diamati. Hemoroid tidak teraba
kecuali mengalami thrombosis. Timbulnya nyeri yang nyata selama pemeriksaan
menunjukkan kemungkinan fisura anal, abses isiorektal, hemoroid eksternal yang
baru mengalami thrombosis, prokitis, atau ekskoriasi anal.
Penyebab-penyebab
dan massa yang teraba di rectum:
1. Karsinoma
rekti
2. Polip
rekti
3. Karsinoma
kolon sigmoid (prolaps ke dalam kavum Douglas)
4. Deposit
metastatic pada pelvis
5. Keganasan
uterus atau ovarium
6. Keganasan
prostat atau serviks uteri (ekstensi langsung)
7. Endometriosis
6.
Pengkajian organ aksesori
Pengkajian
organ aksesori biasanya dilakukan bersamaan dengan peemriksaan abdomen. Foks
pemeriksaan adalah menilai adanya abnormalitas dari organ hati dengan teknik
palpasi-perkusi hati dan memeriksa kondisi abnormalitas, seperti pada kondisi
asites.
a.
Palpasi dan perkusi hati
Hati
terdapat dikuadran kanan atas dibawah rongga iga. Perawat menggunakan palpasi
dalam untuk mencari tepi bawh hati. Teknik ini mendeteksi pembesaran hati.
Untuk memalpasi hati, peraawat meletakkan tangan kiri dibawah toraks posterior
kanan pasien pada iga kesebelas dan dua belas kemudian memberi tekanan ke atas.
Manuver ini mempermudah perabaan hati dibagian anterior. Dengan jari-jari
tangan kanan mengarah ke tepi kosta kanan, perawat meletakkan tangan diatas kuadran kanan atas tepat
dibawah tepi bawah hati. Pada saan perawat menekan kebawah dan keatas secara
berlahan pasien menarik nafas dalam melalui abdomen. Pada saat pasien berinhalasi,
perawat mencoba memalpasi tepi hati pada saat hati menurun. Hati normal tidak
dapat dipalpasi. Selain itu, hati tidak
mengalami nyeri tekan dan memiliki teepi yang tegas, teratur, dan tajam. Jika
hati dapat di palpasi, perawat melacak tepiannya secara medial dan lateral
dengan mengulang manuver tersebut.
Hati
yang teraba akan memperlihatkan tepi yang tajam, padat dengan permukaan yang
rata. Besar hati diperkirakan dengan melakukan perkusi batas atas dan bawah
hati. Apabila hati tidak teraba, tetapi terdapat kecurigaan adanya nyeri tekan,
maka perkusi toraks yang dilakukan dengan cepat didaerah kanan bawah dapat
mengakibatkan nyeri tekan tersebut. Respon pasien kemudian dibandigkan dengan
melakukan pemeriksaan yang serupa pada toraks kiri bawah.
Jika
hati hati dapat diraba,pemeriksaan harus memperhatikan dan mencat ukuran dalam
jari (misalnya dua jari dari iga), serta konsistensinya apakah pada organ
tersebut terdapat nyeri tekan dan apakah garis bentuknya reguler ataukah
ireguler. Apa bila hati membesar, maka derajat pembesarannya hingga dibawah
morga kosta kanan harus dicatat untuk menunjukan ukuran hati. Pemeriksaan harus
menentukan apakah tepi hati tajam dan rata ataukah tumpul dan apakahh hati yang
membesar tersebut teraba noduler ataukah rata. Hati seorang pasien sirosis akan
teraba mengecil dan keras, sementara hati pasien hepatis teraba cukup lunak dan
tepian mudah digerakkan dengan tangan.
Nyeri
tekan pada hati menunjukan pembesaran akut yang baru saja terjadi disertai
peregangan kapsul hepar. Tidak adanya nyeri tekan dapat berarti bahwa
pembesaran tersebut tidak berlangsung lama. Hati pasien hepatis virus terasa
nyeri jika ditekan, sedangkan hati pasien hepatitis alkoholik tidak menunjukan
gejala nyeri tekan tersebut. Pembesaran hati merupakan gejala abnormal yang
memerlukan evaluasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2001.Keperawatan Medikal Bedah Volume
3.Jakarta:EGC
Moore, Keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar.
Jakarta:Hipokrates.
Priharjo,
Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2.Jakarta : EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk Pemula.
Jakarta:EGC
Syaifuddin.2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika